Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima gugatan yang diajukan oleh mahasiswa bernama Teja Maulana Hakim. Gugatan tersebut terkait pasal yang mengatur tentang pembekuan partai politik selama 1 tahun jika melakukan kegiatan yang bertentangan dengan UUD 1945 ataupun peraturan perundang-undangan.
Sidang putusan perkara nomor 15/PUU-XXII/2024 digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Rabu (20/3/2024). Sidang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo.
Sebagai informasi, dalam petitumnya pemohon meminta MK menyatakan pasal 48 ayat 2 UU nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pemohon juga meminta MK menyatakan pasal 48 ayat 3 UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai 'partai politik yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (2) dibubarkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun isi pasal yang digugat itu ialah:
Pasal 48 ayat 2:
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan sementara Partai Politik yang bersangkutan sesuai dengan tingkatannya oleh pengadilan negeri paling lama 1 (satu) tahun
Pasal 48 ayat 3:
Partai Politik yang telah dibekukan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan melakukan pelanggaran lagi terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) dibubarkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Saksikan juga 'Warga Bekasi Gugat Syarat Usia Lowongan Kerja, Bandingkan RI Vs Jerman':
Adapun isi pasal 40 ayat 2 yang dimaksud dalam pasal 48 ayat 2 dan 3 itu ialah:
(2) Partai Politik dilarang:
a. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan; atau
b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan dan keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam permohonannya, pemohon merasa pasal 48 ayat 2 dan 3 itu mengancam kedaulatan Pemohon sebagai perorangan warga negara yang hidup di negara Indonesia apabila ancaman-ancaman potensi terbesar terjadi seperti disintegrasinya sebuah negara, maka konsep demokrasi sudah terabaikan demi pemajuan negara akibat kekuasaan dijalankan oleh anggota legislatif yang berasal dari partai korup. Pemohon pun menilai parpol yang melanggar UUD 1945, peraturan perundang-undangan ataupun membahayakan keutuhan negara harus dibubarkan oleh MK, bukan dibekukan lebih dulu sebagaimana diatur dalam pasal yang digugat.
Hakim MK kemudian mempertimbangkan sejumlah hal dalam putusannya. Salah satunya, hakim MK mengatakan status pemohon sebagai mahasiswa hukum tidak cukup meyakinkan adanya kerugian hak konstitusional yang bersifat spesifik dan aktual atau setidak-tidaknya yang wajar dapat dipastikan akan terjadi dengan berlakunya pasal dalam UU Parpol tersebut.
Atas dasar itu, MK menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima. Namun terdapat pendapat berbeda atau dissenting opinion dari tiga hakim konstitusi, yakni Suhartoyo, Saldi Isra, dan Arsul Sani.
"Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Suhartoyo.