Sementara itu Direktur Interdiksi Narkotika Bea Cukai, Syarif, mengatakan belakangan para bandar mengimpor bahan baku pembuatan narkotika ke Indonesia.
"Dan yang menarik dari kasus ini adalah bahwa kemarin mungkin Bapak dan Ibu sekalian sudah mendengar kasus yang pertama yang di Semarang. Ini adalah pembuatan sabu berasal dari bahan baku. Kemudian yang kedua yang ini adalah pembuatan ekstasi berasal dari bahan baku," kata Syarif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Syarif menuturkan jaringan narkoba mulai memproduksi narkoba di dalam negeri, tak lagi mengimpor. "Sebelumnya barang-barang ini adalah diimpor langsung oleh mereka. Sekarang mereka sudah mulai membuat di dalam negeri," tambah dia.
Karena itu, menurutnya pemerintah dan aparat penegak hukum perlu lebih intens mengawasi peredaran barang haram itu. Selain itu, dia mengatakan, diperlukan peran regulator untuk mendetailkan bahan-bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan baku narkotika untuk memudahkan pengawasan.
"Ini semakin membuat kita semakin hati-hati agar kiranya kita juga bisa mengawasi terhadap barang-barang kimia yang seperti untuk yang ini tidak masuk di dalam daftar prekusor. Tetapi bisa dipergunakan sebagai bahan baku utama," ujarnya.
Dia berharap ke depan akan ada regulasi untuk mengatur perihal bahan-bahan prekusor. Dia berharap pengawasan dilakukan lebih kuat lagi.
"Inilah yang kita lakukan monitor. Mudah-mudahan ke depannya dari regulator di dalam hal ini tentunya adalah dari Kementerian Kesehatan dan BPOM Bisa memasukkan barang-barang ini untuk menjadi prekusor sehingga pengawasannya bisa menjadi lebih kuat lagi," pungkasnya
Dalam perkara itu, polisi menetapkan empat orang sebagai tersangka yang diduga merupakan kaki tangan Fredy Pratama. Mereka berinisial A, R, C dan G. Sementara satu orang lainnya dengan insial D yang disebut sebagai pengendali empat tersang kini tengah diburu Polisi.
![]() |
Para tersangka terancam dengan Pasal 114 Ayat 2 Subsidair Pasal 113 Ayat 2 Juncto Pasal 132 ayat 2 dan Pasal 111 Ayat 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Dengan ancaman hukuman pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat enam tahun dan paling lama 20 tahun. Dengan denda maksimul Rp13 Miliar.
(ond/aud)