Jakarta -
Badai kepercayaan publik akhir-akhir ini menerpa gedung berkelir Merah Putih di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan. Momentum seleksi calon pimpinan KPK pada tahun ini pun dinanti demi public trust terhadap KPK tak lagi amblas.
Harapan bertumpu pada siapa-siapa saja yang bakal dipilih Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengisi panitia seleksi atau pansel. Mereka akan bertugas memilah dan memilih para calon yang lolos tahapan-tahapan seleksi.
Namun ada yang berbeda untuk seleksi tahun ini. Apa saja?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pansel nantinya tidak hanya menyeleksi calon pimpinan KPK, tetapi juga Ketua dan Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Berdasarkan amanah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang merupakan hasil revisi UU KPK yang lama yaitu UU Nomor 30 Tahun 2002, KPK memang memiliki organ bernama Dewas KPK.
Jokowi sendiri sudah menyampaikan 9 nama pansel tersebut akan diumumkan pada Juni 2024. Namun nama-namanya masih disimpan Jokowi.
"Ya tokoh yang baiklah, yang punya integritas, yang concern terhadap pemberantasan korupsi, saya kira banyak sekali," kata Jokowi saat ditanya siapa nama-nama pansel tersebut.
"Tinggal nanti dipilih," imbuhnya.
Kenapa 9 orang?
Jumlah ganjil selalu dipilih untuk suatu pansel. Di UU KPK yang lama tepatnya pada Pasal 30 ayat (3) tidak disebutkan jelas berapa jumlah pansel tetapi hanya menyebutkan keanggotaannya yang terdiri atas unsur pemerintah dan unsur masyarakat.
Selepas UU KPK yang baru berlaku, ada ketentuan lebih jelas pada Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengangkatan Ketua dan Anggota Dewan Pengawas KPK yaitu jumlah pansel 9 orang yang terdiri dari 5 orang dari unsur pemerintah dan 4 orang dari masyarakat. Pansel itu nantinya ditetapkan dalam keputusan presiden (keppres).
"Adapun keanggotaan pansel tersebut akan berjumlah sembilan orang, yang terdiri dari lima orang dari unsur pemerintah dan empat orang dari unsur masyarakat yang akan ditetapkan melalui keputusan presiden," kata Koordinator Staf Khusus Presiden Jokowi, Ari Dwipayana, kepada detikcom, Kamis (9/5/2024).
Tentang apa saja syarat calon pimpinan KPK dan Dewas KPK semuanya sudah tertulis jelas dalam UU. Yang menjadi pembeda saat ini adalah masa jabatan yang sebelumnya adalah 4 tahun menjadi 5 tahun setelah Nurul Ghufron selaku Wakil Ketua KPK saat ini menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Alur Seleksi
Setelah pansel terbentuk nanti mereka akan mengumumkan penerimaan calon. Pendaftaran dilakukan dalam 14 hari kerja.
Nama-nama pendaftar kemudian akan diumumkan ke masyarakat. Publik dapat memberikan tanggapan terhadap nama-nama yang mendaftar. Pansel memiliki waktu 1 bulan untuk menerima tanggapan dari masyarakat sejak tanggal diumumkan.
Setelahnya, pansel akan memilih nama-nama yang lolos untuk kemudian diseleksi secara kompetensi, integritas, keteladanan. Singkatnya kemudian pansel akan memilih nama-nama calon sebanyak 2 kali jumlah jabatan yang dibutuhkan ke Presiden untuk diteruskan ke DPR. Artinya, untuk memilih pimpinan KPK dan Dewas KPK, pansel harus menentukan 20 orang untuk diserahkan ke Presiden dan diteruskan ke DPR.
DPR kemudian akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan dan menentukan 5 Pimpinan KPK dan 5 Anggota Dewas KPK. Mereka kemudian akan disahkan Presiden untuk mengisi jabatan Pimpinan KPK dan Anggota Dewas KPK.
Selanjutnya
Warisan Jokowi ke Prabowo
Merujuk pada alur tersebut, maka kerja pansel benar-benar dinanti dalam waktu singkat. Terlebih pada tahun ini akan terjadi transisi yaitu dari pemerintahan Jokowi ke Prabowo Subianto sebagai Presiden terpilih.
Sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024, pada tanggal 20 Oktober 2024 Presiden-Wakil Presiden terpilih akan dilantik. Pasangan calon nomor urut 2, Prabowo-Gibran akan melakukan pengucapan sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden.
Di sisi lain, masa jabatan pimpinan KPK dan Dewas KPK akan berakhir pada 20 Desember 2024. Artinya, kelak hasil seleksi pimpinan KPK dan anggota Dewas KPK akan dilantik Prabowo.
Jauh-jauh hari publik sudah menitipkan pesan pada Jokowi agar benar-benar menghasilkan pucuk pimpinan di KPK yang lebih berintegritas. Direktur Eksekutif Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi, misalnya, pada Minggu, 12 Mei 2024, mengingatkan pansel harus berintegritas.
"KPK harus hati-hati kalau trust-nya terus-menerus merosot. Apa pun yang dilakukan KPK itu akan ditolak oleh publik. Ini adalah lonceng kematian untuk lembaga apa pun. Kalau misalnya trust-nya buruk sehingga apa pun yang dikeluarkan akan mengalami resistensi," kata Burhanuddin dalam diskusi daring yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW) itu.
