Edi saat itu berstatus pensiunan Pemkot Serang yang diperbantukan di KPU Kota Serang selama 2008-2019. Dalam dakwaan penuntut umum, ia menerima tunjangan kinerja pada 2017 sebesar Rp 34,1 juta dan pada 2018 mendapat 32,4 juta.
Selain mendapat tunjangan dari KPU, terdakwa mendapat tunjangan dari atau Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) dari Pemkot Serang. Rinciannya, pada 2017 senilai total Rp 33,4 juta dan pada 2018 Rp 45,6 juta.
"Berdasarkan SK Sekjen KPU, pegawai di lingkungan sekretariat KPU wajib menerima tunjangan kinerja yang dibayarkan oleh Sekretariat Jenderal KPU, seharusnya terdakwa hanya menerima tunjangan dari KPU Kota Serang dan tidak menerima tunjangan dari Pemkot Serang," kata jaksa penuntut umum Endo Prabowo, Senin (27/5/2024).
Sekretaris KPU, jaksa mengatakan, pernah menegur terdakwa agar tidak menerima tukin yang dobel. Namun terdakwa memaksa agar tetap mendapatkan tunjangan dobel dengan membuat surat pertanggungjawaban mutlak serta menandatangani surat pernyataan tanggung jawab mutlak.
"Menyatakan apabila di kemudian hari terdapat kelebihan bersedia untuk menyetor kelebihan tersebut ke kas negara," ujarnya.
Pada Mei 2021, dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Inspektorat KPU RI, ditemukan ada kelebihan pembayaran Rp 79 juta atas nama terdakwa. Pada 14 Juli, terdakwa hanya menyetorkan Rp 5 juta ke kas Kota Serang.
"Terdakwa Edi membuat surat pernyataan 8 Juli 2021 pada pokoknya menyatakan akan mengembalikan kelebihan pembayaran dengan mencicil sampai dengan masa pensiun pada Februari 2022. Sampai dengan pensiun dan sampai dengan tahun 2024 terdakwa belum mengembalikan atas kerugian negara tersebut," ujarnya.
Akibat perbuatan itu, timbul kerugian negara Rp 79 juta. Ia didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Terdakwa tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum. Sidang dilanjutkan pekan depan dengan pemeriksaan pokok perkara. (bri/dnu)