Seno Gumira Ajidarma: antara Orba, Cinta, dan Senja

Sosok

Seno Gumira Ajidarma: antara Orba, Cinta, dan Senja

Brillyan Vandy Yansa - detikNews
Senin, 04 Mar 2024 07:14 WIB
Jakarta -

Pertemuannya dengan dunia seni terjadi saat Seno duduk di bangku kelas 2 SMA. Saat itu, ia menghadiri sebuah pementasan teater oleh WS. Rendra. Bukan hanya menikmati pertunjukan, Seno berpikir bahwa menjadi bagian dari komunitas itu akan sangat menyenangkan baginya. Maka, ia pun memberanikan diri untuk bergabung dan melakukan setiap pekerjaan yang diberikan.

Lama berkegiatan di dunia teater, karya pertama Seno justru bukan naskah drama melainkan puisi. Di bawah asuhan Remy Sylado, Seno mendalami seni tulisan di majalah Aktuil.

"Di aktuil ini gila-gila kan. Misalnya gini. 'Selamat malam, Tuan Rendra bukan? Burung anda kondor kedodor'. Nah itu. Saya baca, wah saya bisa kalau cuma begini. Saya nulis seperti itu, Masuk.." ungkap Seno sambil tertawa.

Pada tahun-tahun selanjutnya, Seno pun akhirnya dikenal sebagai sastrawan yang banyak menulis cerpen serta novel. Hidup sebagai seorang penulis di masa Orde Baru, Seno sempat kesulitan menyampaikan hasil karyanya kepada masyarakat. Hal ini ia rasakan saat cerpen-cerpen yang berhasil ia buat tidak lagi pernah dimuat di berbagai surat kabar.

"Lama-lama, tidak pernah dimuat, gitu. Karena ada stigma, kalau saya nulis pasti Timor Timur, gitu. Jadi, cerpen itu bisa mengembara gitu. Dari redaktur ke redaktur, media ke media. Meskipun akhirnya dimuat juga, ya. Di tempat yang paling tidak diperhatikan orang, gitu.
Jadi kelihatan gitu ya, bahwa, 'Wah kalau Seno itu pasti Timor Timur. Jangan deh!' Padahal yang saya kirim juga bukan Timor Timur. Kadang-kadang tentang cinta aja gitu," kenangnya.

Seno memang begitu. Isu-isu yang saat itu dianggap tabu ia poles dengan cerita rekaan yang lebih menarik dan mudah untuk dipahami. Dengan kode-kode penulisan yang ia buat, pemilik nama samaran Mira Sato itu berusaha mendekat dengan para pembacanya.

Ia tidak akan menyebut sebuah peristiwa dengan frasa yang familiar di telinga masyarakat. Biasanya, Seno lebih memilih untuk menyebutkannya dengan deskripsi singkat. Tidak jarang, untuk menyebutkan sebuah peristiwa kemanusiaan, Seno menyebutkan dengan kode-kode jarak waktu. Cara lainnya adalah menggunakan nama-nama yang identik dengan peristiwa yang ia sasar. Seno mencontohkan, dirinya selalu menggunakan nama-nama Portugis untuk setiap cerita yang ia gunakan dalam mengkritik peristiwa politik di Timor Timur.

Dalam menulis, Seno mengaku tidak memiliki resep khusus. Menurutnya, tidak ada formula untuk menyeragamkan sebuah kreativitas. Sebuah karya sastra menurutnya adalah buah karya dari pergulatan seorang penulis dengan sebuah peristiwa yang dianggapnya menarik.

"Ya resep itu nggak ada. Kalau ada, enak! Kalau menurut saya begini ya, kreativitas atau bahkan lebih dari itu, ungkapan estetik, itu lain dari satu resep. Dari bursa keindahan, gitu ya. Itu lahir dari pergulatan penulisnya, atau seniman itu, dengan realitas yang ada," tutur Seno.

Seperti saat Seno menulis tentang senja. Ia mengatakan, ada sisi lain dari diri Seno yang ingin ungkapkan. Selain romantisme dalam senja, Seno pun selalu membubuhkan kode-kode yang memuat sebuah konteks peristiwa. Seperti cerita lain di balik kisah romantis Sukab yang memotong senja untuk Alina, pacarnya.

Sebagai produk pra reformasi, nyali Seno menjadi sangat teruji. Berbagai halangan di masa-masa sebelumnya membuatnya cukup berani untuk bercerita gamblang tentang peristiwa kemanusiaan yang terjadi sekitar tahun '98. Lewat 'Clara', Seno memotret beratnya hidup menjadi Tionghoa di Indonesia kala itu.

Seno tidak seperti 'Sandra' yang kesulitan menuangkan ide tulisan dari kepalanya. Hanya dengan 'Bandana', ia menggambarkan rasa kehilangan yang begitu mendalam.

Meski demikian, Seno menekankan kembali bahwa kualitas sebuah tulisan bukan ditentukan oleh pengarang melainkan pembacanya. Maka, Seno pun bertekad untuk terus menulis guna menenangkan hatinya yang sering terusik.

"Saya nulis seperti bernapas. Nulis itu bukan pekerjaan saya, itu hidup saya. Kan seperti bernapas," kata Seno. (vys/vys)

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads