Hasil Analisis Awal
Sementara itu, peneliti senior BRIN, Didi Satiadi, menjelaskan hasil analisis awal menunjukkan penyebab puting beliung diduga konvergensi angin dan uap air di daratan wilayah itu. Konvergensi terjadi pada sore hari.
Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan awan cumulonimbus yang sangat cepat dan meluas. Proses pembentukan awan membebaskan panas laten yang selanjutnya meningkatkan updraft (aliran udara ke atas).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebaliknya, updraft yang semakin kuat akan menumbuhkan lebih banyak awan. Siklus umpan balik positif ini menyebabkan updraft menjadi semakin kuat dan dapat berputar karena adanya windshear (perbedaan arah/kecepatan angin). Kolom udara yang berputar semakin kuat dapat mencapai permukaan tanah dan menghasilkan puting beliung," kata Didi.
Sementara itu, Kepala Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Albertus Sulaiman menjelaskan hal yang sama, angin puting beliung merupakan fenomena yang menarik dan masih merupakan buku terbuka karena sifatnya yang unik, terjadi di ekuator.
Pusat Riset Artifisial Inteligen BRIN telah mengembangkan algoritma pengenalan pola dari foto dan video. Penggabungan hasil pengenalan pola dan model deterministik (fluid dynamics) dapat digunakan untuk lebih memahami mekanisme pembentukan dan dinamika angin puting beliung dengan baik.
"Kerja sama antardisiplin ilmu dan partisipasi masyarakat diharapkan mempercepat pemahaman kita tentang angin puting beliung sehingga deteksi dini, mitigasi, dan adaptasi dapat dilakukan," ujarnya.
(rdp/imk)