Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta kembali menolak banding Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait Cabut Izin Usaha (CIU) PT Asuransi Jiwa Kresna atau Kresna Life.
Keputusan ini pun menuai kritik dari pengamat sektor keuangan. Pasalnya, di saat bersamaan Michael Steven selaku pemegang saham tengah dikejar OJK untuk melaksanakan ganti rugi atas gagal bayar korban Kresna Life.
Terkait putusan PTUN, Pengamat Pasar Modal, Budi Frensidy menilai tindakan yang diambil penegak hukum tidak masuk akal. Sebab, dengan statusnya yang masih buron, Michael Steven masih dapat menggugat OJK pada kasus Kresna Life.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam hal ini kita juga bingung melihat aksi atau tindakan yang belum diambil oleh penegak hukum dan juga akan semakin tidak masuk akal sekaligus sedih melihat dimenangkan gugatan dari Michael Steven. Kita meragukan keputusan yang sudah diambil oleh pengadilan," ujar Budi kepada detikcom, Senin (24/6/2024).
Budi pun menduga ada kesamaan pola fraud yang dilakukan Michael dalam pengelolaan keuangan pada perusahaan afiliasi, termasuk Kresna Aset Manajemen dan Kresna Life.
"Sejauh ini rasio-rasio yang harus diprioritaskan Kresna Life itu di bawah minimum yang ditetapkan oleh OJK, katakan rasio terpencil di bawah 100%, kemudian Risk Based Capital atau RBC di bawah 120%. Nah itu secara regulasi sudah tidak memenuhi going concern sehingga sudah sewajarnya izin dicabut setelah dikasih waktu kelonggaran cukup lama untuk memenuhi ekuitas dan segalanya dari OJK," beber Budi.
"Jadi, kita curiga ya mengalami (fraud) yang sama karena sama polanya, gaya manajemennya seperti itu dan dibuktikan dengan rasio-rasio yang tidak terpenuhi, yang merupakan salah satu ukuran dari going concern sebuah perusahaan, yang ujungnya adalah kalau tidak memenuhi diberikan pelonggaran. Kemudian, jika tidak dipenuhi ataupun tidak ditindaklanjuti dengan penyetoran ekuitas, ya dicabut izinnya," imbuhnya.
Langkah OJK Dinilai Tepat
Soal langkah pencabutan izin, Budi menilai hal tersebut sudah tepat dan sesuai dengan kewenangan OJK dalam melindungi kepentingan konsumen atau pemegang polis.
Sebelumnya, OJK juga telah memberikan waktu yang cukup kepada Kresna Life untuk memperbaiki kondisi keuangannya. Namun, upaya terakhir Kresna Life melalui penambahan modal oleh pemegang saham pengendali dan penawaran konversi kewajiban pemegang polis menjadi pinjaman subordinasi (Subordinated Loan/SOL) tidak dapat dilaksanakan.
"Ya memang utamanya OJK dalam hal ini benar apa yang sudah dilakukan berpihak pada pemegang polis sebagai pihak yang dirugikan. Dan kelonggaran kesempatan untuk menyehatkan (kondisi keuangan) dan juga sudah diberi kesempatan tidak jadi dicabut (izinnya) sehingga sebenarnya common sense dan best practice yang sudah dijalankan oleh ojk sudah benar. Permasalahannya adalah di Kresna Life, terutama di Michael Steven sebagai owner. Dan juga berikutnya yang kita bingung adalah keputusan yang diambil pengadilan," ungkapnya.
"(Terkait) Subordinated Loan tentu saja tidak akan disetujui oleh pemegang polis karena akan semakin merugikan dia. Artinya pada saat kemampuan keuangan tidak ada, prioritas untuk penerimaan pembayaran kepada mereka (perusahaan-red) dulu sehingga nanti pemegang polis semakin tidak dapat bagiannya. Nah ini akal-akalan dari owner pemegang saham utama," sambungnya.
Dukung Penuh OJK Ajukan Banding
Guru Besar Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia ini menambahkan, keputusan PTUN dapat menjadi preseden buruk terhadap upaya membangun kemajuan industri jasa keuangan, mengingat setiap keputusan OJK dibatalkan. Padahal menurutnya, OJK telah melakukan pengawasan sebagai regulator guna melindungi konsumen.
Ia pun mengimbau agar selanjutnya, OJK dapat lebih berhati-hati dalam memberi izin ke perusahaan sekaligus direksi dan jajarannya.
"Yang kita khawatirkan (kasus isi) menjadi preseden yang tidak baik. Maka berikutnya yang bisa dilakukan saya pikir hati-hati dalam memberikan izin dan terus melakukan penegakkan aturan. Dan mungkin dalam memberikan izin yang menjadi direksi dan komisaris, pemegang saham, pengendali dst, OJK harus benar-benar melihat track record dari para calon yang diusulkan," katanya.
Budi pun mendukung penuh langka OJK untuk mengajukan banding hingga ke tingkat tertinggi. Sebab menurutnya, langkah OJK telah berpihak ke masyarakat.
"Yang membuat kita bingung kenapa PTUN bela yang jelas-jelas merugikan masyarakat, jadi memang sudah sewajarnya sepantasnya kita mendukung penuh OJK untuk mengajukan banding sampai final ke tingkat tertinggi karena memang OJK melakukan ini untuk melindungi masyarakat secara umum agar kerugian tidak semakin besar," tegasnya.
"Kita harapkan pengadilan lebih berpihak kepada masyarakat dan melihat tujuan serta latar belakang sampai OJK mencabut izin. Jadi jangan hanya melihat atau mendengar satu pihak. Dan juga berusaha objeksional dalam mengambil keputusan," pungkasnya.
Simak juga 'Alasan Masyarakat Berpendidikan Tinggi Masih Terjebak Investasi Bodong':