Penggunaan salam lintas agama menjadi polemik setelah munculnya fatwa oleh Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia. Sementara itu, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyebut pelarangan ini bisa mengancam eksistensi Pancasila. Lantas, sejak kapan salam lintas agama ini mulai dipakai dan populer?
Sejarawan Asvi Warman Adam menjelaskan bahwa salam bernuansa agama belum dipakai pada era Presiden Sukarno. Menurutnya, saat itu Bung Karno memakai salam merdeka dan ucapan salam sesuai dengan waktunya.
"Setahu saya dari 1945 sampai 1965 yang ada salam merdeka (selain selamat pagi, siang, sore, dan malam)," kata Asvi Warman kepada detikcom, Rabu (12/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa salam bernuansa agama baru terdengar di era Presiden kedua RI, Soeharto. "Baru pada era Orde Baru terdengar assalamualaikum wr wb," lanjutnya.
Kemudian, penambahan salam-salam itu dimulai pada era Reformasi. Termasuk salam namo budaya hingga salam kebajikan.
"Pada era Reformasi, mulai ditambah dengan salam sejahtera untuk kita semua (ada yang mengoreksi salam sejahtera bagi Anda semua). Setelah itu muncul namo budaya, om swasti astu, shalom, salam kebajikan. Ditambah dengan rahayu bagi penganut kepercayaan. Belakangan juga ada salam Pancasila. Ya itu barangkali termasuk 'berkah' Reformasi. Pada Orba hanya assamualaikum wr wb," ujarnya.
Kendati demikian, Asvi belum mengetahui secara pasti sejak kapan salam lintas agama digunakan dalam pidato kepresidenan. Dia mengarahkan untuk mengeceknya.
"Mungkin perlu dicek pidato resmi Presiden Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY, dan Jokowi untuk mengetahui kapan mulai ada penambahan masing-masing salam tersebut," ungkapnya.
detikcom mencoba mengecek pidato resmi kepresidenan di laman situs resmi Setneg. Namun yang bisa terakses hanya pidato Presiden Jokowi dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam pidato Presiden Jokowi, sudah memakai salam lintas agama. Sementara itu, dalam naskah pidato Presiden SBY memakai assalamualaikum dan salam sejahtera bagi semua.
detikcom juga mencoba mengakses naskah presiden yang lain di data kepustakaan presiden di Perpusnas. Namun laman tersebut per pukul 12.00 WIB, Rabu (12/6/2024) tak bisa diakses.
Polemik Salam Lintas Agama
Sebelumnya, hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII tentang hukum salam lintas agama itu disampaikan dalam keterangan tertulis dari ketua SC yang juga Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh. Ijtima Ulama menyatakan pengucapan salam lintas agama bukan toleransi yang dibenarkan.
"Penggabungan ajaran berbagai agama, termasuk pengucapan salam dengan menyertakan salam berbagai agama dengan alasan toleransi dan/atau moderasi beragama, bukanlah makna toleransi yang dibenarkan," demikian salah satu poin keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia seperti diterima, Kamis (30/5).
Sementara itu, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas ikut merespons fatwa ini. Menurut Yaqut, fatwa tersebut hanya bersifat rekomendasi dan perlu melihat salam enam agama itu dari sisi sosiologis.
"Kemudian salam enam agama, itu kan praktik baik untuk menjaga toleransi, tidak semuanya harus dikaitkan dengan hal ihwal ubudiah. Jadi jangan dilihat dari sisi teologislah gitu, tapi ada sisi sosiologis yang harus dipertimbangkan," kata Yaqut seusai rapat bersama Komisi VIII DPR di gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (4/6)
Terbaru, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyebut pelarangan ucapan salam lintas agama yang dikeluarkan Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia bisa mengancam eksistensi Pancasila. Hal itu tertulis dalam sikap dan rekomendasi BPIP mengenai salam lintas agama.
"Secara sosiologis, hasil ijtima tentang pelarangan ucapan salam lintas agama dan selamat hari raya keagamaan mengancam eksistensi Pancasila dan keutuhan hidup berbangsa yang sejak dahulu kala telah terkristalisasi menjadi sebuah kearifan lokal," bunyi sikap dan rekomendasi BPIP pada poin 2 yang dilihat, Rabu (12/6/2024).
Simak juga 'Respons Ketum PBNU Terkait Salam Lintas Agama':