2 Tahun Tsunami, BRR bek Teunget
Selasa, 26 Des 2006 14:36 WIB
Banda Aceh - Hari gini belum dapat rumah. BRR bek teunget. Kami belum dapat rumah. Begitu salah satu tulisan yang dibuat seorang pemilik rumah yang terkena tsunami di kawasan Lamjame, Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh. Setelah dua tahun tsunami, dari kebutuhan 120 ribu rumah, BRR NAD-Nias baru membangun 57.194 rumah. BRR bek teunget, kalimat berbahasa Aceh ini artinya, BRR jangan tidur. Si pemilik rumah memang berharap agar BRR tidak tidur dalam menjalankan tugasnya yang maha penting di Aceh. Chik Rini (31), si pemilik rumah, menulis plang tersebut karena jengkel sekali dengan BRR. Sebab perempuan yang rumahnya tinggal lantai ini belum juga mendapat bantuan rumah dari BRR, padahal dia sudah mengajukan permohonan sejak pertengahan tahun lalu. "Yang menjengkelkan saya, ketika saya konfirmasi beberapa minggu lalu bagaimana nasib permohonan saya, si penerima telepon di BRR bilang, karena saya tidak mengajukan permohonan perkelompok, jadi mereka tidak menanggapi. Tapi bukan itu saja yang buat saya jengkel, bahkan berkas saya menurut mereka entah ke mana," ujarnya dengan nada kesal pada detikcom, Selasa (26/12/2006). Permohonan itu sendiri menurutnya atas saran pak keuchik (kepala desa) tempat dia tinggal. Di Desa Lamjame sebenarnya sudah mendapat bantuan rumah dari sebuah NGO bernama Up Link. Tapi karena di awal-awal Chik Rini terlambat mendaftar karena mengungsi ke tempat saudaranya, dia akhirnya tidak terdaftar sebagai penerima bantuan. Jadilah oleh pak keuchik dirinya disarankan mengajukan permohonan ke BRR. "Saya dengar-dengar banyak orang mendapat rumah lebih dari satu di sini. Soalnya waktu itu katanya ada enam cadangan rumah untuk yang belum melapor, tapi ketika saya tanyakan, rumahnya sudah habis. Ke siapa rumah itu," tanyanya tak habis pikir. Chik Rini bukanlah satu-satunya yang merasa 'ditipu' BRR. Adalah Suriati (42) yang kini mendiami salah satu transitional shelter Posko Payung Desa Baet, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar. "Kami sudah diminta data-data, saya lupa kapan itu. Habis sudah lama sekali. Bahkan, kami juga diminta uang Rp 10 ribu, katanya untuk pendaftaran supaya dapat rumah BRR," akunya. Tapi sampai kini, janji dapat rumah itu tak kunjung jua terwujud. Padahal kata perempuan yang tinggal bersama suami seorang anaknya di barak seluas 5x4 meter persegi itu, dia dan suaminya sudah membeli sepetak tanah untuk ukuran rumah tipe 36, demi mendapatkan rumah. "Adalah sedikit tabungan, suami saya kan jadi tukang bangunan rumah bantuan di Pulo Aceh. Lumayan dapatnya, kami beli tanah seharga Rp 6 juta, karena katanya kalau tak ada tanah, tak dapat rumah. Jadi kami beli tanah, tapi tak juga ada bantuan," ujarnya sembari mengatakan tak tahu apa sebab rumah bantuan yang dijanjikan tak kunjung dibangun. Tak Seperti Bangun Rumah di CikarangLalu apa komentar BRR mendengar keluhan para korban tsunami tersebut?"Kita sudah bangun 57 ribu rumah dan target kita sampai Maret mendatang sudah menyiapkan 77 ribu unit rumah. Membangun rumah di Aceh kan tidak seperti membangun rumah di Cikarang. Apalagi sekarang banjir, pengiriman material dari Medan jadi terhambat, belum lagi soal pembebasan tanah," ujar Kepala BRR NAD-Nias, Kuntoro Mangkusubroto, pada wartawan usai melakukan ziarah di kuburan massal korban tsunami, Ulee Lheu, Banda Aceh, Selasa (26/12/2006). Hal yang sama juga diutarakan Direktur Kemitraan dan Stakeholder pada Deputi Perumahan BRR NAD-Nias, J.Kamal Farza. Membangun rumah di Aceh, katanya,tidak semudah membalik telapak tangan, karena banyak sekali persoalan yang dihadapi dalam proses pembangunannya beberapa waktu lalu. Saat ini, BRR tengah melakukan verifikasi dan validasi terhadap penerima rumah bantuan. Kegiatan ini baru akan selesai Februari 2007. "Dengan program verifikasi dan validasi ini diharapkan penyaluran bantuan perumahan yang tidak tepat sasaran akan tereleminisir," kata Kamal. Mudah-mudahan saja janji ini ditepati. Karena para korban tsunami tak minta yang muluk-muluk. "Kami hanya ingin rumah tempat berteduh. Kami tak perlu seminar-seminar yang membahas tentang nasib kami para korban tsunami. BRR yang bergaji besar itu, tolonglah kami dengan kerja yang serius," ujar Chik Rini lirih.
(ray/nrl)











































