Senada dengan Ratih, Broto Wardoyo menekankan bahwa pemerintah Indonesia harus up to date dan memahami situasi terkini terkait ketegangan antara China dan Taiwan. Menurutnya, pemahaman ini dibutuhkan agar pemerintah bisa cepat tanggap dalam mengamankan warga negara Indonesia di Taiwan. Menurut Broto, kemampuan pemerintah Indonesia untuk cepat tanggap ini penting ditingkatkan karena situasi di Selat Taiwan maupun Laut China Selatan makin sulit diprediksi.
"China sekarang sudah semakin asertif, atau bahkan agresif di Selat Taiwan dan Laut China Selatan. Berbeda dengan era sebelum Xi Jinping, sekarang makin sulit memahami kapan China memberikan lampu hijau, lampu kuning, atau lampu merah," tandasnya.
Dengan demikian, menurutnya, China memang telah menjadi ancaman yang makin nyata di kawasan. Tetapi ia juga menggaris bawahi bahwa sikap China sedikit banyak juga terkait dengan respons negara adidaya lain, yaitu Amerika Serikat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tak ada dansa yang dimainkan sendirian," pungkasnya.
Sementara itu Muhamad Iksan menekankan pentingnya memberi perhatian bagi dampak ekonomi dalam isu terkait ketegangan China dan Taiwan.
"Taiwan menguasai semi konduktor dan ekosistem di dalamnya," tutur Iksan.
Ia juga berasumsi bahwa sangat mungkin salah satu motivasi China untuk menaklukan Taiwan adalah demi menguasai ekosistem semi konduktor itu.
Sejalan dengan para akademisi di atas, ketua FSI Johanes Herlijanto juga menekankan pentingnya ASEAN menyuarakan keprihatinan mereka. Senada dengan Ratih, ia memuji pernyataan Menteri Luar Negeri tentang perkembangan lintas Selat pada Agustus 2022, yang menyerukan semua pihak untuk menahan diri secara maksimal dan menahan diri dari tindakan provokatif.
Namun menurut Johanes, seruan-seruan semacam itu, yang menentang penggunaan kekerasan militer dalam mengatasi persoalan antara China dan Taiwan, perlu untuk terus suarakan secara lebih keras dan konsisten.
Baik Johanes maupun Ratih berpandangan bahwa setiap negara ASEAN harus mendukung ASEAN dengan secara individual menunjukkan penolakannya yang tegas terhadap pihak mana pun yang cenderung meningkatkan ketegangan, terutama dengan melakukan manuver militer yang agresif.
"Jadi baik ASEAN sebagai sebuah organisasi, maupun masing-masing negara-negara ASEAN secara terpisah, perlu untuk secara konsisten menyuarakan penolakan penggunaan kekuatan militer untuk menyelesaikan isu antara China dan Taiwan," pungkas Johanes.
(mpr/ega)