"Alasan yang pertama, tidak ada kepastian terhadap peserta Tapera, termasuk buruh, TNI-Polri, ASN mendapat rumah," kata Presiden Partai Buruh Said Iqbal di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024).
Said turut menyoroti lokasi yang menjadi perumahan untuk realisasi dari Tapera ini. Dia menyebut sampai adanya aturan Tapera ini, pemerintah tidak menjelaskan lokasi perumahan yang disediakan.
"Sekarang pertanyaannya, iuran sudah dipotong, terus rumahnya di mana? Coba kalian tanya sama BP Tapera dan menteri-menteri, itu rumahnya di mana? Programnya dijalankan, upahnya dipotong, pertanyaannya sederhana, tanya dulu rumahnya di mana?" ungkap Said.
Kemudian dia menjelaskan pemotongan pendapatan 3 persen untuk Tapera tidak akan mencukupi untuk pembelian rumah. Bahkan, kata dia, jika dihitung hingga 20 tahun pun tidak cukup untuk membayar uang muka pengambilan rumah.
"Dengan rata-rata upah Rp 3,5 juta, rata-rata upah ya untuk Indonesia, kalau dipotong 3 persen berarti kan Rp 105 ribu, setahun kali 12 (bulan) Rp 1,26 juta. Kalau sepuluh tahun cuma Rp 12,6 juta. Katakanlah 20 tahun dipotong iurannya, hanya 25,2 juta. Mana ada rumah harganya 12,6 juta sampai 25,2 juta. Bahkan sekadar untuk mendapatkan uang muka rumah itu tidak mungkin cukup," jelas Said. (aik/aik)