Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat (Rerie) menyebut upaya peningkatan kinerja sektor pariwisata Indonesia serta berbagai kegiatan di dalam ekosistemnya harus mendapat dukungan semua pihak. Dukungan itu harus dilakukan dengan visi yang sama.
"Tidak akan terwujud sebuah ekosistem pariwisata yang baik kalau tidak tercipta sebuah lingkungan yang melibatkan three sector collaboration (government, civil society dan business people) yang saling mendukung," kata Rerie, dalam keterangannya, Jumat (12/7/2024).
Hal tersebut disampaikannya dalam sambutannya pada acara Bimbingan Teknis Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam Pemahaman Hak Kekayaan Intelektual bagi Pelaku Usaha Ekonomi Kreatif di Bali, yang digelar oleh Direktorat Pengembangan Sumber Daya Manusia Ekonomi Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, di Bali, Jumat (12/7).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Acara tersebut dihadiri Direktur Pengembangan SDM Ekonomi Kreatif, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI (Kemenparekraf) Fahmy Akmal, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Badung I Nyoman Rudiarta, Ketua DPW Partai NasDem Provinsi BALI Julie Sutrisno Laiskodat, Anggota DPR RI terpilih Provinsi Bali Nengah Muliana Aswintara, dan Narasumber Sabartua Tampubolon.
Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu meyakini keberhasilan peningkatan kinerja sektor pariwisata baru bisa diwujudkan bila semua pihak bekerja sebagai bagian yang tidak terpisahkan.
"All for one, One for All," tegas Rerie.
Menurut Rerie, banyak tantangan yang harus dihadapi dalam upaya meningkatkan kinerja sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Karena, jelas Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, saat ini masih banyak kasus pemanfaatan karya kreatif anak bangsa yang diduplikasi oleh para pengusaha asing untuk diperdagangkan secara luas di dunia.
Bahkan, tambah dia, antar daerah sempat akan saling menggugat terkait penggunaan motif tradisional daerah Nusa Tenggara Timur yang diproduksi secara massal di sentra tenun di Desa Troso, Jepara, Jawa Tengah.
Tetapi ternyata produsen tenun di Desa Troso itu, jelas Rerie, mengerjakan motif tenun atas dasar pesanan para pedagang kain dari berbagai daerah dan akhirnya kondisi tersebut bisa dipahami kedua belah pihak.
Kasus menjiplak karya seseorang, ungkap Rerie juga marak terjadi di dunia fesyen dan kriya di tanah air. Desain Fesyen dan kriya kualitas tinggi yang dihasilkan berdasarkan riset yang panjang dan mahal, dengan mudah ditiru dan diproduksi massal oleh pihak lain dengan harga yang jauh lebih murah.
Praktik tersebut, tegas Rerie, berbuntut usaha fesyen dan kriya yang berkualitas itu banyak mengurangi pekerja hingga gulung tikar.
Sejumlah kasus terkait karya intelektual para pelaku ekonomi kreatif di sektor pariwisata itu, menurut Rerie, harus menjadi perhatian semua pihak untuk dicarikan solusinya. Karya kreatif, diakui Rerie, tidak bisa dipisahkan dari konteks pengembangan pariwisata.
Rerie sangat berharap para pelaku ekonomi kreatif di Indonesia dapat terus melahirkan karya yang khas dan berkualitas, tanpa harus meniru atau menjiplak karya orang lain.
"Selain itu, para pelaku ekonomi kreatif juga harus mampu memahami bagaimana melakukan perlindungan terhadap karya intelektualnya dan bisa memberikan nilai tambah secara ekonomi," pungkasnya.
Simak juga Video 'Jokowi Ingin Pariwisata Indonesia Tiru Bhutan: Ada Kuota untuk Turis Asing':