Pantai Palabuhanratu menjadi salah satu destinasi wisata yang selalu ramai dikunjungi, karena memiliki pemandangan alam yang indah dan air laut biru yang eksotis. Untuk ke sini, harus menempuh jarak sekitar 60 Km dari Kota Sukabumi menuju ke arah selatan. Atau jika berkendara memakan waktu sekitar 2 jam.
Selain wisata yang memukau, daerah ini juga tersohor dengan tradisi pesta lautnya. Masyarakat setempat menyebutnya 'Labuh Saji'. Budayawan Sukabumi Asep Nurbagelar mengatakan tradisi labuh saji sudah berlangsung turun temurun sejak zaman penjajahan Belanda. Pelaksanaan upacara tradisional ini kemudian dirangkai dengan peringatan Hari Nelayan yang jatuh pada tanggal 6 April setiap tahunnya.
"Pelaksanaan Hari Nelayan baru muncul pada tahun 1960 (era Orde Baru). Lalu dikaitkan antara 1 peristiwa labuh saji dengan nasional yang jatuh pada tanggal 6 April. Jadi setiap tanggal 6 April dilaksanakan perayaan Hari Nelayan," katanya dikutip dari tayangan 20detik, Kamis (20/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebut tradisi Labuh Saji sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas anugerah yang telah diberikan berupa hasil tangkapan ikan. Selain itu juga menjadi bentuk penghormatan kepada 'Puun' atau pemimpin di Palabuhanratu yaitu Putri Mayang Sagara.
Asep menggambarkan sosok Putri Mayang Sagara sebagai pribadi yang gagah dan berkharisma. Akan tetapi memiliki kepedulian tinggi terhadap masyarakat yang mayoritas adalah nelayan.
"Karena namanya Palabuhanratu, masyarakatnya adalah masyarakat nelayan. Maka beliau (Putri Mayang Sagara) mengadakan acara yang tujuannya untuk membahagiakan masyarakat. Membahagiakan di sini juga sambil tasyakur atas limpahan hasil yang banyak," tuturnya.
Melihat hubungan yang terjalin 'mesra' antara pemimpin dan rakyatnya, maka tak heran wilayah Palabuhanratu sejahtera.
"Masyarakat nurut, manut, menuruti apa yang diinginkan. Mayang Sagara timbal baliknya (juga) baik kepada masyarakat. Dengan adanya timbal balik itu, sejahteralah Palabuhanratu. Dengan ratunya yang cinta masyarakat, dan rakyatnya peduli kepada Mayang Sagara," terang Asep.
Sekadar informasi, Labuh Saji mempunyai makna 'melabuh saji', berasal dari kata 'labuh' yang berarti menjatuhkan sesuatu, dan 'saji' yang artinya sesaji atau sesajen. Adapun sesaji di sini biasanya dalam bentuk kepala kerbau.
Jadi sebelumnya tradisi ini dilakukan dengan melarung kepala kerbau ke dalam laut dengan harapan agar hasil tangkapan ikan berlimpah setiap tahun. Namun kini telah diganti dengan penaburan tukik atau anak penyu, benih lobster dan lainnya.
"Labuh saji yang dilakukan masyarakat nelayan untuk menebar benih supaya pelestarian alam teluk palabuhanratu terjaga dengan menabur tukik, benih lobster, atau benih-benih lainnya," terang Bupati Sukabumi Marwan Hamami.
Sementara itu, Ketua Festival & Gelar Budaya Hari Nelayan ke 64 Palabuhanratu, Sep Radi Priadika mengungkapkan perayaan Labuh Saji dengan menabur benih ikan dan lobster membawa dampak positif. Menurutnya sumber daya alam semakin melimpah, yang pada akhirnya berdampak pada meningkatnya kesejahteraan nelayan.
"Tahun kemarin peningkatan sumber daya alam ikan itu lebih banyak. Tahun ini ikan yang sebelumnya tidak muncul, tahun ini muncul jadi banyak. Kita (di Sukabumi) ini kebanyakan jenis ikan plagis, ikan yang di dasar. Jadi seperti ikan tongkol, layur, kakap, banyak yang bermunculan. Nelayan pun berbahagia ketika sumber daya alam melimpah," jelasnya.
Hal senada disampaikan Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Yusuf Fathanah. Yusuf menyampaikan terdapat kenaikan produksi ikan di Palabuhanratu. Menurutnya ini sekaligus menjadi bukti keberhasilan program ekonomi biru yang tengah digalakkan pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Di tahun 2023 kita bisa mencapai angka 7.000 ton. Tahun sebelumnya kurang lebih 4.000 ton. Berarti ada kenaikan. Ini bisa dikatakan keberhasilan program pemerintah bahwa ternyata dengan adanya program ekonomi biru itu menghasilkan peningkatan produksi. Ekonomi biru prinsipnya adalah keberlanjutan perikanan, kelestarian sumber daya di laut," terangnya.
Untuk diketahui, ekonomi biru atau blue economy merupakan konsep pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan bagi laju pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga kesehatan ekosistem laut. Program ini kemudian diturunkan menjadi 5 kebijakan prioritas, salah satunya penangkapan ikan terukur (PIT).
Adapun PIT adalah praktik penangkapan ikan yang terkendali dan proporsional. PIT dilakukan di zona penangkapan ikan terukur, berdasarkan kuota penangkapan ikan dalam rangka menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya serta pemerataan pertumbuhan ekonomi nasional.
Kebijakan ini bertujuan untuk mempertahankan ekologi dan menjaga biodiversity, meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah, dan mensejahterakan nelayan khususnya para nelayan kecil.
"Pak Menteri mengagendakan 5 program prioritas, salah satunya penangkapan ikan terukur berbasis zona dan berbasis kuota. Palabuhanratu sebagai ujung tombak di lapangan siap untuk menyukseskan program tersebut," tuturnya.
(prf/ega)