Lahir dari keluarga seniman, Lia Ayu Susilowati tidak asing dengan seni. Ayah adalah guru lukis, sedangkan ibunya merupakan pengajar kelas kuliner daerah. Sementara, kakek Lia adalah pembatik yang sering mengajar banyak murid di sanggar seni buatannya.
Tapi bagi Lia, tata busana adalah jalan seni yang dipilihnya. Kini, Lia dikenal sebagai perancang busana untuk Saelia Boutique, studio pribadinya di Tangerang. Namun, meski berprofesi sebagai perancang busana, Lia tetap menikmati berbagai kegiatan seni lainnya, termasuk membatik, seni kriya, lukisan, tari, dan lain-lain.
Bukan hanya seni yang mengalir di dalam darahnya. Sebagai anak seorang pendidik, Lia pun ingin membagikan ilmunya kepada banyak orang. Mimpi Lia menjadi nyata saat nasib mempertemukannya dengan anak-anak belia pencari cacing di kampung dekatnya tinggal di kawasan Cikupa Tangerang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebelum mereka mengikuti kegiatan di sanggar ini, mereka dulu biasanya pulang sekolah itu mencari cacing, untuk nambah-nambah uang jajan lah istilahnya. Jadi, kita mengadakan kegiatan yang positif. Saya ingin banyak merekrut anak-anak ini untuk semakin mencintai seni budaya lokal," terang Lia dalam program Sosok detikcom.
Pada 2020, Lia pun memantapkan hati untuk membagikan ilmunya secara cuma-cuma. Muridnya kian bertambah, mulai dari satu remaja berkembang menjadi 8 orang. Dari 70 kepala hingga akhirnya hampir 3 kali lipat jumlahnya. Saelia pun bertumbuh tidak hanya sekedar studio busana tetapi juga sanggar budaya, tempat bertemunya seni dengan para peminat ilmunya.
Sanggar Budaya Saelia, adalah wahana bagi Lia untuk mengajar berbagai kegiatan kepada murid-muridnya. Mulai dari membatik tulis, melukis, pembuatan kriya dari limbah, membuat tekstil, pengolahan pewarna alam, tata rias, tata boga, desain, dan masih banyak lagi. Lia menuturkan, ada 72 jenis kegiatan yang diajarkan di sanggar itu.
Pendidikan gratis tidak serta-merta mempermudah Lia untuk merangkul anak-anak untuk belajar seni. Hingga tahun keeempat Sanggar Budaya Saelia ada, sang pendiri terus menghadapi banyak problematika. Lia mengaku, salah satu tantangan terbesarnya adalah meyakinkan para orang tua untuk mengizinkan anak-anaknya belajar di sanggar.
"Wawasan yang dimiliki juga mungkin kurang. Jadi, mereka juga mengharapkan anak-anak mereka itu ketika sudah sekolah, lebih baik kerja aja cari duit. Jadi, ilmu itu nggak penting, lho. Jadi, akhirnya anak-anak juga terbatas gitu. Merasa dirinya ini tidak ada potensi yang lebih" ujar Lia.
Seiring berjalannya waktu, Lia terus membuktikan bahwa konsistensi berbagi ilmu akan berbuah manis. Ia terus mendidik dan mengasah bakat para muridnya, serta mengarahkan mereka untuk berkarya secara mandiri. Pada akhirnya, tak hanya ilmu yang didapat, uang jajan tambahan pun bisa dikantongi murid-murid Lia dari kegiatan mengajar lepas atau mengisi acara seni.
Sejatinya, Lia hanya ingin membuka wawasan anak-anak didiknya bahwa masa depan terbentang luas, lengkap dengan berbagai pilihan. Usaha Lia ternyata berhasil dan melebihi harapan. Murid-murid Lia tidak hanya fasih berkesenian, tetapi juga mampu membuka peluang kerja. Mulai dari membuka toko sendiri, instruktur kelas seni, hingga melanjutkan pendidikan ke tingkat tinggi.
"Ketika mereka di sini, mereka bertemu dengan banyak teman, mereka mengikuti banyak kegiatan, mereka mengikuti banyak keterampilan, sehingga modal ilmu yang mereka dapatkan juga bertambah, dan wawasan mereka dan wawasan kedua orang tua mereka juga bertambah. Jadi, orientasi mereka itu tidak terpikir putus sekolah, harus kerja pabrikan," terang Lia.
Soal berbagi ilmu secara cuma-cuma, Lia tidak pernah merasa keberatan. Sebab bagi Lia, ilmu yang dimilikinya akan lebih bermanfaat jika dibagikan kepada orang lain.
"Mungkin, semua orang juga bisa untuk mengajarkan. Tapi, tergantung juga dari keinginannya sendiri. Mau berbagi ilmu atau tidak? Ada mungkin orang yang memiliki banyak ilmu, tapi dia cuma meng-keep untuk dirinya sendiri. Ibaratnya, ngapain sih ngasih ilmu ke orang secara gratis? Lebih baik memakai ilmu sendiri untuk mendapatkan penghasilan sendiri. Jadi, kalau saya berprinsip, ketika saya memberikan ilmu yang lebih itu, ya semoga itu nanti bisa menjadi ladang pahala, lah," jelas Lia.
"Jadi, saya minta kepada Tuhan, semoga tetap diberikan kemudahan untuk melanjutkan sanggar budaya ini," pungkasnya.
(nel/vys)