Terbongkar Peran Harvey Moeis di Kasus Timah hingga Raup Ratusan Miliar

Terbongkar Peran Harvey Moeis di Kasus Timah hingga Raup Ratusan Miliar

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 15 Agu 2024 06:30 WIB
Tersangka kasus korupsi timah Harvey Moeis menjalani sidang perdana di Tipikor, Jakarta, Rabu (14/8/2024).
Terdakwa kasus korupsi timah Harvey Moeis menjalani sidang perdana di Tipikor, Jakarta, Rabu (14/8/2024). (Rifkianto Nugroho/detikcom)
Jakarta -

Pengadilan Tipikor Jakarta menggelar sidang dakwaan kasus korupsi dalam tata kelola timah, dengan terdakwa pengusaha Harvey Moeis. Dalam pembacaan dakwaan yang disampaikan jaksa, terungkap peran Harvey Moeis di kasus yang menyebabkan kerugian negara Rp 300 triliun.

Dalam dakwaan jaksa, Rabu (14/8/2024), Harvey disebut sebagai pihak yang mewakili PT Refined Bangka Tin dalam urusan kerja sama dengan PT Timah. Harvey disebut melakukan kongkalikong dengan terdakwa lain terkait proses pemurnian timah yang ditambang secara ilegal dari wilayah tambang PT Timah yang merupakan BUMN.

Kasus ini bermula saat Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015-2019 Suranto Wibowo menyetujui Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) periode 2015-2019 terhadap lima perusahaan smelter. Pada kenyataannya, RKAB itu hanya digunakan sebagai formalitas untuk mengakomodasi pengambilan dan pengelolaan bijih timah secara ilegal dari wilayah IUP PT Timah Tbk.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jaksa menyebut RKAB itu seharusnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan penambangan di wilayah IUP masing-masing perusahaan smelter dan afiliasinya. Bukan sebagai legalisasi untuk pengambilan dan mengelola bijih timah hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.

Jaksa menyebut lima perusahaan smelter itu ialah PT Refined Bangka Tin beserta perusahaan afiliasinya, CV Venus Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya, PT Sariwiguna Binasentosa beserta perusahaan afiliasinya, PT Stanindo Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya, dan PT Tinindo Internusa beserta perusahaan afiliasinya.

ADVERTISEMENT

Pada Agustus 2018, Harvey menghubungi smelter lainnya yang akan bekerja sama dengan PT Timah, yakni PT Sariwiguna Bina Sentosa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa. Komunikasi itu dilanjutkan pertemuan di sebuah hotel di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Pada 2019, pemilik empat smelter itu mengetahui tidak akan mendapatkan persetujuan RKAB. Mereka disebut mengusulkan kepada PT Timah untuk dibuatkan suatu kesepakatan agar bijih timah ilegal smelter swasta dapat dijual dan dilakukan pemurnian serta pelogaman. Tapi, kata jaksa, syarat pembayaran semuanya harus dilakukan PT Timah.

harvey Moeis jalani persidangan.Harvey Moeis menjalani persidangan. (Ahsan/detikhot)

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Kesepakatan itu pun terbentuk dan ditindaklanjuti dengan beberapa kali pertemuan antara pihak smelter dan PT Timah. Padahal, kata jaksa, kerja sama itu tak termuat dalam rencana kerja anggaran perusahaan (RKAP) PT Timah Tbk tahun 2018.

"Terdakwa Harvey Moeis dengan sepengetahuan Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin, mewakili PT Refined Bangka Tin, mengadakan pertemuan dengan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah Tbk, dan Alwin Albar selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk dan 27 pemilik smelter swasta," papar jaksa.

"Untuk membahas permintaan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Alwin Akbar atas bijih timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor smelter-smelter swasta tersebut karena bijih timah yang diekspor oleh smelter-smelter swasta tersebut merupakan hasil produksi yang bersumber dari penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk," imbuh jaksa.

Tersangka kasus korupsi timah Harvey Moeis menjalani sidang perdana di Tipikor, Jakarta, Rabu (14/8/2024).Tersangka kasus korupsi timah Harvey Moeis menjalani sidang perdana di Tipikor, Jakarta, Rabu (14/8/2024). (Rifkianto Nugroho/detikcom)

Dalam pertemuan di Hotel dan Restoran Sofia pada Agustus 2018, jaksa menyebut ada kesepakatan harga sewa peralatan processing pelogaman timah sebesar USD 3.700 per ton SN, di luar harga bijih timah yang harus dibayar oleh PT Timah kepada CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, dan PT Sariwiguna Binasentosa.

Sementara itu, khusus PT Refined Bangka Tin, yakni smelter yang diwakili Harvey, diberi penambahan insentif sebesar USD 300 per ton SN. Sehingga nilai kontrak khusus untuk PT Refined Bangka Tin menjadi sebesar USD 4.000 per ton SN.

