Jakarta - Cerita tentang berburu harta karun sudah didengar atau diketahui setiap orang sejak kecil. Meskipun kesannya sedikit ditutupi, kini isu yang sedang ramai diperbincangkan warga di Palembang yakni tentang perburuan harta karun."Saya diajak sekelompok pengajian, dan ujungnya ternyata mempunyai misi memburu harta karun," kata Zulkifli, Minggu (10/12/2006), dalam sebuah perbincangan di rumah, di sebuah komplek perumahan di Kenten, Palembang.Awalnya, Zulkifli sempat tertarik, tapi akhirnya, dia merasa persoalan harta karun ini tidak rasional dengan tujuan dari kelompok pengajian itu. "Saya banyak menghabiskan waktu dan uang buat membicarakan harta karun tersebut. Kerja saya terlantar, kasihan anak-istri saya," cetusnya.Lokasi yang menjadi incaran kelompok pemburu harta karun itu, yang diakui dipimpin seorang ahli agama dari Cirebon, yakni di pemakaman tua, rumah tua, atau tempat-tempat yang bekas digunakan para penguasa Palembang, kolonial Belanda, atau Jepang."Kami memburunya hingga ke Banyuasin, Pagaralam, dan Bangka. Tapi, hasilnya selalu nol," imbuhnya.Cerita Zulkifli, merupakan sedikit kisah para pemburu harta karun di Palembang. Berdasarkan pengamatan
detikcom, pembicaraan atau orang yang terlibat pemburuan harta karun, memang cukup banyak di Palembang.Mereka ini, seperti kelompok pengajian, tapi sebenarnya memiliki agenda untuk memburu harta karun. Bahkan, ada yang sampai menggali ruang tamu rumahnya sendiri lantaran dikatakan seorang dukun, di bawah tanahnya dari ruang tamu itu, tersimpan harta berlian dan emas dalam sebuah peti."Saat digali tidak ada. Kami hanya ketemu peti berisi besi," kata Komaruddin. "Nah, kawan saya yang memiliki rumah bukan berhenti, justru penasaran, apalagi si dukun berkata, seharusnya kotak besi itu berisi emas, tapi lantaran doanya kurang, hanya berisi besi," tambahnya.Yang mengherankan, orang-orang yang diajak untuk menjadi bagian dari tim pemburu harta karun adalah orang biasa, artinya tidak begitu kuat beragama dan tidak memiliki modal."Saya sempat tiga bulan terlibat dalam kelompok itu. Tapi,lama-lama saya ditegur istri. Saya jadi lupa mencari nafkah," kata Iskandar, warga Kalidoni.Semua yang mengaku pernah terlibat tim pemburu harta karun, ternyata memiliki kesamaan tujuan harta karun yang diburu itu, yakni gunanya untuk menyelamatkan keluarga mereka, dan umat Islam, yang saat ini hidup terpuruk.Mengapa di Palembang? Alasannya sedikit masuk akal. Pada abad pertengahan dan awal abad ke-20, Palembang merupakan daerah makmur. Setiap warganya hidup berkecukupan. Saat itu bank belum ada, jadi ada kemungkinan sejumlah kekayaan mereka disimpan di dalam tanah atau pada suatu tempat, oleh pemiliknya. Harta-harta itu lah yang disebut-sebut sebagai harta karun.Bahkan, usaha penggusuran lokasi kampong Kuto Batu dan 13 Ilu, untuk pembangunan jembatan Musi III yang melintas sungai Musi, sampai saat ini sebagian masyarakat percaya jika proyek ini semata-mata terkait dengan soal harta karun. "Melihat pemerintah ngotot seperti itu, kami kian yakin pemerintah tujuannya memburu harta karun," kata seorang warga Kuto Batu.Fenomena ini menurut pengamat sosial dan politik dari Universitas IBA Palembang, Tarech Rasyid, yang dihubungi melalui teleponnya, menyatakan bahwa munculnya kelompok-kelompok pemburu harta karun, itu sebagai pertanda kalau masyarakat sudah akut dengan persoalan kemiskinan. Akibat kemiskinan yang mendera itu, mereka akhirnya harus percaya dengan sesuatu yang belum pasti, seperti harta karun dan judi. "Saya juga telah mendengar, bahkan diajak terlibat. Saya tidak begitu terkejut. Itu memang dampak kemiskinan, seperti pelacuran, perjudian, dan tindak kriminalitas," tandas Tarech.
(tw/ndr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini