Beda-beda Reaksi Tanggapi Fatwa Ijtima soal Salam Lintas Agama

Beda-beda Reaksi Tanggapi Fatwa Ijtima soal Salam Lintas Agama

Tim detikcom - detikNews
Sabtu, 01 Jun 2024 08:06 WIB
Ketua MUI Asrorun Niam di Ijtima Ulama Komisi Fatwa
Ketua MUI Asrorun Niam di Ijtima Ulama Komisi Fatwa (Foto: dok. Istimewa)

Tanggapan Komisi VIII DPR

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mengatakan pengucapan salam lintas agama oleh seseorang tak dapat diartikan sebagai mencampuradukkan berbagai agama.

"Bagi saya, menyampaikan salam berbagai agama tak harus dipahami kita mencampuradukkan keyakinan berbagai agama. Saya sebagai seorang muslim tetap yakin dengan tata cara salam agama saya," kata Ace kepada wartawan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai informasi, Komisi VIII DPR merupakan alat kelengkapan DPR yang salah satu tugasnya ialah bidang agama. Komisi VIII juga merupakan mitra kerja Kementerian Agama.

Kang Ace, sapaan akrab Ace Hasan, mengatakan orang yang mengucapkan salam agama lain bukan berarti meyakini agama tersebut. Dia menyebut pengucapan salam itu juga ditujukan hanya kepada orang-orang yang meyakininya saja.

ADVERTISEMENT

"Namun ketika saya menyampaikan salam agama lain, bukan berarti saya meyakini salam agama itu. Saya menyampaikan salam itu untuk mereka yang meyakininya," ujarnya.

Meski demikian, Kang Ace tetap menghormati hasil Ijtima Ulama Fatwa tersebut. Dia mengatakan mengucapkan salam agama lain saat menyapa orang beragama lain juga bagian dari penghormatan.

"Kita hormati fatwa MUI sama seperti halnya kita menghormati orang yang berkeyakinan bahwa mengucapkan salam dengan menyebut salam agama lain juga bagian dari menghargai penghormatan kepada agama orang lain tersebut," ujarnya.

Tanggapan Kemenag

Tanggapan juga datang Kementerian Agama (Kemenag) RI. Kemenag mengatakan salam lintas agama merupakan praktik baik kerukunan umat dan tak sampai pada persoalan keyakinan.

"Salam lintas agama adalah praktik baik kerukunan umat. Ini bukan upaya mencampuradukkan ajaran agama. Umat tahu bahwa akidah urusan masing-masing, dan secara sosiologis, salam lintas agama perkuat kerukunan dan toleransi," kata Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin dalam keterangannya di situs Kemenag RI.

Kamaruddin Amin mengatakan, dalam praktiknya, salam lintas agama menjadi sarana menebar damai yang juga merupakan ajaran setiap agama. Ini sekaligus menjadi wahana bertegur sapa dan menjalin keakraban.

"Sebagai sesama warga bangsa, salam lintas agama bagian dari bentuk komitmen untuk hidup rukun bersama, tidak sampai pada masalah keyakinan," kata Kamaruddin.

Kamaruddin menambahkan bahwa di negara yang sangat beragam atau multikultural, artikulasi keberagamaan harus merefleksikan kelenturan sosial yang saling menghormati dengan tetap menjaga akidah masing-masing.

"Salam lintas agama adalah bentuk komunikasi sosial yang secara empiris terbukti produktif dan berkontribusi meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama," tegasnya.

Dia mengatakan ikhtiar merawat kerukunan penting terus diupayakan. Caranya, kata dia, dengan menguatkan kohesi dan toleransi umat, bukan mengedepankan tindakan yang mengarah segregasi.

"Ikhtiar merawat kerukunan ini berbuah hasil. Praktik baik warga telah meningkatkan indeks kerukunan umat beragama," sebut Kamaruddin.

Kamaruddin mengatakan, dalam tiga tahun terakhir, Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) mengalami peningkatan. Pada 2021 sebesar 72,39, indeks naik menjadi 73,09 pada 2022. Sementara pada 2023, indeks KUB kembali naik menjadi 76,02.

"Ada tiga dimensi yang dipotret, yaitu toleransi dengan skor 74,47, kesetaraan dengan skor 77,61, dan kerja sama dengan skor 76,00. Ini indikator yang sangat baik," papar Kamaruddin.

