Food and Agriculture Organization (FAO) menegaskan komitmen kerja sama jangka panjang dengan Indonesia dalam pengurangan deforestasi, pengelolaan lahan gambut & bakau berkelanjutan, serta bioekonomi berkelanjutan.
Hal ini disampaikan Deputy Director General FAO Maria Helena Semedo dalam rangka mendukung peluncuran The State of Indonesia's Forests 2024 pada gelaran Committee on Forestry (COFO-27) dan 9th World Forestry Week yang digelar di Roma, pada 22-26 Juli 2024.
"FAO telah dan masih menjadi pendukung besar pemantauan dan kelestarian hutan. Kami menegaskan komitmen kami untuk melanjutkan kerja sama jangka panjang kami dalam mengurangi deforestasi, pengelolaan lahan gambut dan bakau berkelanjutan, dan bioekonomi berkelanjutan," ungkap Maria melalui akun resmi X @FAOForestry, dikutip Selasa (23/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
.@FAO confirms commitment to long-standing cooperation with #Indonesia on reducing deforestation, sustainable management of peatlands & mangroves, & sustainable bioeconomy, @MariaLenaSemedo tells #WFW9 event for launch of The State of Indonesia's Forests 2024#COFO27 #SOIFO pic.twitter.com/vY1STftVrw
β FAO Forestry (@FAOForestry) July 23, 2024
Dalam pertemuan COFO, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Siti Nurbaya membahas misi-misi Indonesia terkait kebijakan dan teknis kehutanan secara global. Siti mengungkapkan Indonesia akan menegaskan kembali komitmen dan misi Indonesia terhadap tujuan-tujuan yang telah disepakati di tingkat global.
"Pertama menegaskan keberhasilan Indonesia dalam penurunan deforestasi yang signifikan berkontribusi pada penurunan deforestasi di tingkat global sebagaimana akan dipublikasikan FAO pada dokumen 'The State of the World's Forest (SOFO) 2024," kata Siti.
Siti menambahkan, pihaknya juga akan menegaskan komtimen dalam mengelola sumber daya alam dan melaksanakan aksi iklim bersifat sistematis dan terintegrasi di bawah Rencana Operasional FOLU Net Sink 2030 bukan hanya mengenai sasaran iklim, namun juga memprioritaskan perlindungan spesies seperti orangutan sumatera, gajah, harimau, badak, orangutan tapanuli, orangutan kalimantan, dan badak jawa. Hal ini dilakukan dalam rangka memastikan populasinya terus berkembang dan terhindar dari kepunahan.
"Selain itu, Misi Indonesia pada COFO-27 diharapkan dapat memberikan masukan kepada Komite Kehutanan FAO untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan yang solid untuk pengelolaan dan konservasi hutan di tingkat global dan regional," imbuh Siti.
Dalam gelaran 9th World Forestry Week, Indonesia juga memperkenalkan menghadirkan Sistem Monitoring Hutan Nasional (Simontana) sebagai pendukung pencapaian pengelolaan hutan lestari dan ketahanan iklim serta meningkatkan kolaborasi internasional.
Hadirnya Simontana pun mendapat apresiasi dari Deputi General Director FAO Maria Helena Semedo dan NFO FAO dan akademisi dunia.
"Selain sebagai sumber informasi, Simontana juga merupakan media interaktif dan dinamis yang menawarkan data komprehensif mengenai tren deforestasi dan degradasi hutan sejak tahun 1990 dan seterusnya. Aspek interaktif ini melibatkan pemangku kepentingan, sehingga memperkuat transparansi publik," papar Siti.
(ncm/ega)