PT TransJakarta menjawab tuntutan sopir Angkot Mikrotrans JakLingko yang demo di Balai Kota DKI Jakarta. PT TransJakarta menegaskan kebijakan telah sesuai aturan, terutama soal penambahan armada.
Menurut keterangan resminya, Rabu (31/7/2024), PT TransJakarta menyampaikan bahwa dalam mengeluarkan kebijakan menerapkan sistem keadilan kepada seluruh operator. TransJakarta telah memenuhi seluruh prosedur dan aturan yang berlaku.
"Penentuan harga Rp/km mengikuti komponen pembentuk harga yang sesuai dengan ketentuan," kata Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan dan Humas TransJakarta, Tjahyadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Tjahyadi, pembiayaan penyelenggaraan sistem transportasi publik di Jakarta bersumber dari Dana PSO (public service obligation) berupa subsidi.
"Jadi, subsidi bukan untuk TransJakarta ataupun operator, tetapi untuk melayani masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mobilitasnya," ujarnya.
Dia menerangkan untuk penambahan rute atau layanan harus melalui kajian dan berdasarkan pada kebutuhan masyarakat. Jika kebijakan dikeluarkan asal, akan jadi pemborosan anggaran.
"Subsidi public service obligation (PSO) diperuntukkan bagi layanan masyarakat, bukan untuk TransJakarta dan bukan untuk operator," ujarnya.
Tjahyadi menerangkan tata kelola PT TransJakarta sesuai dengan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance/GCG. Karena itu, setiap penyimpangan ditindak tegas sesuai dengan aturan yang berlaku.
TransJakarta pun menerapkan merit system kepada operator meliputi aspek quality, cost, delivery. Kompetisi antar-operator didorong agar bisa memberikan layanan yang berkualitas, harga yang bersaing, dan penyediaan armada tepat waktu.
"Masing-masing operator harus siap bersaing secara mandiri, termasuk dalam menawarkan harga," ungkapnya.
Saat ini, TransJakarta melayani 280 juta pelanggan di 2023, naik 49 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Ini dianggap oleh TransJakarta sebagai gambaran atau tolak ukur pelayanan yang telah berhasil direalisasikan TransJakarta.
Tuntutan Sopir JakLingko
Para sopir menuntut upah layak dan akses lebih mudah bagi sopir reguler dalam penerbitan surat izin trayek. Mereka menuntut adanya transparansi dalam pembagian kuota armada untuk koperasi mitra operator program JakLingko.
"Khususnya operator mikrolet, selalu saja dipersulit oleh TransJakarta, dicari-cari kesalahannya dan pembagian kuota yang kecil, namun harus dibagi ramai-ramai. Padahal anggota kami yang mengoperasikan angkutan reguler juga sebetulnya mau bergabung ke dalam program JakLingko, namun tak kunjung bisa karena kuotanya sangat-sangat terbatas," kata Fahrul Fatah selaku koordinator lapangan aksi dalam tuntutannya, Selasa (30/7/2024).
Fahrul menegaskan, dalam aksi kali ini, terdapat delapan koperasi mitra operator program JakLingko yang tergabung dalam Forum Komunikasi Lintas Biru (FKLB) antara lain Koperasi Komilet Jaya, Purimas Jaya, Kopamilet Jaya, Komika Jaya, Kolamas Jaya, Kodjang Jaya, PT Lestari Surya Gemapersada, dan PT Kencana Sakti Transport.
Dia pun meminta Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Santoso dapat hadir untuk memberikan solusi terhadap persoalan ini.
"Kami menuntut keadilan atas itu semua dan meminta PJ Gubernur DKI Jakarta untuk bisa memberikan solusi yang adil bagi semua," ungkap Fahrul.
Selanjutnya: TransJakarta dinilai tidak adil.
Lihat juga Video: Sopir JakLingko Demo Balai Kota, Anies: Dulu Tak Pernah Ada Keluhan
TransJ Dinilai Tidak Adil
Sementara itu, Ketua Koperasi Komilet Jaya Berman Limbong mengatakan bahwa berdasarkan Instruksi Gubernur DKI Jakarta No 66/2019, dan berdasarkan penjelasan dari Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta terkait dengan Jaklingko Mikrotrans, jumlah bus kecil yang akan diintegrasikan dengan layanan TransJakarta dalam bentuk Jaklingko Mikrotrans adalah sebanyak 6.360 unit.
Namun, kata dia, seiring dengan berjalannya waktu, saat ini populasi bus kecil yang sudah diintegrasikan dengan TransJakarta baru berjumlah 2.795 unit atau setara dengan 43,94 persen.
"Dari angka persentase tersebut, dari 11 operator mitra program JakLingko, ada satu operator yang memiliki kuota dasar paling banyak dan serapan yang banyak juga, telah mencapai hingga 51 persen. Lucunya, TransJakarta bukannya memberikan kesempatan kepada operator lain untuk memperbesar daya serap, justru terus saja memberikan kuota pada operator tersebut dengan banyak kemudahan-kemudahan persyaratan dan izin-izinnya," tegas Limbong.
"Menurut kami, praktik seperti ini tidak sehat dan TransJakarta sebagai pengelola subsidi transportasi Pemprov Jakarta melalui public service obligation (PSO) harus menghentikan hal tersebut dan bertindak lebih adil serta wajib transparan dalam penentuan pemberian kuota serta pembentukan harga perkiraan sendiri (HPS) kepada mitra operator dan publik. Karena dana PSO itu berasal dari APBD Provinsi Jakarta yang harus transparan penggunaannya serta mudah diakses oleh publik," Limbong melanjutkan.