Dia melanjutkan bahwa Rasulullah pernah berucap salam kepada sekumpulan orang yang terdiri atas muslim dan nonmuslim (Yahudi dan orang musyrik) (HR Al-Bukhari). Ketika ada yang mengingatkan terlarang hukumnya mengucapkan salam kepada nonmuslim, sahabat Nabi, Abdullah Ibnu Mas'ud, mengatakan, 'Mereka berhak karena telah menemaniku dalam perjalanan'. Sahabat lain, Abu Umamah al-Bahiliy, setiap kali berjumpa orang, muslim ataupun nonmuslim, selalu berucap salam. Dia bilang, agama mengajari kita untuk selalu menebar salam kedamaian (Tafsir al-Qurthubi, 11/111). Menurutnya, salam adalah penghormatan bagi sesama muslim, dan jaminan keamanan bagi non-muslim yang hidup berdampingan (Bahjat al-Majaalis, Ibn Abd al-Barr, 160).

Kamaruddin menyebutkan imbauan MUI mungkin relevan bagi yang merasa imannya akan terganggu bila ia mengucap salam lintas agama. Namun dia menyarankan agar tidak melarang atau ragu akan iman orang yang berucap salam lintas agama.

"Dalam beragama, diperlukan sikap luwes dan bijaksana sehingga antara beragama dan bernegara bisa saling sinergi," katanya Kamaruddin.

Menurutnya, masalah hukum salam lintas agama pernah dibahas juga dalam Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur pada 2019. Dalam simpulannya disebutkan pejabat muslim dianjurkan mengucapkan salam dengan kalimat 'Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh', atau diikuti dengan ucapan salam nasional, seperti selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua, dan semisalnya. Namun, dalam kondisi dan situasi tertentu, demi menjaga persatuan bangsa dan menghindari perpecahan, pejabat muslim juga diperbolehkan menambahkan salam lintas agama.

PGI Bicara soal Salam Tak Wakili Agama Tertentu

Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) juga menyampaikan pernyataan mengenai pengucapan salam dalam kegiatan. PGI tidak secara spesifik menanggapi hasil fatwa tersebut karena hal itu merupakan urusan internal umat Islam.

"Fatwa yang dimaksudkan di atas sifatnya adalah internal umat Islam, kami tentu tidak dalam kapasitas mengomentari hasil keputusan internal bahkan yang menjadi keyakinan (forum internum) agama lain," kata Sekretaris Eksekutif Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Pendeta Jimmy Sormin, kepada wartawan, Jumat (31/5)..

Pendeta Jimmy kemudian menyinggung pengucapan salam berbagai agama pada saat acara pemerintah. Menurutnya, pengucapan salam beberapa agama itu terkesan membatasi eksistensi agama lain yang memiliki salam yang berbeda.

"Ucapan salam keagamaan berdasarkan 6 agama ditambah satu ucapan mewakili seluruh kelompok penghayat pada acara pemerintahan atau publik terkesan membatasi eksistensi agama-agama lain yang memiliki salam yang berbeda," sebut dia.

Pendeta Jimmy menyarankan agar salam yang digunakan dalam ruang publik tidak mewakili suatu agama tertentu. Salah satunya, kata dia, salam Pancasila.

"Seyogianya ucapan salam secara nasional atau tidak mewakili agama tertentulah yang dipakai ketika berada di ruang publik, khususnya oleh pemerintah, DPR, alat kelengkapan negara lainnya. Salam Pancasila atau salam lainnya berbasis 'bahasa bersama' maupun bahasa daerah/lokal (horas, sampurasun, sugeng sonten, tabea, dan sebagainya) akan lebih cocok untuk digunakan," sebut dia.

Namun Pendeta Jimmy mengaku menghormati inisiatif Kemenag yang mendorong pengucapan salam berbagai agama. Hal itu, menurutnya, salah satu upaya untuk menghormati perbedaan.

"Kita menghargai inisiatif Kemenag RI mendorong pengucapan salam-salam keagamaan tersebut. Sebagai upaya menghormati perbedaan dan membangun suasana kesetaraan. Namun kenyataannya ada juga kelompok-kelompok agama di Nusantara ini merasa kurang nyaman jika ucapan salam keagamaannya diucapkan oleh individu atau kelompok dari keagamaan lain, karena cara pengucapan maupun berbasis teologi atau keyakinannya," jelasnya.

"Karenanya, kita tetap menghormati perbedaan pandangan tersebut, dengan tetap terus mendorong semangat moderasi dan kebebasan beragama; beragama secara substantif dan dewasa," imbuhnya.

Pendeta Jimmy menambahkan bahwa ada pandangan bahwa salam keagamaan lain tidak pantas diucapkan oleh agama yang berbeda.

"Karena adanya pandangan bahwa ucapan salam keagamaan lain tidak pantas diucapkan oleh kelompok agama yang berbeda, tidak boleh pula ada pemaksaan dan penormalisasian ucapan salam keagamaannya (tertentu) untuk dipakai di ruang publik yang dihadiri oleh umat beragama lain sekalipun kecil jumlah pesertanya," sebut dia.


(knv/knv)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads