Ayu Savitri Si Ilmuwan Keong

Sosok

Ayu Savitri Si Ilmuwan Keong

Nada Celesta - detikNews
Senin, 11 Mar 2024 06:59 WIB
Jakarta -

Nama Ayu Savitri tersohor di kalangan peneliti taksonomi moluska nasional. Sebab utamanya, Ayu adalah perempuan penemu 23 spesies keong darat di Indonesia. Prestasinya pun sempat diganjar berbagai penghargaan. Terbaru, BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) menobatkan Ayu sebagai satu dari 75 Ikon Berprestasi Pancasila di bidang Sains dan Inovasi. Setahun sebelumnya, Ayu diganjar dengan penghargaan Tony Whitten Conservation Prize dari Cambridge Conservation Initiative. Di tahun yang sama, ia mendapat penghargaan dari L'OrΓ©al-UNESCO For Women in Science Awards.

Berbagai penghargaan itu tak lantas membuatnya berpuas diri. Ayu mengatakan, ilmu yang diperolehnya harus disebarkan kembali sebagai wujud tangungjawab serta terima kasihnya kepada orang-orang yang mendorongnya sejauh ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ilmu-ilmu ini harus bisa di-share ke banyak orang. Karena buat apa untuk kamu sendiri, ya?" ujar Ayu kepada tim Sosok detikcom, Senin (11/3).

Jika tak sedang ekspedisi di alam bebas, Ayu menghabiskan waktunya di laboratorium. Peneliti muda keturunan Solo, Jawa Tengah ini kini mengabdikan dirinya sebagai peneliti di Laboratorium Moluska, LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) sejak 2019.

ADVERTISEMENT

Ayu juga aktif berbagi ilmu kepada para mahasiswa muda. Melalui organisasi Masyarakat Moluska Indonesia, Ayu berharap ia mampu 'melahirkan' calon peneliti-peneliti keong darat baru.

"Sebagai peneliti keong, kalau saya menjadi satu-satunya peneliti keong, itu saya nggak bisa bangga. Jadi, saya gagal dong alam menyebarluaskan kebermanfaatan keong. Yang namanya jadi peneliti, tidak bisa berdiri (sendiri), butuh banyak orang, butuh kolaborasi, dan butuh generasi penerus. Jadi, harapan saya, mudah-mudahan kalau nanti saya sudah nggak ada, yang tumbuh ada berlipat-lipat," harap Ayu.

Sebelum benar-benar menetap di Indonesia, Ayu sempat melanglang buana ke berbagai belahan dunia untuk melanjutkan studi. Lulusan S1 Universitas Padjajaran ini mengambil gelar ganda untuk studi masternya, yaitu di Universitas Padjadjaran dan Universitas Twente, Belanda. Tak lama setelah itu, Ayu meneruskan pendidikan S3 di Universitas Hamburg, Jerman.

Ayu bercerita, keputusannya untuk kembali dan berkarier di Indonesia tak datang tiba-tiba. Pergulatan batin mengenai di mana ia ingin menetap mulai muncul saat ia tinggal di Jerman. Ayu mengaku, pada beberapa aspek, menjadi peneliti di Jerman terasa lebih menjanjikan. Namun, setelah berpikir masak-masak, Ayu dan suaminya memutuskan untuk kembali ke Indonesia.

"Memang pada waktu itu kami ngobrol. Ya, kalau dari diskusi kami sih, kita kurang apa di Indonesia? Karena Indonesia itu lahannya biodiversitas dunia. Kalau kita di sini (Jerman), ya berarti kerjanya untuk negara ini. Kita mau kerja untuk siapa? Kita mau berkarya untuk siapa? Akhirnya, sudah setelah ngobrol, istikharah. Akhirnya, kami pulang. Tidak begitu banyak hambatan," kenang Ayu.

Lima tahun berlalu sejak Ayu dan keluarga kecilnya memutuskan untuk menetap di Indonesia. Sejak saat itu pula, Ayu semakin gencar ekspedisi ke berbagai daerah di ibu pertiwi untuk menjumpai aneka keong darat. Hingga saat ini, Ayu dan rekan-rekan penelitinya telah menemukan 23 spesies keong darat asli Indonesia yang tersebar di berbagai pelosok negeri.

Berbagai macam keong darat yang Ayu temukan pun turut ia beri nama. Dicharax Candra Kirana, misalnya. Keong darat pertama yang Ayu temukan ini dinamai berdasarkan cerita rakyat Keong Mas.

"Ada (keong darat) yang ketemu di Pulau Sempu. Mungkin pernah dengar cerita Keong Mas. Keong Mas itu kan, dia ceritanya ada seorang putri, yang dia ada saudaranya yang iri, terus dikutuk jadi keong. Nah, si putrinya yang dikutuk itu namanya Candra Kirana. Jadi, saya namakan dia Candra Kirana," jelas Ayu.

Selain itu, Ayu juga menamai beberapa spesies dengan nama peneliti-peneliti lainnya. Ayu memberi nama Landouria tonywhitteni sebagai penghormatan untuk konservasionis Tony Whitten. Ia juga menamai keong darat Landouria Naggsi untuk mengingat Fred Naggs, peneliti di Natural History Museum London yang pernah membuka jalan Ayu untuk menuntut ilmu di sana.

(nel/vys)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads