Meski telah diberhentikan dari dinas militer sejak 1998, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mendapatkan pangkat kehormatan bintang empat dari Presiden Joko Widodo pada 28 Februari lalu. Di era Orde Baru, usul Presiden Soeharto untuk menaikkan pangkat terhadap tiga orang menterinya malah pernah tidak dilaksanakan oleh Jenderal Edi Sudradjat.
Berikut ini kisahnya seperti diungkap TB Silalahi dalam dalam buku 'TB Silalahi Bercerita tentang Pengalamannya' yang ditulis Atmadji Sumarkidjo.
Suatu hari pada Maret 1993, Mayor Jenderal TNI TB Silalahi, yang saat itu menjabat Sekjen Departemen Pertambangan dan Energi, ditunjuk Presiden Soeharto menjadi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Presiden lalu meminta TB menghadap KSAD/Panglima ABRI Jenderal TNI Edi Sudradjat untuk mengajukan pensiun dini sekaligus dinaikkan pangkatnya menjadi letnan jenderal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Soal pensiun dini, Edi langsung menyetujui. Hanya, soal kenaikan pangkat satu tingkat, dia tak bisa langsung memutuskan. Rupanya, beberapa hari sebelumnya, Jenderal Edi sudah diperintahkan Presiden Soeharto untuk menaikkan pangkat Mentamben Ginandjar Kartasasmita dan Mensesneg Moerdiono dari marsekal muda ke marsekal madya.
Jenderal Edi menolak perintah Soeharto karena menilai kedua menteri itu, sejak berpangkat letnan satu hingga jenderal bintang dua, tidak pernah bertugas aktif di militer. Beda dengan TB Silalahi, yang sebelum menjadi Sekjen, jabatan terakhirnya di militer adalah Asisten Perencanaan dan Anggaran Kepala Staf Angkatan Darat.
"Itulah sikap kaku dan kerasnya Jenderal Edi walaupun menyangkut anak buah yang setia sekaligus sahabatnya," kata TB Silalahi.
Sekitar dua tahun kemudian, ketika Panglima TNI beralih ke Feisal Tanjung, pangkat Ginandjar dan Moerdiono pun naik menjadi bintang tiga. Anehnya, pangkat TB, yang militer murni, justru tidak ikut serta dinaikkan. Padahal Feisal adalah teman seangkatan di AMN (1961).
Sebagai sahabat, TB pernah melobi Wakil KSAD Edi Sudradjat agar Feisal, yang kala itu menjabat Pangdam Tanjung Pura di Kalimantan, tidak menjadi Dan Sesko karena merasa lebih pas menjadi 'perwira lapangan'. Namun lobi gagal karena Jenderal Edi berkeras dengan keputusannya agar Feisal mendapatkan pengalaman baru.
Di sisi lain, TB dan Jenderal Edi punya relasi sangat baik selama bertahun-tahun. Keduanya pernah sama-sama mengikuti Seskoad pada 1971. Ketika Edi menjadi Pangdam Siliwangi, dia banyak memberikan informasi kepada TB terkait tindakan semena-mena sejumlah oknum di Irjen Angkatan Darat dalam melaksanakan Operasi Kartika. Operasi pemberantasan korupsi tersebut kemudian dihentikan oleh KSAD Jenderal Rudini.
TB pulalah yang dipercaya Edi untuk membenahi Bank Propelat, yang nyaris bangkrut pada 1986. Dengan melibatkan pengusaha muda Tomy Winata dan Aguan (Sugianto), bank itu kemudian berganti nama menjadi Bank Artha Graha. Pada 1995, asetnya berkembang dari Rp 7 miliar menjadi triliunan.
Saat menjadi KSAD, Edi-lah yang melindungi TB dari kemarahan Pangab Jenderal Benny Moerdani. Sebagai Asrena KSAD, TB menyatakan ketidaksetujuan atas rencana repowering dan retrofitting tank AMX 13. Alasannya, selain tidak efisien, juga tidak pas secara teknis dengan perkembangan zaman.
"Pak Benny, sikap dari TB Silalahi sebagai Asrena KSAD adalah sikap Angkatan Darat," ujar Edi.
Kembali ke soal pangkat TB, hal itu baru bertambah beberapa bulan setelah Ginandjar dan Moerdiono menerimanya. Itu pun Irjenbang Letjen TNI Hendropriyono dan KSAD Jenderal Wiranto yang memperjuangkannya. Selang beberapa hari kemudian, TB dengan berpakaian dinas harian berpangkat bintang tiga melapor kepada Presiden Soeharto. Tentu saja Soeharto terheran-heran karena perintah kenaikan pangkat sudah disampaikan saat Edi masih KSAD.
"Malah saya pikir tadinya kamu diusulkan mendapat pangkat kehormatan (HOR) menjadi empat bintang," kata Soeharto.
Terkait Prabowo Subianto, rupanya sedikit banyak TB juga punya andil dalam memuluskan pangkat dan jabatan menantu Soeharto itu. Di bagian lain buku ini juga dikisahkan, Komandan Batalyon 328 Kostrad Letkol Infanteri Prabowo sempat curhat dalam sebuah pertemuan di Hotel Borobudur pada 1988. Dia sudah lebih dari tiga tahun menjabat Danyon tapi tak kunjung dirotasi atau promosi. TB, yang kala itu sudah di luar struktur TNI AD dan menjadi Sekjen Deptamben, hanya menyimak keluh kesah tersebut.
Hanya, ketika kemudian ada kesempatan berjumpa dengan KSAD Jenderal Edi Sudradjat, dia menyinggung soal curhatan Prabowo. "Tidak ada kesalahan Prabowo dan prestasinya cukup bagus," jawab Edi. Dua pekan kemudian, Prabowo dipromosikan menjadi Kepala Staf Brigade Infanteri 17/Linud.
Simak juga Video 'Reaksi Prabowo Seusai Menyandang 4 Bintang di Pundaknya':