Tekad Marsilia, Membuat ODGJ 'Ada' di Mata Negara

Sosok

Tekad Marsilia, Membuat ODGJ 'Ada' di Mata Negara

Nada Celesta - detikNews
Senin, 13 Mei 2024 06:43 WIB
Jakarta -


Identitas adalah banyak hal. Dalam konteks kenegaraan, identitas dimanifestasikan sebagai Kartu Tanda Penduduk (KTP). Menurut Pasal 56 UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, setiap warga negara wajib memiliki KTP sebagai bukti identitas yang sah.

Inilah yang membuat Marsilia Krenata gusar, tatkala menyadari sebagian kecil dari penduduk negeri ini kesulitan untuk memiliki penanda identitasnya sendiri. Situasi ini menjadi semakin pelik. Di satu sisi individu-individu ini kesulitan memperoleh KTP karena kondisi kesehatan, sementara di sisi lain untuk mengejar fasilitas kesehatan, ada KTP yang harus mereka tunjukkan. Mereka adalah orang-orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Setiap kali saya melihat ODGJ yang parah, pasti harus ke rumah sakit. Tetapi, untuk menuju ke rumah sakit kan sekarang pakai sistem BPJS. Yang diperlukan ketika BPJS nggak ada, berarti saya tanya, permasalahannya apa. Identitas. Nah identitas itu yang kadang terabaikan, atau diabaikan, atau dipersulit pengurusannya." ungkap Marsilia Krenata di program Sosok detikcom.

Maka, masalah pelik inilah yang membuat Marsilia membuat gerakan untuk membantu orang-orang yang kesulitan memperoleh identitas. Ia mendirikan Yayasan Marcelia Peduli Sosial. Selain menangani persoalan orang-orang tanpa identitas,
Wanita empat anak ini juga menyoroti berbagai hambatan terhadap akses perawatan yang layak. Ia mengaku, Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah kurangnya pemahaman keluarga tentang bagaimana menangani ODGJ.

ADVERTISEMENT

Ini adalah langkah pertama Marsilia untuk menjauhkan para ODGJ dari pasung. Dengan adanya KTP, keluarga dapat mengurus BPJS guna memperoleh fasilitas kesehatan dan menghindarkan penderita gangguan jiwa dari ancaman dan bahaya.

Dua puluh satu tahun mengusahakan identitas bagi para penderita gangguan jiwa, ada berbagai hal yang yang membuatnya berkali-kali ingin menyerah. Salah satu masalah itu adalah administrasi. Marsilia menuturkan, permasalahan semakin pelik tatkala ODGJ sudah berada di jalanan. Meski telah diserahkan ke dinas terkait, ODGJ jalanan tetap rentan mengalami penolakan untuk dibuatkan KTP.

"Jika misalnya (ODGJ) ditemukan di kota A, dia menjadi warga kota A. Otomatis kota A berkeberatan. Karena apa? Dengan mengizinkan mereka menjadi warga kota A, berarti sudah menjadi kewajiban kota A untuk mengurus orang tersebut, orang terlantar tersebut. Berarti, bersedia dibebankan. Beda kalau pengusaha yang datang, ya welcome semuanya, gitu kan," tutur Marsilia.

"Padahal saya yakin, dinas sekeliling tahu di mana ketelantaran itu ada. Atau sekadar pura-pura tidak tahu, saya nggak tahu. Ya kan?" lanjutnya.

Menggunakan jasa calo seakan menjadi satu-satunya opsi untuk merekam identitas mereka yang memiliki gangguan jiwa. Hal ini pun diperkuat dengan penemuan Marsilia. Ia pernah mewawancarai beberapa keluarga dengan ODGJ di daerahnya, dan semua mengaku dipersulit saat membuat KTP.

Bahkan, keluarga terkait juga dimintai sejumlah dana untuk penerbitan sebuah KTP. Padahal, sesuai dengan peraturan UU No 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan pasal 79A menyatakan bahwa pengurusan dan penerbitan Dokumen Kependudukan tidak dipungut biaya.

Marsilia menyadari, cukup sudah lingkaran setan ini terus berjalan. Sejak Oktober 2023, ia pun membulatkan tekad untuk mengusahakan identitas yang sah untuk ODGJ binaannya. Namun, sesuai perkiraan, Marsilia pun dipersulit sedemikian rupa.

"Prosesnya panjang ya. Cuma, sayangnya pihak Dukcapil pernah tiga kali saya bolak-balik, dari Dukcapil disuruh ke Kelurahan, dari Kelurahan disuruh ke Dukcapil. Kayak supir angkot aja, PP (pulang-pergi, red). Dan itu tiga kali tanpa menghasilkan apapun. Baru ketika saya geram, bergerak semua," kenang Marsilia.

Akhirnya, identitas ODGJ binaan Marsilia tinggal selangkah lagi menuju keabsahan. Rencananya, empat warga binaan Marsilia akan melakukan perekaman identitas pada Senin, 13 Mei 2024.

"Lumayan sih dari Oktober (2023), dan ini rencananya tanggal 13 (Mei 2024) nanti rekaman akan dimulai," ujar Marsilia.

Marsilia optimis, pembuatan kartu identitas untuk warga binaannya akan mempermudah akses kesehatan mereka. Harapannya, proses mengurus BPJS akan lebih mudah sehingga makin mudah pula mendapat obat untuk para ODGJ yang ia bina. Pulihnya warga binaan Marsilia berarti juga memungkinkan mereka untuk bisa bermasyarakat. Dengan demikian, para ODGJ ini bisa hidup mandiri dan tidak selalu bergantung kepada keluarga atau orang lain.

Meski demikian, Marsilia berpendapat bahwa seharusnya tidak sesulit ini mengurus KTP untuk ODGJ. Maka, ia berharap pemerintah dapat lebih memperhatikan persoalan kesehatan jiwa. Sebab, para ODGJ juga berhak hidup layak, sama seperti orang-orang lainnya.

"Mereka harus, ya, survive ya untuk hidup dia dan tidak tergantung oleh keluarga. Keluarga capek. Tapi mereka (ODGJ) lebih capek. Karena mereka yang mengalami. Ketika semua lelah, ini menjadi tanggung jawab siapa? Makanya saya mohon kepada pemerintah yang ada. Tolong, jangan dianaktirikan, kesehatan jiwa. Kadang kita selalu bicara tentang stigma, tetapi pemerintah yang ada juga masih menganaktirikan kesehatan jiwa. Jadi sebetulnya stigma itu ada di mana? Di masyarakat, atau di pemerintahan?" tutur Marsilia.

(nel/vys)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads