Urusan transportasi selepas disahkannya Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta atau UU DKJ disebut akan menjadi persoalan. Kontrasnya perkembangannya Jakarta dibandingkan dengan wilayah-wilayah penyangga atau aglomerasi dianggap sebagai salah satu pangkalnya.
"DKI business government sudah jalan. Ini tidak ditemukan di daerah-daerah," ucap pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, dalam diskusi melalui Zoom Meeting, Kamis (4/7/2024).
"DKI akselerasinya jauh dibanding daerah. Persoalan integrasi bukan soal masalah kewenangan saja," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam UU DKJ disebutkan bahwa integrasi wilayah aglomerasi termasuk dalam bidang transportasi. Wilayah aglomerasi dalam UU DKJ adalah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur, yang biasa disingkat Jabodetabekjur.
Selain itu, Yayat menilai kelak angkutan kota atau angkot akan mati jika sistem pembayaran tunai masih dipertahankan di wilayah aglomerasi. Yayat mencontohkan integrasi transportasi di Jakarta lebih masif untuk bertransaksi nontunai.
"Di Bogor, TransPakuan cashless, tapi angkotanya di Depok, Bekasi, masih menggunakan tunai. Jadi banyak angkot di kota-kota sekitar Jakarta pelan-pelan mati," kata Yayat.
Dalam diskusi yang sama, Zulkifli selaku Kepala Unit Pelaksana Sistem Jalan Berbayar Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengatakan nantinya ada lembaga yang dibentuk untuk menangani persoalan itu. Lembaga integrasi itu disebut akan dibentuk presiden.
"Pelaksanaan sampai pengawasan (transportasi) nanti Dewan Kawasan dibentuk presiden isinya dari wilayah penyangga," kata Zulkifli.
(aik/dhn)