Mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono menyampaikan pembelaannya usai dituntut 4 tahun penjara dalam kasus proyek pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II alias Tol Layang MBZ tahun 2016-2017. Djoko Dwijono membantah terlibat dalam kasus korupsi itu.
Hal itu diungkapkan Djoko saat penyampaian pledoi atau pembelaaan di sidang PN Tipikor Jakarta Pusat, Kamis 18 Juli 2024. Berikut ini poin-poin pembelaan Djoko Dwijono.
Dalam dakwaan sebelumnya jaksa menyebutkan Djoko dengan Yudhi Mahyudin secara sengaja mengarahkan pemenang lelang pekerjaan steel box girder pada merk Perusahaan tertentu yaitu PT. Bukaka Teknik Utama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akan tetapi dalam pembelaannya, Djoko mengaku tidak mengetahui adanya pencantuman ketentuan 'steel box girder Bukaka' dalam dokumen lelang cq Spesifikasi Khusus.
"Saya juga tidak pernah menyetujui Spesifikasi Khusus yang mencantumkan ketentuan 'steel box girder Bukaka' sebagai dokumen lelang," ungkapnya di persidangan, dalam keterangannya, Jumat (19/7/2024).
Selain itu Djoko berbicara soal pemberian hak untuk menyamakan penawaran atau right to match (RTM) kepada konsorsium PT Waskita Karya Tbk-PT Acset Indonusa Tbk (Kerja Sama Operasional/KSO Waskita-Acset), dalam lelang proyek jalan tol layang terpanjang di Indonesia itu.
Djoko mengatakan, penerapan konsep design and build dan metode right to match karena pada proses sebelumnya, pada lelang investasi, sudah diinformasikan kontraktor pelaksanaannya, dan kontraktor tersebut akan diberikan right to match di dalam proses pelelangan konstruksi.
"Pada kenyataannya hak tersebut juga tidak perlu digunakan karena harga penawar KSO Waskita-Acset sudah paling rendah," ujar Djoko.
Lebih lanjut, menurut Djoko, ketentuan mengenai pemberian right to match sudah diatur oleh pemerintah untuk proyek kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015, badan usaha pemrakarsa KPBU memperoleh tiga kompensasi.
Selain hak untuk menyamakan penawaran alias right to match, pemrakarsa juga mendapat tambahan nilai sebesar 10 persen dan pembelian prakarsa KPBU, antara lain hak kekayaan intelektual, oleh pemerintah.
Kemudian Djoko juga membantah dakwaan jaksa yang menyebut bahwa pihaknya bersekongkol bersama ketiga terdakwa lainnya untuk mengubah spesifikasi khusus yang tidak sesuai dengan basic design (design awal) dan menurunkan volume serta mutu steel box girder yaitu dengan cara tidak mencantumkan tinggi girder pada dokumen penawaran.
Menurut Djoko dalam persidangan terungkap bahwa pembangunan jalan tol Jakarta-Cikampek II Elevated menggunakan metode pekerjaan Design and Build, sehingga dapat dilakukan pengembangan spesifikasi dari yang telah ditentukan pada basic design.
"Perubahan steel box girder berbentuk V shape menjadi steel box girder bentuk U shape pada pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated dilakukan sebelum PT JJC didirikan dan saya belum menjadi Direktur Utama PT JJC," sambungnya.
Selain itu, Djoko menyebut berdasarkan fakta persidangan tidak pernah terungkap adanya persekongkolan antara dirinya dengan Saksi Tony Budianto Sihite dan Waskita-Acset KSO untuk mengurangi volume pekerjaan struktur beton. Apalagi jika dilihat dari sisi kontrak antara PT JJC dengan Waskita-Acset KSO bersifat lump sum fixed price yang tidak mengenal perhitungan volume.
"Perhitungan volume pekerjaan berdasarkan Rencana Teknik Akhir (RTA). Dalam skema desain and build semuanya bersifat lump sum fixed price," ujarnya.
Terdakwa Djoko Dwijono dan Tony Budianto Sihite sebelumnya didakwa telah bersekongkol dengan pihak KSO Waskita-Acset untuk mengurangi volume pekerjaan struktur beton, dengan cara menyetujui pekerjaan volume beton yang tidak sesuai dengan Rencana Teknik Akhir (RTA), sehingga terdapat kekurangan volume pada pekerjaan.
Djoko mengaku sebelum pekerjaan tersebut dilakukan, kontrak Jasa Pemborongan (Design and Build) antara PT JJC dengan Waskita-Acset KSO merupakan kontrak pekerjaan konstruksi terintegrasi rancang dan bangun (Design and Build), sehingga pembuatan RTA merupakan kewajiban dari kontraktor Design and Build in casu Waskita-Acset KSO.
Di mana pekerjaan konstruksi jalan tol Jakarta-Cikampek II Elevated didasarkan pada Rencana Teknik Akhir (RTA) yang dibuat secara parsial oleh Kontraktor melalui Konsultan Perencana.
Dalam dakwaan lain, JPU menyebut Djoko tidak melakukan evaluasi dan pengendalian terhadap kegiatan pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated. sehingga hasil pekerjaan tidak dapat dimanfaatkan sesuai dengan feasibility (studi kelayakan) dan Kriteria Design yang sudah ditetapkan.
Menurutnya dalam persidangan terungkap laporan yang diterima oleh Djoko Dwijono terkait hasil uji tekan beton pada masa konstruksi yang dilakukan oleh KSO Waskita Acset dengan bantuan labolatarium independen (Laboraturium Universitas Indonesia, Trisakti, Institut Teknologi Bandung dan Balai Uji PUPR) sudah sesuai ketentuan.
"Hal ini turut disaksikan oleh konsultan pengawas PT Virama Karya (Persero) dan Pimpro area I, II, dan III, seluruhnya menyatakan hasil kuat tekan beton telah memenuhi syarat minimum fc' 35 mpa" tutupnya.
Sebelumnya, mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono dituntut 4 tahun penjara. Jaksa menyakini Djoko melakukan korupsi dalam kasus proyek pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II alias Tol Layang MBZ tahun 2016-2017.
"Menjatuhkan pidana terhadap Djoko Dwijono oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan dalam rumah tahanan negara," kata jaksa saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (10/7/2024).
Jaksa juga menuntut Djoko dengan denda Rp 1 miliar. Adapun apabila denda tak dibayar diganti dengan pidana 6 bulan kurungan.
(dhn/dhn)