Proyek Bikin Kos-kosan Rp 1,5 M Mangkrak, Kasus Pidana atau Perdata?

detik's Advocate

Proyek Bikin Kos-kosan Rp 1,5 M Mangkrak, Kasus Pidana atau Perdata?

Andi Saputra - detikNews
Rabu, 21 Feb 2024 10:13 WIB
ilustrasi hukum
Ilustrasi hukum (Foto: Dok.detikcom)
Jakarta -

Hubungan keperdataan memunculkan hak dan kewajiban. Lalu, bagaimana bila ada pihak yang tidak melaksanakan kewajibannya? Apakah bisa dipidanakan atau hanya urusan perdata?

Hal ini menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate yaitu:

Salam Sehat

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Awalnya rencana saya mau membangun/mengembangkan usaha. Ketemu sama teman SMA/kontraktor dan terjadilah membangun usaha kos-kosan yang borongannya dikerjakan oleh teman saya itu.

Setelah membuat kontrak kerja maka pembangunan kos 3 lantai dengan nilai kontrak Rp 1,5 miliar tetapi berjalan 3 bulan pembangunan dan uang yang dia terima sekitar Rp 900 juta. Fisik pekerjaan sudah akan ke pengecoran lantai 2, tetapi baru topangan skor (penahan untuk lantai/sebahagian besi untuk cor lantai 2).

ADVERTISEMENT

Karena dia tinggalkan borongannya dengan janji-janjinya yang sudah berbulan-bulan, maka saya membuat Laporan Polisi (LP) ke Polres dan penyidik dengan resmi mengundang tim ahli dari universitas dan berdasarkan perhitungan tim ahli bahwa fisik bangunan yang sudah jadi dengan uang yang saya sudah diberikan ada selisih Rp 317.000.000.

Karena ada di perjanjian kontrak, apabila ada masalah butir 1 yaitu musyawarah mufakat, maka terjadi kesepakatan bahwa dia akan mengembalikan dalam 2 tahap uang Rp 317 juta tersebut. Atas inisiasi penyidik dia membuat pernyataan tertulis di atas materai.

Tetapi karena berselang lama tidak ada respons, dikarenakan penyidiknya sudah diganti yang lain, maka saya Dumas ke Polda dan digelarlah perkara. Tetapi hasil gelar di Polda salah satunya adalah (1) bahwa tim ahli tidak indenpenden (saya bingung, kan yang adakan dari Polres dan resmi surat tugas dari kampus).

(2) Selisih uang hanya Rp 178 juta.

(3) bahwa LP saya itu kasus Perdata.

Sempat dari wasidik sampaikan saya buat LP baru saja. Lalu saya katakan kalau di pemerintah ini sudah korupsi. Akhirnya melakukan gugatan sederhana di Pengadilan Negeri dan saya menang Verstek.

Yang pada putusannya salah satunya yaitu selisih uang Rp 178 juta harus dikembalikan dan yang saya bermohon sita jaminan tidak diterima/ditolak. Maka saya kembali ke Polres untuk bagaimana melanjutkan kembali LP saya. Tetapi Polres mengatakan sudah SP3. Saya konsultasi ke Polda malah saya disuruh mempraperadilan. Saya bingung sedangkan LP saya itu masih tahap penyelidikan.

Mohon penjelasan dari bapak advokat untuk kasus saya baiknya atau bagaimana kasus saya ini masuk perdata atau pidana? Perdata sudah.

Mohon petunjuk
Terima kasih.
Denny

Untuk menjawabnya, kami meminta pendapat hukum advokat Yudhi Ongkowijaya, S.H., M.H. Berikut jawaban lengkapnya:

Terima kasih atas pertanyaan yang Saudara sampaikan. Kami akan coba untuk membantu menjawabnya.

Dari pertanyaan di atas, kami menyimpulkan bahwa dalam permasalahan Saudara sudah terdapat dua produk hukum, yaitu berupa putusan Pengadilan dan SP3 dari Kepolisian. Untuk itu, kami membatasi pendapat hukum ini hanya terkait dengan langkah-langkah yang mungkin dapat Saudara tempuh dalam rangka menindaklanjuti kedua produk hukum tersebut.

PERDATA

Sehubungan dengan putusan Pengadilan yang Saudara kemukakan, kami kurang mendapatkan informasi yang cukup apakah sudah berkekuatan hukum tetap atau belum. Oleh karena itu, kami mengasumsikan bahwa putusan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap sehingga terhadapnya Saudara dapat mengajukan permohonan eksekusi putusan dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan teguran (aanmaning) melalui Pengadilan Negeri yang memutus perkaranya. Hal ini sebagaimana ketentuan Pasal 196 Herzien Inlandsch Reglement (HIR) yang menyatakan:

"Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi putusan itu dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada Ketua Pengadilan Negeri yang tersebut pada ayat pertama Pasal 195, buat menjalankan putusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi putusan dalam tempo yang ditentukan oleh Ketua, yang selama-lamanya delapan hari"

Teguran (aanmaning) bertujuan untuk memanggil tergugat guna diminta melaksanakan isi putusan secara sukarela. Apabila tergugat tidak hadir dan/atau tidak mau melaksanakan isi putusan secara sukarela, maka proses selanjutnya adalah Saudara mengajukan permohonan eksekusi atas dasar ketentuan Pasal 197 HIR, dengan tujuan supaya Ketua Pengadilan Negeri memerintahkan agar disita barang-barang milik pihak yang kalah sampai dirasa cukup akan pengganti jumlah uang yang tersebut di dalam putusan dan ditambah pula dengan semua biaya untuk menjalankan putusan itu.

PIDANA

Berdasarkan pertanyaan Saudara terkait dengan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) dari Kepolisian terhadap Laporan Polisi yang dibuat, langkah hukum yang dapat Saudara tempuh yaitu dengan mengajukan Permohonan Praperadilan ke Pengadilan Negeri. Objek Praperadilan menurut hukum mengacu kepada ketentuan Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, yang secara garis besarnya menyatakan bahwa Pengadilan Negeri berwenang memeriksa dan memutus:

- Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan, termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan;

- Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Berkaitan dengan pertanyaan Saudara yang menyatakan bahwa perkara Laporan Polisi masih dalam tahap penyelidikan namun diterbitkan SP3-nya, maka berdasarakan Surat Edaran Kapolri Nomor SE/7/VII/2018 Tanggal 27 Juli 2018 tentang Penghentian Penyelidikan, seharusnya yang diterbitkan oleh Kepolisian adalah berupa SP2 Lid (Surat Perintah Penghentian Penyelidikan). SP2 Lid diterbitkan dengan alasan tidak ditemukan peristiwa pidana.

Terhadap SP2 Lid, apabila pelapor atau penyelidik Polri mempunyai fakta dan bukti baru, maka penyelidikan dapat dibuka kembali melalui mekanisme gelar perkara dengan menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan Lanjutan.

Demikian jawaban dari kami, semoga dapat bermanfaat.

Salam.
Yudhi Ongkowijaya, S.H., M.H.
Partner pada Law Office ELMA & Partners
www.lawofficeelma.com

Tentang detik's Advocate

detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.

Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.

Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.

Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com

Pertanyaan ditulis dengan runtut dan lengkap agar memudahkan kami menjawab masalah yang anda hadapi. Bila perlu sertakan bukti pendukung.

Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.

(asp/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads