Rashdul Kiblat adalah istilah yang berkaitan dengan fenomena Matahari di atas Ka'bah. Pada saat Rashdul Kiblat, Matahari persis berada di atas Ka'bah dan bayangan yang dihasilkan setiap benda tegak lurus adalah arah kiblat di lokasi itu.
Pada tahun 2024, Rashdul Kiblat terjadi dua kali, yakni di tanggal 27-28 Mei 2024 dan 15-16 Juli 2024. Lalu, bagaimana sejarah peristiwa Rashdul Kiblat? Berikut ulasannya.
Sekilas tentang Rashdul Kiblat
Dikutip dari situs Kementerian Agama (Kemenag) RI, Istiwa A'zam adalah saat di mana Matahari akan melintas tepat di atas Ka'bah. Pada saat itu, arah kiblat searah dengan matahari yang ditandai dengan bayang-bayang benda tegak lurus yang akan membelakangi arah kiblat.
Adapun menurut situs Muhammdiyah, Rashdul Kiblat adalah momen ketika Matahari persis berada di atas Ka'bah, yang mana ketika itu posisi Matahari senilai lintang Ka'bah, yaitu 21º 25'.
Dalam kondisi ini, bayangan yang dihasilkan setiap benda tegak lurus adalah arah kiblat di lokasi itu. Cara dan metode ini sangat efektif untuk mengakurasi arah kiblat di berbagai tempat.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk memverifikasi arah kiblat, di antaranya menggunakan:
- Kompas,
- Theodolite, serta
- Fenomena posisi Matahari melintasi tepat di atas Ka'bah yang dikenal dengan istilah "Istiwa A'zam" atau "Rashdul Kiblat".
Berikut cara untuk memverifikasi arah kiblat.
- Pastikan benda yang menjadi patokan harus benar-benar berdiri tegak lurus atau menggunakan lot/bandul
- Permukaan dasar harus datar dan rata sehingga bayang-bayang benda tidak bergelombang
- Gunakan jam pengukuran sesuai BMKG (dapat melalui link ini: https://jam.bmkg.go.id), RRI, dan Telkom.
Sejarah Rashdul Kiblat
Pada saat Matahari tepat berada di atas Ka'bah, bayangan di manapun pasti menghadap ke arah Ka'bah. Pada hari kiblat ini, Matahari akan berkulminasi di atas Ka'bah dan arah terjadinya bayang Matahari terhadap suatu benda lurus merupakan arah kiblat.
Dalam rentang ini, Matahari akan menyapu (menyinari) daerah-daerah yang memiliki Lintang (φ) antara 23,5º LU dan 23,5º LS. Di Indonesia, peristiwa Matahari di atas Ka'bah disebut Rashdul Kiblat atau Istiwa A'zam.
Berdasarkan catatan detikcom, Rashdul Kiblat berawal dari ilmuwan muslim ahli astronomi dan matematika, Al Biruni, yang pada sekitar tahun 1.000 masehi melakukan penghitungan arah kiblat saat Matahari di atas Ka'bah. Dia yang mempelajari dan memperhitungkan dengan tepat soal penghitungan hari kiblat.
Apa yang disampaikan Al Biruni ini semakin dikuatkan ilmuwan muslim lainnya, yaitu Al Khazin dan juga Nasir Al Din Tusi.
(kny/imk)