Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendukung langkah Rektor Universitas Pertahanan RI (UNHAN) Letjen TNI Jonni Mahroza membentuk Program Studi S2 Hukum Keadaan Darurat, Fakultas Keamanan Nasional.
Ia mengatakan langkah ini dapat menjadikan UNHAN sebagai laboratorium pengetahuan yang efektif. Dengan demikian, kondisi darurat militer, darurat sipil, hingga darurat konstitusi, dapat terus dikaji dan dicarikan solusi melalui berbagai pendekatan akademis.
Bamsoet yang juga Dosen Pascasarjana UNHAN ini menambahkan, konstitusi Indonesia saat ini tidak memiliki pintu darurat. Padahal, hal tersebut penting bilamana Indonesia mengalami keadaan darurat, termasuk saat mengalami kekosongan pemerintahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Misalnya, saat terjadi bencana berskala besar yang menyebabkan penundaan Pemilu, tidak terdapat kebijakan soal aturan lembaga yang berhak menunda pemilu hingga pengakuan konstitusionalnya. Padahal, masa jabatan anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD selesai per 1 Oktober.
"Presiden-wakil presiden bersama para menteri kabinet termasuk Triumvirat Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan juga selesai per 20 Oktober. Tersisa hanya Panglima TNI dan Kapolri yang tidak memiliki kewenangan mengisi kekosongan kekuasaan kepresidenan. Berbagai masalah ini belum ada jalan keluar konstitusionalnya setelah beberapa kali perubahan UUD NRI Tahun 1945 sehingga bisa menyebabkan negara mengalami kekosongan kekuasaan," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Kamis (7/3/2024).
Hal ini disampaikannya dalam Workshop Pembentukan Prodi S2 Hukum Keadaan Darurat, di Kampus UNHAN RI, Bogor. Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini mengungkapkan berbagai kajian maupun pendapat para ahli hukum tata negara menekankan pentingnya MPR RI sebagai representasi rakyat. Terdiri dari Anggota DPR RI dan DPD RI, lanjut Bamsoet, MPR dapat kembali memiliki kewenangan mengeluarkan TAP MPR RI yang bersifat mengatur keluar (regeling).
Bamsoet menilai hal tersebut dapat menjadi pintu darurat jika terjadi kedaruratan konstitusi sehingga Indonesia tidak mengalami kekosongan kekuasaan. Langkah ini juga disebut mampu mengatasi kebuntuan politik antar lembaga negara atau antar cabang kekuasaan hingga kondisi kedaruratan kahar fiskal dalam skala besar.
"Sejarah dunia mencatat banyak negara hancur karena kekosongan kekuasaan. Misalnya keruntuhan Yugoslavia yang disebabkan kekosongan kekuasaan pasca meninggalnya Presiden Josep Broz Tito. Kekosongan kekuasaan di Yaman setelah Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi mengundurkan diri dari jabatannya pada 22 Januari 2015, diikuti pengunduran diri Perdana Menteri Khaled Bahah juga memperburuk kondisi Yaman yang tengah dilanda kekacauan dan kerusuhan etnis," jelasnya.
Selain Yugoslavia dan Yaman, kata Bamsoet, Somalia juga sempat mengalami kekosongan pemerintahan selama kurang lebih 15 tahun. Pasca tergulingnya rezim Jenderal Siad Barre pada tahun 1991, banyak kelompok oposisi yang mengincar posisi pemerintahan, sehingga memicu pecahnya perang saudara.
Bamsoet menekankan tanpa pemerintahan yang beroperasi, hukum maupun peraturan pemerintah pun menjadi tidak berlaku.
"Menyebabkan Somalia terjerumus dalam jurang kemiskinan yang sangat parah, di samping meningkatnya ancaman terorisme. Begitupun dengan invasi Amerika bersama negara sekutunya ke Irak tahun 2003 yang berdampak pada kekosongan kekuasaan. Setelah berakhirnya pemerintahan Saddam Hussein, terjadi perang saudara di Irak, yang memperburuk permasalahan sosial, ekonomi, dan politik," pungkas Bamsoet.
Sebagai informasi, turut hadir jajaran Rektorat UNHAN RI antara lain Rektor Letjen TNI Jonni Mahroza, Warek I Laksda TNI Agus Adriyanto, Warek II Mayjen TNI Jati Bambang, Warek III Marsda TNI Ferdic Sukma Wahyudin, dan Warek IV Mayjen TNI Susilo Adi Purwantoro. Hadir pula Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI ke-1 sekaligus Anggota DPD RI Prof. Jimly Asshiddiqie, serta Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Prof. Bintan R. Saragih.
(ncm/ega)