Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) tengah menggodok Peraturan Menteri PAN-RB Tentang Pengelolaan Konflik Kepentingan atau Conflict of Interest (CoI). Nantinya, aturan itu akan berlaku di delapan ruang lingkup, mulai dari ASN hingga TNI-Polri.
Sejauh ini, KemenPAN-RB tengah menggelar konsultasi publik bersama masyarakat. Asisten Deputi Perumusan dan Koordinasi Kebijakan Penerapan Reformasi Birokrasi KemenPAN-RB Agus Uji Hantara menjelaskan salah satu masukan yang disampaikan ialah mengenai pengaturan sanksi bagi pelanggar aturan tersebut.
"Acara hari ini kan konsultasi publik. Kita ingin draft kebijakan yang disusun oleh para tim ini kita uji publik untuk pengkayaan. Banyak masukan masukan dari NGO, swasta, memang kita sudah mendiskusikan juga kemungkinan. Oleh karena itu, hasilnya akan kita olah lagi, semisal terkait sanksi. Di dalam permen ini, sanksi, karena birokrasi merujuk beberapa undang-undang ya, misal ASN, itu dulu udah ada. ketika ada maladministrasi udah ada sanksinya. Kita ingin merujuk situ. TNI-Polri juga ada aturannya," kata Uji saat ditemui usai uji publik di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2024) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara khusus, Uji menjelaskan alasan TNI-Polri turut menjadi pihak yang diatur dalam PermenPAN-RB yang memuat tentang pengelolaan conflict of interest itu. Sebab, kedua instansi tersebut termasuk dalam program reformasi birokrasi yang tengah digencarkan pemerintah.
"Karena mereka masuk program reformasi birokrasi, dia harus memperbaiki tata kelola pemerintahannya maka di dalamnya akan tergabung situ. Kita lihat memang belum tegas," ucapnya.
Dalam draft PermenPAN-RB tentang Pengelolaan CoI yang diterima, delapan ruang lingkup pejabat pemerintahan di antaranya adalah aparatur sipil negara (ASN), prajurit TNI, anggota Polri, menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian/lembaga nonstruktur, duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, gubernur/bupati/wali kota dan wakil, stafsus kementerian/lembaga dan pejabat lain yang menjalankan fungsi pemerintahan.
Sementara berdasarkan Pasal 6 PermenPAN-RB tersebut, sumber dan bentuk konflik kepentingan antara lain kepentingan bisnis atau finansial, hubungan keluarga dan kerabat, hubungan afiliasi, pekerjaan di luar pekerjaan pokok (secondary employment/moonlighting), hubungan rangkap jabatan, penggunaan pengaruh dan/atau relasi dari jabatan lama di tempat baru (revolving door), pemerasan seksual (sextortion), penerimaan hadiah/gratifikasi dan atau sumber konflik kepentingan lainnya.
Pasal 30 mengatur mengenai adanya masa tunggu (cooling off period) agar mantan pejabat pemerintahan tertentu tidak menjalankan pekerjaan/usaha yang terkait erat dengan kewenangannya terdahulu setelah yang bersangkutan pensiun. Masa tunggu yang dimaksud adalah dua tahun setelah pejabat tersebut pensiun. Selama masa tunggu itu, pejabat pemerintahan aktif di instansi pemerintah tempat mantan pejabat pemerintah tersebut menjabat atau memiliki hubungan erat dilarang mengambil keputusan atau melakukan tindakan yang dapat menguntungkan mantan pejabat pemerintah tersebut.
Uji menjelaskan urgensi dari pengelolaan konflik kepentingan antara lain mewujudkan good governence, merespons tuntutan masyarakat hingga perlunya aturan yang lebih berdampak. Sebab, kebijakan yang sudah ada, yakni PermenPAN-RB Nomor 37 Tahun 2012 perlu diperbarui.
"Kebijakan konflik kepentingan yang telah ada di PermenPAN-RB Nomor 37 Tahun 2012 perlu diupdate karena terdapat isu baru yang belum terakomodir dalam kebijakan tersebut," ujar Uji.
Uji menyebut nantinya pimpinan instansi pemerintah wajib menyediakan formulir daftar kepentingan pribadi yang memuat identitas diri pejabat pemerintahan, jabatan dan unit kerja, daftar keluarga dan kerabat yang berpotensi menimbulkan situasi konflik kepentingan, jabatan publik lain yang sedang diemban, afiliasi atau keanggotaan organisasi lain, kepemilikan saham di perusahaan, hingga rencana kerja pasca-pensiun.
"Terkait rangkap jabatan, permen ini mengarah pada yang penting dia declare dulu. Itu kan nanti dicatat, bukan berarti tak boleh tapi sebagai bagian kalau terjadi benturan kepentingan, misal BUMN ketika bicara ASN banyak ASN di sana, Eselon I komisaris sana. Tapi ada aturannya. Karena dia wakil pemerintah biasa diletakkan sana. Bukan tidak boleh, tapi ada aturan lain tetapi di sini di-declare bahwa ini di sisi A, kami komisaris di sana sehingga kalau ada hal terkait kepentingan, itu kelihatan," jelasnya.
Uji menuturkan pembahasan draft PermenPAN-RB tentang pengelolaan CoI telah dilakukan sejak November 2023 lalu. Pihaknya menargetkan aturan baru itu rampung di bulan April 2024 mendatang.
"Insyaallah, April targetnya. Ini sebentar lagi kita harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM, setelah itu langsung kita sosialisaikan dan bangun pelatihannya," ucap Uji.
"Ada beberapa pasal yang perlu penajaman kan sudah teridentifikasi nanti proses harmonisasi mengundang semua, terutama pihak terkait," sambungnya.
Dia juga berharap ke depannya aturan ini ditingkatkan menjadi Peraturan Pemerintah (PP) ataupun Peraturan Presiden (Perpres) supaya cakupannya meluas.
(taa/fas)