Ratusan Orang Berebut Air Kurasan Gentong Makam Imogiri
Jumat, 02 Feb 2007 14:15 WIB
Yogyakarta - Ratusan warga Yogyakarta berebut air sisa kurasan enceh (gentong) di Puralaya kompleks makam raja-raja Mataram di Pajimatan, Imogiri, Bantul. Mereka pecaya air itu mendatang berkah, dan menyembuhkan penyakit.Ritual menguras enceh ini memang selalu dilakukan setiap tahun, tepatnya setiap hari Jumat Kliwon di Bulan Sura. Berdasarkan penanggalan Jawa, upacara tersebut jatuh pada hari ini, Jumat (2/2/2007). Upacara digelar di depan pintu masuk makam Raja Sultan Agung. Prosesi nguras enceh dimulai pukul 09.00 WIB. Acara dibuka dengan kenduri dan pembacaan doa bersama yang dipimpin sesepuh jurukunci Puralaya Imogiri. Acara kemudian dilanjutkan pencucian empat enceh Nyai Danumurti, Kyai Danumaya, Kyai Mendung dan Nyai Siyem. Proses pencucian ini juga diawali dengan doa bersama di hadapan keempat enceh yang terletak di depan gerbang makam Sultan Agung. Abdi dalem Kraton Surakarta melakukan ritual di depan enceh Kyai Mendung yang berasal dari Ngerum (Romawi) dan enceh Nyai Siyem (Siam). Sedang abdi dalem Ngayogyakarta bertugas membersihkan enceh Kyai Danumurti dan enceh Kyai Danumaya yang berasa dari Palembang.Usai pembacaan doa, para abdi dalem Surakarta terlebih dahulu mengisi duabuah enceh Kyai Mendung dan Nyai Siam. Setengah jam berikutnya, para abdidalem Ngayogyakarto mengisi enceh Kyai Danumaya dan Nyai Danumurti. Air yang melebur dari enceh itulah yang kemudian diperebutkan warga.Banyak warga yang langsung mengusap tangan di badan enceh kemudian mengelap di kening, kepala dan tengkuk. Sebagian lagi memasukannya ke dalam botol bekas air minum untuk dibawapulang. Tapi banyak pula yang langsung meminumnya, padahal air tersebut masih mentah."Yang percaya, air ini dapat menyembuhkan penyakit dan tolak bala (bahaya)," kata Ny Marto Sudirjo (70) warga Kotagede Yogyakarta.Salah seorang abdi dalem Puralaya Sultan Agung Hanyokrokusumo, KRT Suryonegoro kepada detikcom mengatakan, prosesi menguras ataumembersihkan enceh ini dilakukan sejak Kamis (1/1/2007) malam. Pada pagi harinya, dilakukan pengisian kembali enceh dengan air yang diambil dari mata air Bengkung, Dlingo, sekitar 6 kilometer arah timur makam Imogiri.Yang diperebutkan warga adalah air sisa kurasan yang telah bercampurdengan yang diambil dari mata air. Dulu keempat enceh itu berfungsisebagai tempat wudhu. "Namun dalam perkembangan, banyak orang percaya air itu mendatangkan berkah bagi yang meminum atau memiliki," katanya.Seluruh rangkaian prosesi upacara tetap sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Perbedaanya hanya pada kondisi bangunan saja. Tembok-tembok bangunan makam yang runtuh akibat gempa pada 27 Mei 2006 lalu masih dibiarkan begitu saja.Tembok dan pintu gerbang makam Raja Sultan Agung yang runtuh dibiarkan teronggok di depan pintu masuk. Hanya dua buah daun pintu kayujati makam yang sengaja diamankan oleh abdi dalem.Demikian pula reruntuhan tembok makam kompleks makam Kasunanan Surakartadan Kasultanan Ngayogyakarta. Beberapa tembok bangunan yang miring hanya ditopang dengan bambu dan kayu. Sedang tembok dan pintu yang rusak sebagian besar ditutup dengan seng.
(bgs/djo)











