Harga sewa kesepakatan peralatan processing pelogaman timah itu dibuat tanpa kajian atau feasibility study dengan kajian yang dibuat tanggal mundur (back date). Harvey Moeis merupakan inisiator kerja sama sewa peralatan processing tersebut.

"Terdakwa Harvey Moeis menginisiasi kerja sama sewa alat processing untuk pelogaman timah smelter swasta yang tidak memiliki competent person atau CP antara lain CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa dengan PT Timah Tbk," ujar jaksa.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Jaksa mengatakan kerja sama sewa peralatan processing pelogaman timah PT Timah dengan lima smelter itu merupakan akal-akalan. Jaksa mengatakan harga sewanya jauh melebihi nilai HPP smelter PT Timah.

Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu meminta pihak-pihak smelter menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan yang disisihkan seolah-olah untuk dana corporate social responsibility (CSR).

"Terdakwa Harvey Moeis dengan sepengetahuan Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin meminta kepada CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan kepada terdakwa Harvey Moeis sebesar USD 500 sampai dengan USD 750 per ton, yang seolah olah dicatat sebagai corporate social responsibility (CSR) yang dikelola oleh terdakwa Harvey Moeis atas nama PT Refined Bangka Tin," kata jaksa.

Harvey Moeis (Mulia/detikcom)Harvey Moeis (Mulia/detikcom)

Jaksa mengatakan Harvey Moeis dan smelter swasta lainnya yang bekerja sama dengan PT Timah Tbk membuat 12 perusahaan cangkang atau perusahaan boneka. Perusahaan boneka itu membeli bijih timah dari penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah berdasarkan surat perintah lerja (SPK) jasa barang pengangkutan yang diterbitkan PT Timah Tbk.

"Terdakwa Harvey Moeis dengan sepengetahuan Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin bersama smelter swasta yaitu CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa menyepakati dengan PT Timah untuk menerbitkan surat perintah kerja (SPK) di wilayah izin usaha penambangan atau IUP PT Timah Tbk dengan tujuan melegalkan pembelian bijih timah oleh pihak smelter swasta yang berasal dari penambangan ilegal di IUP PT Timah Tbk," tutur jaksa.

Singkat cerita, Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin bersama Suparta dan Reza Andriansyah melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk. Tindakan itu dapat terlaksana akibat adanya pembiaran yang dilakukan pihak PT Timah Tbk dan Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Pembiaran itu dilakukan oleh Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021), Emil Ermindra (Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020), Alwin Albar (Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk periode April 2017-Februari 2020), Suranto Wibowo (Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015-2019), Amir Syahbana ( Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2021-2024), Rusbani (Plt Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019), serta Bambang Gatot Ariyono (Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM periode 2015-2020).

Selain perusahaan yang diwakili Harvey Moeis, penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah juga dilakukan oleh PT Sariwiguna Binasentosa, Tamron alias Aon, Achmad Albani, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, yang tidak tertuang dalam RKAB PT Timah Tbk maupun RKAB lima smelter beserta perusahaan afiliasinya.

Penambangan ilegal itu mengakibatkan kerusakan lingkungan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan dalam wilayah IUP PT Timah, berupa kerugian ekologi, kerugian ekonomi lingkungan, dan pemulihan lingkungan.

"Merugikan Keuangan Negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah, Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor PE.04.03/S-522/D5/03/2024 Tanggal 28 Mei 2024 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI)," kata jaksa.

Tersangka kasus korupsi timah Harvey Moeis menjalani sidang perdana di Tipikor, Jakarta, Rabu (14/8/2024).Tersangka kasus korupsi timah Harvey Moeis menjalani sidang perdana di Tipikor, Jakarta, Rabu (14/8/2024). (Rifkianto Nugroho/detikcom)

TPPU Harvey Moeis

Jaksa mengatakan perbuatan dugaan korupsi dalam kasus ini telah memperkaya Harvey Moeis dan crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim sebesar Rp 420 miliar. Harvey Moeis juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

TPPU itu dilakukan Harvey dengan melakukan transfer dan setor tunai ke PT QSE milik Helena. Harvey meminta Helena mengubah uang rupiah yang disetorkan ke bentuk mata uang asing berupa dolar Singapura dan dolar Amerika.

Jaksa mengatakan TPPU itu juga dilakukan Harvey dengan mentransfer uang ke istrinya, Sandra Dewi. Pembelian 88 tas branded serta pembelian perhiasan untuk Sandra Dewi.

Lalu, pembelian tanah dan rumah mewah di Melbourne, Australia. Jaksa mengatakan Harvey juga melakukan TPPU itu dengan pembelian mobil mewah, seperti Mini Cooper, Porsche, Lexus, dan Rolls-Royce.

Harvey juga melakukan transfer ke rekening asisten Sandra Dewi. Rekening itu kemudian digunakan untuk kebutuhan Sandra Dewi dan Harvey Moeis.

Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 dan 4 UU 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan TPPU.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads