Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) menyoroti PP nomor 28 tahun 2024 terkait UU Kesehatan. APTI menilai hal ini tidak hanya berdampak buruk bagi petani tembakau, namun juga dalam ekonomi nasional.
"PP 28 Tahun 2024, khususnya ruang lingkup Pengaturan Zat Adiktif (Pasal 429-463) isinya yang restriktif semakin mendekatkan kiamat bagi petani tembakau. [Sehingga] niat pemerintah yang ingin membunuh nafas petani tembakau sebagai soko guru di negeri ini semakin nyata," ujar Ketua Umum DPN APTI, Agus Parmuji, dalam keterangan tertulis, Kamis (15/8/2024).
Disebutkan, dalam lima tahun terakhir, petani tembakau telah merasakan dampak langsung dari kebijakan tersebut. Salah satunya menurutnya mulai dari penurunan harga panen, keterlambatan penyerapan hasil panen, hingga kenaikan cukai yang terus membebani.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Petani Tembakau Buka Suara soal PP Kesehatan |
"Tahun 2020 cukai naik 23 persen, tahun 2021 naik 12,5 persen, tahun 2022 naik 12 persen, tahun 2023 dan 2024 naik 10 persen. Bagi petani tembakau, kenaikan cukai yang eksesif dalam lima tahun terakhir itu semakin mendekatkan mereka dalam jurang kematian," ujarnya.
Agus juga menjelaskan sekitar 95 persen tembakau di Indonesia diserap oleh pabrikan rokok dalam negeri. Namun, kebijakan cukai yang memberatkan dan peraturan lainnya disebut menyebabkan penurunan signifikan dalam pembelian tembakau oleh pabrik-pabrik, yang pada akhirnya berdampak buruk pada para petani.
Ia juga mengatakan adanya kekhawatiran akan penurunan penyerapan tenaga kerja. DPN APTI berharap agar pemerintahan mendatang, dapat merumuskan kebijakan yang lebih berpihak pada petani tembakau dan tenaga kerja di sektor ini.
"Kami sangat berharap, pemerintahan mendatang semoga memiliki iktikad baik dengan merumuskan dan membuat kebijakan yang melindungi dan memerdekakan kelangsungan ekonomi petani tembakau di Indonesia," pungkasnya.
(dwia/dwia)