BMKG mengungkap pemicu gempa di Pulau Bawean, Jawa Timur. BMKG menyebutkan gempa kuat di Bawean dipicu aktivitas sesar aktif dengan mekanisme geser atau mendatar (strike-slip) di Laut Jawa.
"Gempa Bawean berkekuatan M 5,9 dan M 6,5 pada 22 Maret 2024 merupakan jenis gempa kerak dangkal (shallow crustal earthquake) yang dipicu aktivitas sesar aktif dengan mekanisme geser/mendatar (strike-slip) di Laut Jawa," kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, dalam keterangannya, Minggu (24/3/2024).
Selan itu, gempa Bawean juga dipicu reaktivasi sesar tua. Episenter gempa Bawean ternyata terletak di jalur sesar yang sudah terpetakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika mencermati lokasi pusat Gempa Bawean, tampak episenternya terletak tepat pada jalur Sesar Muria (Laut) menurut paper yang dipublikasikan Peter Lunt (2019). Jalur sesar ini berada di zona Sesar Tua Pola Meratus. Salah satu jalur sesar di zona Pola Meratus ini diduga mengalami reaktivasi dan memicu gempa," paparnya.
Daryono juga mengatakan gempa tersebut bersifat merusak. Kerusakan tidak hanya terjadi di Pulau Bawean, melainkan juga di Gresik, Tuban, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan, Bojonegoro, Pamekasan Madura, dan Banjarbaru.
Selain itu, Daryono mengatakan gempa tersebut memiliki guncangan spektrum yang luar. Di mana getaran gempa turut dirasakan hingga Banjarmasin, Banjarbaru, Sampit, Balikpapan, Madiun, Demak, Semarang, Temanggung, Solo, Yogyakarta, Kulon Progo, dan Kebumen.
Berdasarkan pemantauan BMKG, gempa tersebut tidak berpotensi tsunami. Namun, lanjut Daryono, efek gempa bisa menimbulkan deformasi dasar laut yang mengganggu kolom air laut.
"Di samping mekanisme sumber gempanya yang berupa sesar geser/mendatar tidak produktif dalam membangkitkan tsunami," ucap Daryono.
Pusat Gempa Bawean di Zona Aktivitas Rendah
Daryono menerangkan gempa Bawean berpusat di zona aktivitas kegempaan rendah (low seismicity). Atas hal itu, masyarakat awam menilai gempa Bawean 'tidak lazim'.
"Karena terjadi di wilayah yang jarang terjadi gempa dangkal. Selama ini wilayah Laut Jawa lazimnya menjadi episenter gempa-gempa hiposenter dalam (deep focus) akibat deformasi slab Lempeng Indo-Australia yang tersubduksi di bawah Lempeng Eurasia, tepatnya di bawah Laut Jawa dengan kedalaman sekitar 500-600 km," paparnya.
Selain itu, Daryono mengatakan gempa Bawean berpusat di zona Sesar Tua Pola Meratus. Dia menerangkan wilayah Laut Jawa utara Jawa Timur secara geologi dan tektonik berada pada zona Sesar Tua Pola Meratus yang mengindikasikan keberadaan jejak sesar-sesar atau patahan yang berusia tua.
Gempa Bawean, tambah dia, membuktikan jalur sesar di Laut Jawa masih aktif. Daryono menilai gempa dapat berulang dan terjadi kapan saja meski Laut Jawa utara Jawa Timur termasuk zona kegempaan rendah.
"Tetap memiliki potensi gempa karena secara geologi dan tektonik terdapat jalur Sesar Tua Pola Meratus. Sulit untuk mengatakan sebuah zona sesar tua (sutur) disebut stabil dan aman dari gempa, karena sudah banyak bukti aktivitas gempa yang terjadi di zona stabil di mana terdapat sutur, contohnya di Benua Australia, USA dll," katanya.
"Meskipun masih dalam perdebatan terkait 'residual stress' tetapi fakta menunjukkan bahwa zona stabil masih bisa terjadi gempa di mana energi gempa sangat mungkin terbangun dari 'super slow stress accumulation'," lanjut Daryono.
Kenapa Gempa Susulan Bawean Lebih Besar?
Daryono mengatakan gempa susulan di Bawean M 6,5 karena asperity (bidang bakal geser di bidang sesar) yang ukurannya lebih besar mengalami pecah belakangan. Salah satunya dipicu tekanan dari gempa pertama (M5,9) dengan asperity relatif lebih kecil.
"Bidang sesar yang pecah pertama kali (first rupture) adalah asperity pada struktur batuan yang lebih lemah, sehingga mengalami pecah duluan sebagai gempa pembuka (foreshock)," kata Daryono.
Hingga pagi tadi, BMKG mencatat terjadi 239 gempa susulan. BMKG menilai gempa susulan yang banyak terjadi itu karena karakteristik gempa kerak dangkal di Bawean terjadi pada batuan kerak bumi permukaan yang batuannya bersifat heterogen sehingga mudah rapuh patah.
"Berbeda dengan gempa kerak samudra yang batuan bersifat homogen dan elastik sehingga biasanya miskin gempa susulan bahkan terkadang tidak diikuti gempa susulan meskipun magnitudo gempanya cukup besar. Gempa susulan lazim terjadi pasca terjadi gempa kuat dan bukan untuk ditakuti. Banyaknya gempa susulan justru dapat memberi informasi peluruhan gempa sehingga kita dapat mengestimasi kapan berakhirnya gempa susulan," terangnya.
Tambah Catatan Gempa Kuat di Laut Jawa
Daryono mengatakan, sepanjang sejarah, Laut Jawa diguncang gempa kuat tiga kali sejak 1902. Dan, gempa Bawean jadi gempa kuat keempat setelah 1950.
"Gempa Bawean menambah catatan gempa kuat di Laut Jawa. Sejarah gempa kuat di Laut Jawa tidak banyak, hanya 4 kali yaitu pada 1902, 1939, 1950, dan terkini 2024," ujarnya.
Daryono mengatakan gempa Bawean jadi pelajaran penting akan ancaman gempa merusak di Jawa Timur. Tidak hanya berasal dari selatan, yaitu sumber gempa subduksi lempeng/megathrust dan sesar-sesar aktif di daratan.
"Tetapi ternyata juga dari sumber-sumber gempa di Laut Jawa di utara Jawa Timur," kata Daryono.
Simak juga Video: Rekam Wanita di Toilet, Oknum Pegawai BMKG Gorontalo Diciduk Polisi