Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Golkar, Bobby Adhityo Rizaldi, menyampaikan ada beberapa kemungkinan efek negatif dari serangan Iran kepada Israel. Dia meminta Pemerintah Republik Indonesia (RI) mengantisipasi dampak negatif tersebut.
Bobby menegaskan RI tidak ingin ada konflik militer di wilayah tersebut. Namun, jika konflik ini menjadi berkepanjangan, Indonesia harus mengantisipasinya.
"Bila tidak terelakkan, tentu Indonesia harus bersiap, utamanya kesiapan rantai pasokan minyak dari Azerbaijan dan Saudi menghadapi kemungkinan konflik di Selat Hormuz," kata Bobby saat dihubungi, Minggu (14/4/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bobby menyebut harga minyak, kurs dolar ke rupiah, hingga pasokan komoditas impor akan terganggu saat adanya ketegangan di Timur Tengah.
"Harga minyak impor, ke Pertamina, kurs dolar ke Indonesia rupiah, dan rantai pasokan komoditas impor, seperti gandum dan lain-lain," kata Bobby.
Salah satu antisipasi yang perlu dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah melindungi atau hedging nilai tukar rupiah.
"Hedging terhadap dolar juga harus mulai dilakukan agar cadangan devisa tidak tergerus dalam hal exposure utang luar negeri," katanya.
Meski begitu, Bobby yakin Indonesia tidak akan terlalu terdampak. Kondisi itu terjadi karena Indonesia menerapkan politik luar negeri yang bebas aktif.
"Insyaallah Indonesia sebagai negara muslim terbesar tidak atau minim dampaknya bila ada krisis Iran seperti 8 Januari 2020 kemarin, dengan kebijakan LN bebas aktif tidak mencampuri konflik, dan akan partisipasi dalam isu internasional dalam konteks melindungi kepentingan dalam negeri," katanya.
Simak Video 'Perang Kata-kata Iran dan Israel di Sidang DK PBB':