Hasto PDIP: Tapera Bentuk Penindasan Baru!

Hasto PDIP: Tapera Bentuk Penindasan Baru!

Taufiq Syarifudin - detikNews
Senin, 03 Jun 2024 14:38 WIB
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (Andhika Prasetia/detikcom)
Jakarta -

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengkritik aturan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang menuai banyak kontra di masyarakat. Menurutnya, aturan memotong gaji lewat Tapera merupakan bentuk penindasan baru.

"Nah terkait dengan persoalan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) itu kan UU mengatakan tidak wajib, ketika ini menjadi wajib maka menjadi suatu bentuk penindasan yang baru dengan menggunakan otokrasi legalism tadi," kata Hasto kepada wartawan seusai kuliah umum di FISIP UI, Depok, Senin (3/6/2024).

Hasto menegaskan iuran Tapera seharusnya tidak boleh diterapkan. Terlebih aturan Tapera ini sudah mendapat banyak kritik, baik dari masyarakat umum maupun akademisi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini yang seharusnya tidak boleh dilakukan, bahkan tadi menjadi bagian dari kritik kebudayaan yang disampaikan Prof Sulistyowati (Guru Besar Antropologi UI)," jelas dia.

Sebagaimana diketahui, lewat program Tapera, buruh ataupun pekerja dengan gaji di atas upah minimum harus membayar 3% dari gajinya. Iuran ini akan menjadi tabungan perumahan pekerja yang bisa digunakan untuk manfaat Kredit Pemilikan Rumah (KPR) murah, kredit pembangunan rumah, dan kredit renovasi rumah.

ADVERTISEMENT

Di sisi lain, apabila pekerja tak mau menggunakan manfaat Tapera, nantinya tabungan tersebut dikembalikan saat pensiun dengan nominal ditambah pemupukan atau imbal hasil dari pengelolaan yang dilakukan BP Tapera.

Penjelasan Pemerintah

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebelumnya buka suara terkait iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang menuai banyak protes karena memotong gaji pegawai. Ia menyebut hal itu terjadi karena belum dilaksanakan sosialisasi yang masif.

Moeldoko mengatakan Tapera merupakan perpanjangan dari Bapertarum (Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil) yang sebelumnya dikhususkan untuk aparatur sipil negara (ASN/PNS). Kebijakan ini diperluas untuk mengatasi masalah backlog perumahan, di mana 9,9 juta masyarakat disebut belum memiliki rumah.

"Untuk itu, maka pemerintah berpikir keras memahami bahwa antara jumlah kenaikan gaji dan tingkat inflasi di sektor perumahan itu tidak seimbang. Untuk itu, maka harus ada upaya keras agar masyarakat pada akhirnya nanti bisa walaupun terjadi inflasi, tetapi masih bisa punya tabungan untuk membangun rumahnya. Itu sebenarnya yang dipikirkan," kata Moeldoko di Gedung Bina Graha Kantor Staf Presiden, Jakarta, Jumat (31/5).

Selain itu, Moeldoko menekankan bahwa Tapera ini bukan potong gaji atau iuran, melainkan sistem menabung. Pekerja yang sudah mempunyai rumah disebut bisa mencairkannya ketika pensiun.

"Jadi saya ingin tekankan Tapera ini bukan potong gaji atau bukan iuran, Tapera ini adalah tabungan. Dalam UU memang mewajibkan. Bentuknya nanti bagi mereka yang sudah punya rumah bagaimana apakah harus membangun rumah? Nanti pada ujungnya pada saat usia pensiun selesai, bisa ditarik dengan uang atau pemupukan yang terjadi," ucapnya.

Besaran simpanan peserta Tapera yang ditetapkan adalah 3% dari gaji atau upah. Besaran tersebut terbagi atas 0,5% ditanggung pemberi kerja dan 2,5% wajib dibayarkan oleh pekerja.

(maa/maa)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads