Sebagai salah satu penyakit kronis, leukimia (kanker darah) seringkali mengancam jiwa pasiennya. Jika tidak ditangani dengan cepat, sel-sel kanker akan terus berkembang hingga membuat tubuh penderitanya tidak mampu lagi melawan infeksi.
Biaya pengobatan penyakit leukimia yang mahal seperti kemoterapi, radioterapi, hingga transplantasi sel sumsum tulang, membuat pasien penyakit ini juga sering terbebani masalah finansial.
Heriyanto (43) adalah salah satu penyintas penyakit leukimia. Laki-laki yang berprofesi sebagai pegawai di Kantor Samsat Bima ini sudah mengidap penyakit leukimia sejak lama, hanya baru diketahui di tahun 2018 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untungnya, ia sudah menjadi peserta Program JKN dari segmen Pekerja Penerima Upah (PPU). Ia sangat terbantu dan bersyukur berkat adanya Program JKN. Ia menambahkan semua pengobatan yang ia jalani sejak didiagnosis menderita leukimia ditanggung semua oleh Program JKN.
"Gejala awalnya yang saya rasakan waktu itu badan dan persendian saya terasa lemas tidak ada tenaga. Sebenarnya saya sudah merasakan sejak tahun 2015, tapi baru ketahuan di 2018," ujar Heri, dalam keterangan tertulis, Rabu (29/5/2024).
"Waktu itu saya demam, seperti flu biasa, tapi durasinya lama, sekitar tiga bulan. Saya minum obat generik, cuma bertahan satu jam, lalu kembali lagi demamnya," sambungnya.
Ditemui di Kantor Samsat Raba Bima, Selasa (26/3), Heri bercerita akhirnya ia memeriksakan kondisinya meskipun ia harus dibujuk sang istri. Hasilnya, ternyata kemungkinan besar mengidap leukimia.
Waktu itu, Heri merasa tidak percaya karena tidak ada riwayat keluarga yang mengidap leukimia.
Dokter kemudian merujuknya ke Rumah Sakit Sanglah Bali untuk menjalani proses biopsi atau prosedur pengambilan sampel jaringan untuk mendeteksi kelainan pada tubuh. Heri pun menjalani tindakan medis untuk diambil sumsum tulang belakang dan dibawa ke laboratorium di Jakarta. Dokter di Rumah Sakit Sanglah mengatakan bahwa paling lambat dua bulan hasilnya keluar, sehingga Heri kemudian diperbolehkan untuk pulang ke Bima.
"Ternyata baru sekitar dua mingguan di Bima, dokter lalu menelepon saya bahwa saya didiagnosis mengidap Chronic Myeloid Leukemia (CML) namun bisa diatasi dengan obat. Begitu dikabari hari ini, besoknya saya langsung terbang lagi ke Bali dan dokternya tidak menyarankan untuk pulang karena mau memantau perkembangannya selama 3 bulan dengan rutin kontrol dan cek darah seminggu sekali," ucap Heri.
"Alhamdulillah berkat dukungan dari istri, orang tua dan keluarga, saya bangkit dan semangat untuk memperoleh kesembuhan. Saya lega karena Program JKN juga pelayanannya sangat luar biasa, serta dapat menjamin obat saya yang sangat mahal," lanjutnya.
Pengobatan yang ditempuh Heri merupakan pengobatan berjangka waktu panjang. Ia harus menjalani pengobatan rutin di Rumah Sakit Sanglah Bali selama kurang lebih tiga bulan.
Dalam satu bulan, ia bisa menghabiskan 90 butir dengan harga per butirnya sekitar Rp 500 ribu. Jika dihitung-hitung, satu bulan Heri bisa menghabiskan sekitar Rp 45 juta untuk biaya pengobatan leukimianya.
Menurut Heri, Program JKN hadir sebagai bukti bahwa penyakit kronis juga dapat disembuhkan.
"Saya mulai konsumsi obat dari bulan Januari 2019 sampai dengan hari ini, kalau diuangkan saya hitung-hitung sudah sekitar Rp 3 miliar. Ternyata manfaat Program JKN ini bukan main-main manfaatnya, sangat luar biasa," ucap Heri.
"Sekarang saya dapat memperoleh obat tersebut di RSUD Bima tanpa kendala. Saya bersyukur sekali terdaftar sebagai peserta JKN, semua tindakan medis yang saya lakukan ditanggung penuh oleh Program JKN," imbuhnya.
Hingga saat ini, Heri harus bergantung dengan obat-obatan. Beruntungnya, tidak ada sepeserpun biayanya.
"Alhamdulillah saya bisa melewati cobaan ini semua selama kurang lebih enam tahun sampai dengan saat ini berkat Program JKN. Semoga program mulia ini tetap ada untuk membantu peserta JKN yang sakit kronis seperti saya," pungkasnya.
(prf/ega)