Burhanuddin berharap Jokowi cermat dalam menentukan susunan Pansel Capim KPK dengan melihat situasi KPK saat ini. Burhanuddin mengingatkan pemilihan pansel akan menentukan citra publik terhadap Jokowi yang segera mengakhiri jabatannya.
"Menurut saya, ini kesempatan terakhir untuk Pak Jokowi memberikan legasi sekaligus menaikkan motivasi publik beliau punya komitmen meninggalkan warisan yang positif. Caranya, pilih Pansel yang baik yang memberi keyakinan publik bahwa pimpinan KPK dan Dewas ke depan memberikan optimisme dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi," jelasnya.
Burhanuddin mengatakan dukungan publik terhadap KPK juga menurun gara-gara berbagai persoalan internal KPK. Dia menyinggung kasus dugaan pemerasan mantan Ketua KPK Firli Bahuri terhadap SYL. Burhanuddin mengajak semua pihak ikut mengawasi pemilihan Pansel Capim KPK demi perbaikan KPK.
"Karena melalui pemilihan Pansel yang baik, yang berintegritas kita punya ekspektasi lahir pimpinan KPK dan Dewas yang lebih kredibel berintegritas lebih berani dalam penegakan hukum khususnya pemberantasan korupsi," tuturnya.
Burhanuddin menilai langkah Jokowi dalam menentukan Pansel Capim KPK juga berdampak pada citra pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
"Karena dampaknya nanti kepada Pak Prabowo kalau misalnya proses pimpinan KPK tidak sesuai ekspektasi karena pemilihan Pansel pimpinan KPK dan Dewas yang di luar ekspektasi dan kurang berintegritas, maka apa pun yang dilakukan pemerintahan mendatang itu akan dianggap bagian dari masa lalu yang kelam terkait pemberantasan korupsi yang terus menerus mengalami penurunan," jelasnya.
Burhanuddin kembali mengingatkan semua pihak untuk mengawasi proses pemilihan Pimpinan KPK. Dia berharap Presiden Jokowi cermat dalam menentukan susunan Pansel Capim KPK nantinya.
"Jadi arahnya harus disasar atau dialamatkan kepada beberapa pihak. Satu kepada pemerintahan Jokowi karena ini di ujung jabatan beliau, tapi di saat yang sama juga harus didesakkan kepada Pak Prabowo karena bagaimanapun Pak Prabowo nanti yang akan terkena dampaknya," kata dia.
"Apakah dapat getah atau nangkanya itu, ditentukan keputusan pemerintah sekarang dalam menetapkan susunan Pansel Pimpinan KPK atau Dewas. Apakah Pansel itu berintegritas, berani, itu juga ditentukan oleh apa yang kita desakkan hari ini," imbuhnya.
Setali tiga uang, IM57+ Institute mengatakan sikap Jokowi dalam pembenahan di tubuh KPK akan tercermin dalam calon pimpinan KPK yang akan dihasilkan lewat seleksi pansel kelak. Sebab, IM57+ menilai pelemahan di tubuh KPK, selain melalui revisi UU KPK, juga bisa terlihat dari hasil kerja Pansel Calon Pimpinan KPK tahun 2019. Saat itu pansel meloloskan calon pimpinan KPK untuk mengikuti uji kepatutan di DPR meski publik banyak yang melontarkan kritik.
"Refleksi sikap Presiden terhadap KPK akan ditentukan pada proses seleksi ini sehingga tidak perlu upaya luar biasa untuk melihat apakah ada sikap serius dari Presiden untuk pembenahan KPK," kata Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha secara terpisah.
"Data faktual tidak bohong. Hanya dalam waktu dua tahun awal menjabat, sudah dua pimpinan terkena persoalan etik. Sekarang bahkan, dari lima pimpinan, empat telah memiliki cacatan etik dan bahkan satu menjadi tersangka dan satunya lagi mengundurkan diri karena kasus yang sangat serius terkait gratifikasi," imbuh Praswad.
Praswad mengatakan, dalam proses seleksi di pansel pada 2019, pihaknya telah memberikan rekam jejak terkait calon pimpinan KPK yang bermasalah. Namun masukan itu tidak digubris. Dia memandang, jika hal serupa terjadi dalam Pansel Calon Pimpinan KPK tahun ini, memang tidak ada niatan untuk memperbaiki KPK dari pemerintah.
"Apabila nantinya calon pimpinan KPK bermasalah yang tetap dipilih, berarti memang tidak ada perubahan sejak pemilihan capim KPK 2019 karena pada saat itu saya selaku Ketua Advokasi WP (Wadah Pegawai) KPK telah menyampaikan seluruh informasi tentang track record capim, tetapi ternyata hanya jadi basa basi belaka tanpa kelanjutan. Makin bermasalah maka semakin dipilih. Artinya, tidak ada perubahan sikap," paparnya.
"Ini juga dapat menjadi momentum bagi Presiden pada masa akhirnya untuk memilih calon pimpinan KPK yang baik sebagai legasi terakhir," imbuh Praswad.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini