Pengosongan Kampung Susun Bayam berdampak negatif pada anak-anak. Warga mengatakan banyak bocah menangis, syok, hingga jatuh sakit karena kericuhan saat pengosongan Kampung Susun Bayam.
Salah seorang warga, yakni Santi Kepo (32), mengatakan dua orang anaknya, yakni El dan Mentari, menjadi syok hingga trauma karena kejadian kericuhan itu. Bahkan Mentari, yang masih berusia 3 tahun, sampai demam hingga muntah seusai kericuhan antara warga dan aparat gabungan di Kampung Susun Bayam.
"Mentari semalem muntah panas sakit, muntah panas," kata Santi di lokasi hunian sementara (huntara) warga Kampung Bayam di Jalan Tongkol, Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, Rabu (22/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Santi menjelaskan, anak-anaknya masih takut dan trauma bahkan saat melihat orang yang mengenakan seragam. Karena itu, Santi berharap dia bisa tinggal secara layak dan tanpa intimidasi, tidak seperti saat tinggal di Kampung Susun Bayam dekat Jakarta International Stadium (JIS).
"Di sini anak lebih bebas karena anak-anak nggak lihat lagi polisi sekuriti mondar-mandir nggak harus ditanya 'mau ke mana, mau ke mana'. Kalau di huntara ini kan bebas dia mau main, kalau di JIS itu kalau mereka main nggak kayak biasanya. Anak saya sekarang jadi takut kalau lihat seragam, apalagi Si Mentari ini, dia nggak berani," ungkapnya.
'Saya Nggak Ikhlas Anak Diginiin'
Warga lain, yakni Suparmiyati (39), mengaku tidak ikhlas dengan perlakuan aparat gabungan terhadap warga Kampung Susun Bayam, apalagi kepada anak-anak. Menurut Suparmiyati, anaknya, yakni Galang, yang belum berusia 5 tahun, juga menjadi syok dan trauma saat pengosongan terjadi.
![]() |
"Galang nangis, ya nggak nangis lagi, sampai gigit jarinya karena ketakutan. Si Galang ini kalau tidur ngigo jadi saya peluk terus dia demam juga karena kaget nggak bisa lihat kasar begitu jadi anak-anak banyak yang syok. Saya nggak ikhlas nggak ridho lahir batin dunia akhirat anak-anak diginiin," katanya.
Suparmiyati berharap anak-anak Kampung Bayam bisa mendapatkan tempat tinggal di lingkungan yang lebih layak dan aman. Dia mengaku tidak mempermasalahkan jika harus tetap tinggal di huntara.
"Kalau saya mau yang terbaik saja, kalau memang kita harus di sini asalkan nggak diusik lagi kaya di JIS, bikin anak nggak trauma dan nggak emosi, walau tinggal di sini aman nyaman nggak apa-apa, bagi saya yang terutama itu kan nyaman," harapnya.
Warga Kampung Susun Bayam lainnya, Yuli (25), mengungkap banyak anak-anak trauma hingga demam seusai kericuhan antara aparat gabungan dengan warga Kampung Susun Bayam pada Selasa (21/5) kemarin. Dia mengatakan pengosongan Kampung Susun Bayam diwarnai kericuhan yang membuat warga syok.
"Suasana kemarin bener-bener tegang bikin syok, posisi dari sarapan tiba-tiba diteriakin pakai toa, rumah berantakan, kita semua ke bawah, nasi udah dibuat sampai basi," kata Yuli.
"Sehabis itu anak-anak trauma banyak yang demam. Ada juga Mbak Mera tadinya di rumah, karena syok terus ngedrop jadi dibawa ke RS, denger-denger ke Sulianti Saroso, infonya sih sakit tipes," sambungnya.
Menurut Yuli, situasi di Kampung Susun Bayem makin menegangkan, bahkan kericuhan antara warga dan aparat gabungan tak terhindarkan. Kondisi itu diperparah oleh terbatasnya jumlah laki-laki yang bisa membela diri.
Warga Kampung Susun Bayam akhirnya kembali ke huntara setelah lebih dari setahun hunian sementara itu mereka tinggal.
Simak juga Video: Beredar Video Penggusuran Warga Kampung Susun Bayam, Ini Kata JakPro