Dua anak muda menjadi pegiat konservasi dari ketidaksengajaannya. Salah seorang jatuh cinta pada owa Jawa, seorang lainnya punya alasan sederhana karena hobi memancing. Hal itu terungkap pada pekan Keanekaragaman Hayati Indonesia 2024 di Gedung Manggala Wanabakti KLHK Jakarta.
Perempuan muda yang menjadi Co-Founder dan Director KIARA (Yayasan Konservasi Ekosistem Alam Nusantara) Rahayu Oktaviani, mulanya tertarik untuk meneliti tentang primata besar seperti orang utan. Namun sejumlah keterbatasan membuatnya harus pindah haluan.
Ia pun ditawarkan untuk meneliti owa Jawa di Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang tak jauh dari Jakarta. Ia 'kesengsem' dengan keindahan suara primata kecil tersebut hingga akhirnya fokus menekuni konservasi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak hingga saat ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari owa Jawa saya belajar, awalnya tertarik dengan perilaku mereka tapi lalu saya sadari ada hubungan penting antara manusia dan alam yang tidak bisa dipisahkan. Manusia dan alam ini bagian dari konservasi. Jadi kita terus melakukan riset dan monitoring, penelitian, hingga pengembangan masyarakat di sekitar hutan," ungkapnya dalam sesi diskusi di Kantor KLHK, Jumat (17/5/2024).
Ia menjelaskan dalam upaya konservasi, dibutuhkan pengembangan dan kapasitas staf lapangan agar mereka memahami pentingnya hasil konservasi. Asesmen pun perlu dilakukan untuk mendukung pengembangan dan kapasitas peneliti lokal.
Selain itu, perlu adanya penguatan kolaborasi multipihak dalam upaya konservasi. Berbagai hasil penelitian juga harus dipublikasikan dengan bahasa yang sederhana. Dengan demikian, pihaknya dapat membumikan pengetahuan menjadi informasi yang mudah dimengerti oleh berbagai lapisan masyarakat.
"Kita butuh sekali banyak teman-teman yang masih muda dan berjiwa muda untuk ikut konservasi. Karena satu pertanyaan (dalam penelitian dan konservasi) akan menimbulkan pertanyaan lainnya. Kita juga menyediakan beasiswa untuk mahasiswa yang ingin melakukan penelitian, juga ada mentoring. Semoga ini memupuk benih-benih peneliti ke depannya," tutur Rahayu.
Dalam kesempatan yang sama, Penggiat Konservasi Ikan Air Tawar Taman Nasional Betung Kerihun, Irawan menceritakan upayanya melakukan konservasi. Ia mengaku tidak memiliki latar belakang pengetahuan di ilmu perikanan, tetapi dirinya hobi memancing.
Untuk melakukan eksplorasi sekaligus pendataan jenis ikan di wilayahnya, ia rutin melakukan patroli resort.
"Kebanyakan menggunakan teknik mancing, dari hobi mancing jadi sering mendapatkan spesimen yang sulit didapatkan," tutur Irawan.
"Kita coba mengenalkan kegiatan memancing konservasi dengan umpan buatan. Ini sempat dianggap polemik karena dianggap menyiksa ikan, tapi kita juga menggunakan metode catch and release. Setelah dapat foto dan data ikan, ikan kita lepas," tandasnya.
Ia menambahkan kegiatan ini menarik minat banyak pihak, bahkan sempat menarik perhatian pemancing dari luar negeri.
"Saya ingin mencoba dorong pengkaderan rekan-rekan yang lebih muda. Saya sering menekankan dari awal tentukan passionnya apa, kalau mulai dari hobi semua enak tidak ada keterpaksaan," pungkasnya.
(prf/ega)