UU Perkawinan menganut asas monogami terbatas, yaitu poligami diperbolehkan sepanjang mendapatkan persetujuan dari istri sah sebelumnya. Lalu bolehkah persetujuan itu dibatalkan?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate, yaitu:
Selamat pagi
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya mohon maaf. Saya hanya ingin bertanya agar lebih paham.
Apakah bisa jika istri sah membatalkan izin/persetujuan suami berpoligami? Yang sudah ditandatangani di atas meterai ππ»
Mohon jawabannya
Terima kasih saya ucapkan
Ayu
Jakarta
JAWABAN
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta pendapat hukum advokat Zaid Shibghatallah SH. Berikut jawaban lengkapnya:
Oleh karena dalam mengajukan pertanyaan Saudara tidak menceritakan secara detail mengenai sudah atau belumnya suami Saudara dalam menggunakan izin poligami tersebut, setidaknya ada 2 (dua) sudut pandang hukum yang dapat kami sampaikan:
Pertama, dari sudut pandang hukum perkawinan.
Pada asasnya, dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Namun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juga memberikan kesempatan kepada seorang suami untuk dapat memiliki istri lebih dari satu (poligami) apabila dikehendaki oleh para pihak yang bersangkutan dengan izin pengadilan.
Selanjutnya, dalam menyikapi peristiwa hukum yang sedang Saudara alami, kiranya perlu kita ketahui secara bersama bahwa terdapat syarat lain yang wajib dipenuhi secara menyeluruh oleh suami Saudara ketika hendak melakukan izin poligami, sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu sebagai berikut :
a. Adanya persetujuan dari istri/istri-istri;
b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka;
c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.
Artinya, tidak serta-merta izin/persetujuan yang telah Saudara berikan kepada suami bisa digunakan secara langsung untuk dilangsungkannya perkawinan poligami. Dan apabila suami Saudara ternyata telah mempergunakan persetujuan tersebut dengan tanpa izin pengadilan, maka Saudara selaku istri sah dapat melakukan upaya hukum dengan mengajukan pembatalan perkawinan poligami tersebut kepada pengadilan setempat dalam hal ini Pengadilan Agama. Sehingga dengan adanya putusan pembatalan perkawinan poligami oleh Pengadilan Agama, nantinya perkawinan poligami tanpa izin Pengadilan tersebut dinyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 71 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam.
Kedua, dalam sudut pandang hukum perdata.
Pada hakikatnya, Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa "Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan iktikad baik".
Maka, apabila suami Saudara baru akan mempergunakan izin/persetujuan poligami yang saudara berikan, cara yang paling efektif untuk membatalkan izin poligami yang Saudara berikan adalah Saudara dengan suami melakukan kesepakatan.
Atau apabila di dalam izin/persetujuan yang Saudara berikan tidak memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif sebagaimana terkandung dalam syarat sahnya perjanjian Pasal 1320 KUHPerdata, maka Saudara dapat menempuh upaya hukum pembatalan izin/persetujuan tersebut dengan mekanisme gugatan di Pengadilan Negeri.
Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan, semoga berguna.
Terimakasih.
Advokat Zaid Shibghatallah SH
Tim Pengasuh detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Kami harap pembaca mengajukan pertanyaan dengan detail, runutan kronologi apa yang dialami. Semakin baik bila dilampirkan sejumlah alat bukti untuk mendukung permasalahan Anda.
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.