OTT Jarang Terdengar, KPK Bilang Koruptor Tambah Pintar

Dhani Irawan - detikNews
Rabu, 03 Apr 2024 11:38 WIB
Foto Gedung KPK: (dok detikcom)
Jakarta -

Dalam beberapa tahun terakhir mata publik tertuju ke Kejaksaan Agung (Kejagung) dibandingkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ramai-ramai pengusutan kasus korupsi. Apa benar KPK sudah kehilangan tajinya?

Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia pada Juni 2023 merilis survei angka kepercayaan publik pada KPK adalah 75,6 persen. Bukan angka yang buruk tetapi bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya sampai tahun 2019, KPK sebenarnya selalu tembus 80 persen untuk kepercayaan publik. Yang terparah pada 2021 ketika tren kepercayaan publik ke KPK anjlok di angka 65,1 persen.

Belum lagi bila dibandingkan dengan aparat penegak hukum lainnya seperti Polri dan Kejaksaan. Masih dari Survei Indikator Politik Indonesia pada Juni 2023, kepercayaan publik untuk Polri 76,4 persen sedangkan Kejaksaan berjaya di angka 81,2 persen.

"KPK pernah bahkan lebih tinggi trust-nya di atas presiden 2014-2015 sampai 2018 dan mohon maaf datanya menunjukkan setelah revisi UU KPK, trust publik justru melorot dan setelah itu KPK belum pulih itu sejak melorot di 2020," kata Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam konferensi pers virtual ketika merilis survei itu pada Minggu, 2 Juli 2023.

Angka-angka itu didapat Survei Indikator Politik melalui survei pada 20-24 Juni 2023 terhadap 1.220 responden dengan metode wawancara tatap muka oleh pewawancara yang terlatih. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode multistage random sampling dan margin of error survei +/- 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Apa yang salah dengan KPK?

Dalam beberapa tahun terakhir KPK memang mendapat sorotan tapi bukan urusan prestasi. Yang bikin miris, pucuk pimpinannya sendiri malah menjadi tersangka yaitu Firli Bahuri. Perkara-perkara di internal KPK sendiri juga seolah tak habis dari kontroversi. Ambil contoh yang hangat menjadi perbincangan yaitu adanya pungutan liar (pungli) di rumah tahanan atau rutan KPK. Duh!

Disadari atau tidak, sebenarnya KPK memiliki salah satu senjata ampuh yang menarik perhatian publik yaitu operasi tangkap tangan (OTT). Sampai-sampai ketika aturan baru KPK diketok yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, OTT menjadi sorotan tak habis-habis dari para aktivis antikorupsi sebab aturan itu dinilai bisa mengebiri KPK dalam hal OTT.

Melihat ke belakang pada tahun 2020, Kurnia Ramadhana pernah menyentil soal UU KPK yang baru itu bisa memperlambat kinerja KPK. Gerak KPK yang gesit menurutnya bisa terhalangi dengan urusan administrasi seperti perizinan dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK terkait penyadapan, penggeledahan, hingga penyitaan dengan kekhawatiran adanya celah-celah kebocoran informasi.

"KPK melakukan tangkap tangan yang melibatkan salah satu Komisioner KPU karena diduga menerima suap untuk pertukaran anggota DPR RI. Banyak pihak yang menganggap tangkap tangan kali ini, membuktikan bahwa pimpinan KPK dan UU KPK baru tidak relevan lagi untuk dipersoalkan. Faktanya justru sebaliknya, UU KPK baru (UU No 19 Tahun 2019) terbukti mempersulit kinerja KPK dalam melakukan berbagai tindakan pro justicia," ujar Kurnia saat itu.

Dia mengambil contoh OTT terhadap Wahyu Setiawan yang saat itu aktif sebagai Komisioner KPU yang belum tuntas. Sebagai pengingat, perkara itu masih menyisakan borok menganga bagi KPK yaitu 'hilangnya' Harun Masiku sampai detik ini.

Selanjutnya data OTT KPK




(dhn/imk)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork