Udara dingin 'menyelimuti' beberapa daerah di Indonesia akhir-akhir ini. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap fenomena udara dingin ini bukan karena Aphelion.
Dirangkum detikcom, Selasa (16/7/2024), belakangan cuaca dingin memang terasa di Pulau Jawa, termasuk Jakarta. Lantas, apa penyebab udara dingin saat ini? Berikut penjelasan BMKG:
1. Penyebab Udara Terasa Dingin
Berdasarkan informasi resmi dari BMKG, wilayah Indonesia saat ini, khususnya bagian selatan masih berada pada musim kemarau. Sejak tiga hari terakhir, cuaca cerah mendominasi hampir di seluruh pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sumatra bagian selatan, Kalimantan bagian selatan, dan Sulawesi bagian selatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Angin dominan dari arah timur membawa massa udara kering dan dingin dari daratan Australia ke Indonesia sehingga tidak mendukung pertumbuhan awan. Hal ini menyebabkan langit menjadi cerah sepanjang hari.
Lalu, bagaimana dengan cuaca dingin yang terjadi akhir-akhir ini? BMKG menyebut, kurangnya tutupan awan pada malam hari menyebabkan radiasi panas dari permukaan bumi terpancar ke atmosfer tanpa ada hambatan, mengakibatkan penurunan suhu yang signifikan. Hal ini berkaitan dengan cuaca dingin yang terjadi.
Selain itu, angin yang tenang di malam hari menghambat pencampuran udara, sehingga udara dingin terperangkap di permukaan bumi. Daerah dataran tinggi atau pegunungan cenderung lebih dingin karena tekanan udara dan kelembapan yang lebih rendah. Kondisi ini merupakan fenomena umum yang terjadi di Indonesia saat musim kemarau.
BMKG juga mengungkapkan jika suhu udara dingin merupakan fenomena alamiah yang umum terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau pada Juli-September.
"Periode ini ditandai pergerakan angin dari arah timur-tenggara yang berasal dari Benua Australia. Pada bulan Juli, wilayah Australia berada dalam periode musim dingin. Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia atau dikenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia yang bertiup menuju wilayah Indonesia melewati perairan Samudra Indonesia yang memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih dingin, sehingga mengakibatkan suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa (Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara) terasa juga lebih dingin," papar BMKG.
2. BMKG Tegaskan Udara Dingin Bukan karena Aphelion
Beredar di media sosial soal udara dingin di sejumlah daerah Indonesia disebabkan Aphelion. BMKG menegaskan hal itu bukan karena fenomena Aphelion.
"Sudah dipastikan tidak betul. Udara dingin (bediding) adalah hal normal pada puncak musim kemarau, terutama di Indonesia bagian selatan dari Jawa hingga NTT, biasanya dirasakan saat langit cerah atau beberapa lama tidak ada hujan," kata Peneliti Cuaca dan Iklim Ekstrem BMKG Siswanto, kepada wartawan, Selasa (16/7).
Siswanto menjelaskan, pada puncak musim kemarau, yaitu periode Juli-Agustus, sirkulasi angin yang dominan adalah monsun Australia. Menurutnya, di Australia saat ini sedang puncak musim dingin, sehingga udara dingin di benua itu terbawa aliran monsun ke arah utara.
"Itu juga menjelaskan mengapa umumnya fenomena embun beku pegunungan (Dieng, Semeru, dll) terjadi di bulan Juli-Agustus hingga September," ucapnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya:
Simak Video: Sangihe Sulut Diguncang Gempa M 7, Tak Berpotensi Tsunami
Dia menyebut suasana udara dingin juga bisa disebabkan oleh pelepasan energi panas permukaan yang besar, biasanya terjadi pada saat hari-hari langit cerah.
"Langit yang cerah dan tidak ada awan menjadikan gelombang panjang radiasi balik dari permukaan bumi terlepas maksimal ke angkasa di luar atmosfer bumi, tidak tertahan diserap atau dipantulbalikkan ke bawah oleh awan," ujar Siswanto.
Lebih lanjut, Siswanto mengatakan Aphelion tidak terlalu berpengaruh terhadap dinamika cuaca bumi karena dinamika dapur cuaca hanya terjadi di lapisan troposfera, sekira ketinggian 15-18 km dari permukaan bumi.
"Sementara pada Aphelion posisi matahari justru berada pada jarak terjauh terhadap bumi, yaitu pada jarak 152-154 juta kilometer," imbuhnya.
3. Dampak dari Fenomena Aphelion
Aphelion adalah fenomena astronomi yang terjadi ketika jarak Bumi berada di titik terjauh dengan Matahari. Fenomena Aphelion terjadi setahun sekali pada kisaran bulan Juli. Demikian pengertian yang dikutip dari BMKG.
Dilansir Time and Dates, Bumi berada di titik terjauh dari Matahari pada titik Aphelion, yang mana terjadi dua minggu setelah titik balik Matahari (solstis bulan Juni), ketika belahan Bumi utara mengalami musim panas yang hangat.
Jika fenomena Aphelion ketika jarak Bumi di titik terjauh dari Matahari, sebaliknya, fenomena Perihelion ketika jarak Bumi pada titik terdekat dari Matahari. Fenomena Perihelion terjadi setahun sekali pada kisaran bulan Januari.
Fenomena Aphelion tidak memiliki dampak signifikan terhadap Bumi. Menurut laporan LAPAN BRIN, posisi Bumi yang berada pada titik paling jauh dari Matahari ini tidak mempengaruhi perubahan suhu panas atau dingin yang diterima Bumi.
Menurut BMKG, dampak Aphelion sendiri adalah diameter Matahari akan tampak lebih kecil, yakni sekitar 15,73 menit busur atau berkurang sekitar 1,68 persen. Dengan jarak bumi dengan Matahari saat Aphelion adalah sekitar 152 juta kilometer.
4. Sampai Kapan Suhu Dingin di Musim Kemarau Terjadi?
Mengutip dari laporan BMKG, fenomena suhu udara dingin di tengah musim kemarau ini merupakan fenomena alamiah yang umum terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau. Waktunya yaitu di bulan Juli-Agustus hingga September.
"Fenomena suhu udara dingin sebetulnya merupakan fenomena alamiah yang umum terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau (Juli - September)," keterangan BMKG.
Periode tersebut ditandai dengan pergerakan angin musim dari arah timur (angin muson timur), yang berasal dari Benua Australia (angin monsun Australia).