Kenangan Pembaca: Tak Ada Tempat Bermalam, Megaria pun Jadi
Rabu, 14 Mar 2007 10:04 WIB

Jakarta - Mereka yang baru pertama kali ke Jakarta, tak usah galau jika tak ada saudara yang ditebengi menginap. Cukup bermalam di Megaria, dengan menontoni semua filmnya.Itulah kenangan pembaca detikcom tentang bioskop Megaria yang legendaris. Inilah sebagian cerita pembaca yang dikirimkan lewat surat elektronik, Rabu (14/3/2007):AmiruddinMegaria (d/h Metropole) banyak menyimpan kisah sejak zaman dahulu. Kabar akan dijualnya Megaria sempat membuat terkejut Ibunda saya yang asli Jakarta dan sekarang berdomisili di Pontianak. Menurut Ibu, tempat ini merupakan tempat favorit Ibu dan almarhum Ayah saat pacaran dulu sekitar tahun 1950-an, dan akhirnya mereka berdua menikah tahun 1952. Menurut Ibu, almarhum Ayah suka mengajak Ibu jalan-jalan ke Megaria naik sepeda dari rumah Ibu di Kebon Jahe Kober. Mereka jalan-jalan dan nonton di sana, dan menurut cerita almarhum Ayah, dulu film yang diputar di bisokop Metropole ini merupakan produksi MGM, sehingga gedung bioskop ini dinamakan Metropole. Sebuah kenangan manis dan tanpa terasa Ibu menangis mengenang kisah manisnya bersama almarhum Ayah yang telah 4 tahun meninggalkan kami menghadap Sang Khalik.Rachman"Itu Metropole namanya," ibu saya memprotes apabila saya mengatakan Megaria di sekitar tahun 1974-an sewaktu saya masih sekolah dasar (yang sekarang menjadi YAI). Semasa kecil hingga remaja saya tidak terlepas dari kawasan Megaria, SMP Kristen 3 (sekarang SMPK Penabur 3) di Jl Diponegoro 78 makin mendekatkan saya ke Megaria. Di SMA saya mengira akan menjauhkan saya dari Megaria (karena di daerah Gunung Sahari). Ternyata tahun 1984 saya kuliah di Universitas Pancasila di Jl Borobudur yang makin mendekatkan saya ke Megaria. Sewaktu akan dihidupkan kembali Metrople 21, tahunya saya ikut membantu dalam drafting gambar untuk renovasi. Masih terbayang toko buku Immanuel, Supermarket Hero dan yang tidak pernah hilang dari ingatan yaitu nonton di sayap balkon (zaman bioskop Megaria) yang kata orang zaman dahulu memang tempat romantis untuk berpacaran. Herlina HerawatiPertama kali saya menginjakkan kaki di ibukota Jakarta, saya naik taksi dari stasiun Gambir menuju Kawasan Industri Pulogadung untuk wawancara kerja. Di pojok sebuah jalan, saya melihat sebuah gedung bioskop tua, tapi film yang diputarnya bisa dibilang film-film baru. "Ini bioskop apa Pak?" tanya saya pada si sopir taksi. "Megaria," jawab si bapak. Sejak itu juga tercatat nama Megaria di benak saya, dan saya bertanya lebih detil, nama daerah, angkutan apa saja yang bisa membawa saya ke Megaria.Mengapa? Karena saya tidak punya tempat tinggal dan saudara di Jakarta. Sehingga ketika saya selesai wawancara sekitar pukul 4 sore, saya langsung naik bus 905 dan turun di depan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan berjalan kaki menuju Megaria. Saya menghabiskan waktu dengan nonton, keluar dari studio yang satu, masuk lagi studio yang lain dengan film yang berbeda. Sampai pemutaran film berakhir jam 3 pagi.Luar biasa! Dengan harga tiket yang murah, film-film baru dan jumlah studio yang cukup banyak (6 studio), suasana yang nyaman dan relatif aman, makanan yang tersedia (di depan Megaria banyak gerobak makanan), posisi yang strategis, Megaria menjadi tempat yang bersahabat buat saya nongkrong, bahkan "nginep" sampai matahari terbit lagi. Tempat yang unik karena eksteriornya yang "zaman baheula" banget.Apakah Megaria akan disulap menjadi mal-mal atau bangunan-bangunan kapitalis lainnya? Jika demikian sangat disayangkan, karena warga ibukota lagi-lagi akan kehilangan tempat bermain yang nyaman dan bersahabat, tergilas oleh roda-roda metropolis dan modernitas.DefiWah kaget juga mendengarnya, kok gedung bersejarah malah dijual bukan dijadikan sebagai cagar budaya. Apalagi yang bisa dibanggakan sama Jakarta, setelah Rivoli sekarang Megaria. Terus terang saya sedih juga, soalnya gedung itu jadi tempat bersejarah saya selama masa kuliah juga dalam perjalanan cinta saya. Saya cuma berharap semoga pemerintah bisa membantu mencari jalan keluarnya, agar Jakarta tidak mendapat julukan sebagai "Kota Mall".YuliantiWaktu gue kuliah pas banget dan dekat dengan Megaria. Tiada hari tanpa NOMAT, sampai-sampai kita bela-belain rebutan antre, desak-desakan, mandi basah, kejepit badan orang alias memar-memar dan naasnya lagi hilang sepatu. Coba bayangkan sepatu baru gue beli, baru juga dipakai dan ternyata hilang dari kaki gue yang indah ini.. hiks...hiks... but Alhamdulillah, intinya AADC, Harry Potter dan Megaria adalah kisah-kisah yang bakal diingat selamanya.Akta SelyMegaria menyimpan kenangan bagi saya. Karena pertama kali saya tahu bioskop di Jakarta " ya Megaria". Saya adalah pendatang dari daerah Sumatera yang diterima kerja disalah satu bank pemerintah dan kos saya bersama teman-teman di Jalan Batu Gambir di belakang Humpuss. Setiap malam Minggu atau habis pelatihan dari kota pasti kita ramai-ramai nonton di Megaria besama teman-teman dari daerah lain dan nongkrong makan pempek sampai malam melepas lelah sehabis pelatihan.Aryo Handono Saya mahasiswa UI angkatan 1998. Kenangan yang paling indah mengenai bioskop Megaria, waktu pada saat kuliah dulu karena pacar saya yang sekarang jadi istri, kuliah di UI Salemba. Jadi kalau janjian kita ketemu di pempek Megaria.Sempet juga nonton di Megaria dengan beberapa temen, dan juga kenanganyang paling menegangkan pada saat ngumpet di Megaria semasa zaman demo dulu.LestariMegaria merupakan tempat yang sangat stategis dan romantis, dulu waktu saya masih kuliah sore hari. Saya dan teman-teman jika males untuk masuk biasanya kami suka pergi ke Megaria, baik itu nonton maupun hanya untuk duduk-duduk menghabiskan waktu sambil makan ayam bakar. Megaria juga menjadi saksi bisu saat saya 'ditembak' oleh pacar saya. Sekarang walaupun saya sudah jarang ke sana, tapi kenangan saat melewati Megaria begitu terasa lagi, seakan kenangan itu kembali hidup.
(nrl/bal)