Anggota Komisi III DPR Fraksi PDIP Trimedya Panjaitan meragukan satgas yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) mampu memberantas judi online. Karena itu, dia memberikan usulan agar satgas yang dipimpin Menko Polhukam Hadi Tjahjanto berani mengejar pemain-pemain kelas atas hingga bandar judi online.
Dia awalnya bicara terkait judi online yang menjadi persoalan global. Menurutnya, persoalan ini harus diselesaikan bekerja sama dengan negara lain.
"Judi online ini urusan masing-masing negara, negara ini bukan hanya Indonesia, dunia serius nggak memberantas judi, kenapa? Itu kan bisa dibilang misalnya pemainnya Indonesia tapi kan websitenya di negara-negara lain, itu kan kata PPATK itu, gitu loh, nah kalau konteks Indonesia ya kalau ada situs situs itu ditutup," kata Trimedya saat dihubungi, Kamis (20/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Trimedya lantas bicara terkait aparat penegak hukum. Dia meyakini aparat penegak hukum harusnya saat ini sudah mengetahui pemain-pemain kelas atas yang memegang judi online tersebut.
"Menurut saya aparat penegak hukum tahu siapa-siapa sih 'pemainnya'. Itu pasti tahu, dari siapa-siapa pemainnya dijajaki, kan ada interpol, pemain di tingkat Asia siapa, dunia siapa, gitu," jelasnya.
"Menurut saya kita nggak pernah serius pemberantasan judi online, sehingga lagi ramai diangkat tapi pemberantasannya nggak pernah serius. Kalau mau mulai kan bisa harusnya dari atas, polisi kan tahu 'pemain-pemainnya' siapa, 'pemain-pemainnya', nggak cuma bandar, bandar maupun 'pemain'. Iya itu yang harus dikejar. Itu kan kelas atas," lanjut dia.
Meski begitu, dia mengaku pesimistis dengan satgas pemberantasan judi online tersebut. Dia menyebut satgas semacam ini sudah ada sejak zaman presiden sebelum Jokowi.
"Soal tim-tim begini setiap era kepresidenan ada aja muncul tapi nggak bisa menyelesaikan masalah, tapi untuk mengingatkan lagi bahwa judi online memang harus diberantas ya oke-oke aja, tapi saya pribadi pesimistis akan serius, walau saya tahu korban judi online itu paling banyak rakyat di bawah ya," ujar dia.
Selain itu, dia juga mengusulkan agar pemerintah menggandeng tokoh agama hingga tokoh masyarakat. Menurutnya, cara itu juga ampuh mengingatkan masyarakat, khususnya menengah ke bawah, untuk tidak bermain judi online.
"Sebenarnya tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh desa itu harus beri kesadaran itu, karena yang banyak jadi korban itu bukan orang kota, tapi orang desa. Nah Indonesia dilihat dengan jumlah penduduk yang besar jadi target kan, gitu. Dilakukan penyadaran, karena yang paling ngeri ini kelas bawah, itu yang harus dibantu mengatasinya, saya sudah cerita sopir saya korban judi online, dia punya utang akhirnya saya punya pembantu juga diutangi, nah begitu bagaimana penyadaran rakyat di bawah itu," imbuhnya.
Simak soal Satgas Pemberantasan Judi Online mulai bergerak.
Saksikan Video 'Menko Polhukam: 80 Ribu Pemain Judi Online Anak Usia di Bawah 10 Tahun':
Satgas Judi Online Mulai Bergerak
Satgas Pemberantasan Judi Online yang dibentuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai bergerak melaksanakan tiga operasi penegakan hukum terkait judi online. Hari ini Satgas menggelar rapat koordinasi tingkat menteri di kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
Rapat dipimpin Menko Polhukam Hadi Tjahjanto selaku Ketua Satgas. Rapat ini dihadiri Menkominfo Budi Arie Setiadi hingga Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.
Dia mengungkap tercatat 2,3 juta warga Indonesia bermain judi online, dan 80 ribu di antaranya anak berusia di bawah 10 tahun.
Hadi juga mengungkapkan pemain judi online usia 10-20 tahun sebanyak 440 ribu orang. Kemudian, usia 21-30 tahun berjumlah 520 ribu orang.
Hadi mengungkap pemain judi online terbanyak dari rentang usia 30 sampai 50 tahun mencapai 1,64 juta orang. Sementara usia di atas 50 tahun ada sekitar 1,35 juta orang.
Hadi mengungkap masyarakat yang bermain judi online rata-rata berasal dari kalangan menengah ke bawah, dengan nilai transaksi sekali main judi online Rp 10 ribu sampai Rp 100 ribu.
Sementara masyarakat kelas menengah atas melakukan transaksi mulai Rp 100 ribu sampai Rp 40 miliar. Kendati demikian, Hadi belum mengungkap jumlah masyarakat kelas menengah atas yang bermain judi online.
Baca juga: Satgas Pemberantas Judi Online Mulai Ngegas |
Untuk menangani dengan cepat masalah judi online, Hadi menuturkan Satgas akan menindaklanjuti temuan PPATK soal 5.000 rekening yang diblokir terkait judi online.
Kemudian, menurut Hadi, Satgas Pemberantasan Judi Online akan melakukan penindakan jual beli rekening. Hadi menyebutkan para pelaku jual beli rekening ini menyasar masyarakat yang tinggal di desa.
"Yang kedua, kita akan melakukan penindakan jual beli rekening, modusnya pertama adalah pelaku datang ke kampung-kampung, ke desa-desa. Setelah datang, mereka akan mendekati korban, ngobrol dengan korban," kata Hadi.
"Dan selain itu dilakukan tahapan berikutnya adalah membukakan rekening, KTP, setelah rekening jadi, rekening tersebut diserahkan oleh pelaku kepada pengepul, bisa ratusan rekening, oleh pengepul dijual ke bandar-bandar dan oleh bandar digunakan untuk transaksi judi online," imbuhnya.
Hadi menjelaskan, Bareskrim Polri berwenang mengumumkan pemblokiran rekening tersebut dalam waktu 30 hari. Setelahnya, akan dilakukan pengecekan terhadap pemilik rekening.
"Setelah 30 hari pengumuman itu kita lihat, kita telusuri, maka pihak kepolisian akan bisa memanggil pemilik rekening dan dilakukan pendalaman dan diproses secara hukum," jelasnya.
Pengecekan dilakukan untuk memastikan kepemilikan rekening dan perannya dalam aktivitas judi online. Hadi mengatakan nantinya, jika dalam waktu 30 hari tidak ada yang melaporkan, aset itu akan diserahkan ke negara.
"Setelah 30 hari tidak ada yang melaporkan pembekuan tersebut, berdasarkan putusan pengadilan negeri, aset uang yang ada di rekening tersebut itu akan kita ambil dan kita serahkan kepada negara," ucapnya.