Komisioner Komisi Nasional Disabilitas (KND) Rachmita Maun Harahap menyoroti kurangnya perhatian dari praktisi arsitektur dan desain interior terhadap kebutuhan penyandang disabilitas. Menurutnya, hal itu masih menjadi masalah serius.
Berdasarkan keterangan yang diterima pada Jumat (14/6/2024), pernyataan itu disampaikan Rachmita dalam acara International Conference of Researching the Deaf Community di Moscow, pada 31 Mei-4 Juni 2024. Menurut dia, banyak bangunan dan ruang publik lainnya yang tidak memenuhi standar desain inklusif sehingga penyandang disabilitas sering menghadapi berbagai hambatan.
Dalam pemaparannya itu, Mitha, demikian panggilan akrabnya, menyampaikan makalah hasil penelitiannya yang berjudul 'Perspektif Praktisi Arsitek dan Desainer Interior terhadap Implementasi Desain Inklusif Dalam Pengembangan Proyek Arsitektur Interior Bagi Penyandang Disabilitas'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Mitha mengatakan kesadaran dan minimnya pengetahuan tentang desain inklusif mengakibatkan banyak desain yang tidak ramah bagi semua pengguna. Hal itu, menurut dia, menunjukkan perlunya perbaikan dalam menciptakan lingkungan yang benar-benar inklusif dan dapat diakses oleh semua orang.
"Sebagaimana dalam Undang-Undang 8 Tahun 2016 Pasal 18 hak aksesibilitas dan Peraturan Menteri PUPR Nomor 14/PRT/M/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan dan Gedung bahwa Penyandang Disabilitas mendapatkan hak untuk aksesibilitas berupa akomodasi yang layak untuk memanfaatkan setiap fasilitas publik," kata Mitha.
Mitha menyebutkan panitia dan peserta menyampaikan antusiasme terhadap desain inklusif, hal tersebut karena masyarakat di Rusia ataupun negara lain belum banyak mengetahui tentang arsitektur interior inklusif, khususnya bagi disabilitas yang tidak terlihat, seperti tuli, disabilitas disleksia, grahita, autis, bipolar, dan depresi.
"Banyak peserta internasional yang tertarik dengan topik saya dan baru menyadari pentingnya arsitektur interior bagi disabilitas," kata dosen Fakultas Desain dan Seni Kreatif Universitas Mercu Buana itu.
Lebih lanjut Mitha menjelaskan keterlibatannya dalam acara konferensi internasionalnya dari undangan panitia pada Februari lalu. Setelah mengirim abstrak sesuai dengan sembilan subtema yang disediakan, pada Maret ia diminta untuk melakukan pertemuan daring sebelum diundang secara luring ke Moskow.
"Saya sering diundang sebagai pembicara, baik nasional maupun internasional dengan topik-topik dari hasil penelitian sebelumnya. Alhamdulillah saya siap menghadapi tantangan ini," ujar Mitha.