Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) tengah ramai dikeluhkan masyarakat. Kartu itu dikeluhkan lantaran disebut diberhentikan secara sepihak oleh Pemprov DKI Jakarta.
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono buka suara. Dia menjelaskan sejumlah hal mengenai KJMU.
Sebagai informasi, Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul atau KJMU merupakan program yang memberikan bantuan pendidikan bagi mahasiswa tidak mampu. Terdapat 110 PTN yang bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta dalam program KJMU yang bisa dilihat pada tautan berikut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa PTN terdaftar mulai Universitas Indonesia, Politeknik Negeri Malang, hingga UIN Syarif Hidayatullah. Sementara itu, PTS yang telah terdaftar oleh Pemprov DKI Jakarta dalam program KJMU disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi DKI Jakarta tahun berjalan.
Hingga akhir 2022, jumlah penerima KJMU tahap II tahun 2022 mencapai 16.708 mahasiswa DKI Jakarta yang tersebar di beberapa PTN terdaftar di seluruh Indonesia.
Kembali ke Heru, dia mengatakan ada mekanisme baru yang menyebabkan perubahan data penerima KJMU tahap I tahun 2024. Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, kata Heru, kini menggunakan sumber data yang dikelola Pemerintah Pusat.
Berikut penjelasan Heru:
1. Sinkronisasi Data
Sumber data yang dimaksud adalah Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) per Februari dan November 2022 serta per Januari dan Desember 2023 milik Kementerian Sosial, lalu dipadankan dengan data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) yang dikeluarkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
"Jadi, KJP, KJMU itu kan DKI Jakarta sudah menyinkronkan data, data DTKS yang sudah disahkan di Desember 2023 oleh Kemensos," kata Heru kepada wartawan di kantor Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (6/3/2024).
Heru mengatakan pemadanan DTKS dengan Regsosek dilakukan untuk mengetahui pemeringkatan kesejahteraan (desil). Kategori desil yang masih masuk kriteria sebagai penerima bantuan pendidikan tersebut di antaranya sangat miskin (desil 1), miskin (desil 2), hampir miskin (desil 3), dan rentan miskin (desil 4).
2. Kondisi Dana
Heru juga berbicara mengenai kondisi keuangan Pemprov DKI Jakarta. Kondisi keuangan itu berkaitan dengan penyaluran bantuan pendidikan tersebut.
"Itu juga sudah disinergikan dengan Regsosek sehingga DKI menggunakan data dasarnya data utamanya adalah data DTKS. Bisa desil 1, 2, 3, 4, dan tentunya melihat kemampuan keuangan DKI," ucapnya.
3. Pastikan Tepat Sasaran
Heru juga merespons terkait keluhan yang mengatakan adanya masyarakat yang dulu mendapat bantuan, tapi tidak lagi. Dia emastikan penerima KJU akan tepat sasaran.
"Kalau memang mereka sesuai dengan persyaratan dan memenuhi syarat, itu kan ada mekanisme timbal balik, bisa dicek kembali ke dinas sosial lantas di sana ada musyawarah kelurahan," jelasnya.
"Yang penting pemda DKI memberikan bantuan ini ke tepat sasaran. Sehingga data dasarnya ada di DTKS," lanjutnya.
Ditanya soal kekhawatiran mahasiswa tak bisa melanjutkan kuliah karena KJMU-nya dicabut, Heru mengatakan pemberian bantuan dilakukan kepada masyarakat tidak mampu yang memang layak secara data.
"Jadi gini, di DKI Jakarta itu bisa di-link-kan. Dengan data di Bappenda, data kendaraan, data rumah, data aset, link. KJMU itu bagi masyarakat yang memang tidak mampu untuk dia kuliah kita berikan. Tapi kalau data yang kita link-kan dengan data pajak, data kendaraan, dia memiliki kendaraan dan dia adalah orang yang mampu masa kita berikan bantuan? Padahal dana ini terbatas, kita bisa berikan bantuan kepada masyarakat yang tidak mampu yang memang layak secara data," jelas Heru.
"Dia punya berapa kendaraan, punya berapa mobil, punya rumah, rumahnya ada di mana itu kita bisa (ketahui datanya). Jadi kalau dia klaim, kita lihat 'oh kamu punya kendaraan, punya mobil, ortunya mampu, masa kita berikan'," katanya.
Simak juga 'Sahroni soal Pilgub DKI: Anies Kali Maju Lagi':