Teknologi informasi selain memudahkan komunikasi juga penuh dengan jebakan kejahatan. Salah satunya video call sex (VCS) yang bisa berujung pemerasan. Lalu, bagaimana solusinya?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate:
Selamat pagi, sebelumnya mohon maaf perkenalkan saya MIK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya mau memohon perlindungan bahwa saya mendapat ancaman penyebaran video tidak senonoh oleh orang di social media jika saya tidak mau mengirim transfer uang sejumlah yang dimintanya secara berkala.
Awalnya saya iseng ingin mencoba melakukan video call sex (VCS) yang mana orang tersebut berjanji untuk tidak menyebarkannya. Kemudian ketika kami video call sex (VCS) orang tersebut merekam video kita dan mengancam untuk disebarkan jika saya tidak mau mengirim transfer uang dan pulsa sesuai yang diinginkan dia.
Awalnya saya diminta pulsa sejumlah Rp 100 ribu, kemudian berlanjut meminta uang secara berkala sampai mencapai sejumlah Rp 1 juta lebih.
Mohon bantuannya sekali saya atas kekhilafan saya ini. Mohon bantuannya saya bingung harus bagaimana saya juga takut jika itu tersebar.
MIK
Untuk menjawab masalah-masalah di atas, tim detik's Advocate merangkum jawaban dengan meminta pendapat hukum dari Achmad Zulfikar Fauzi, S.H. Berikut jawaban lengkapnya:
Terima kasih atas pertanyaanya kepada kami.
Permasalahan yang anda alami sudah diatur dalam sejumlah peraturan.
UU ITE
UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Yaitu:
Pasal 27B ayat 2:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya:
a. memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau
b. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.
Ancaman bagi pelaku yaitu ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar. Tindak pidana ini adalah delik aduan, yaitu pelaku hanya dapat dituntut atas pengaduan korban tindak pidana. Anda bisa melaporkan apa yang dialami ke kantor polisi setempat.
KUHP
Tindak pidana Pemerasan diatur dalam hukum pidana sebagaimana Pasal 368 ayat 1 KUHP yang berbunyi:
"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun"
Menurut Andi Hamzah, subjek pasal ini adalah 'barang siapa' ada empat inti delik atau delicts bestanddelen dalam Pasal 368 KUHP.
Pertama, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Kedua, secara melawan hukum. Ketiga, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman. Keempat, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang.
Unsur 'dengan maksud' dalam pasal ini memperlihatkan kehendak pelaku untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain. Jadi, pelaku sadar atas perbuatannya memaksa.
Memaksa yang dilarang di sini adalah memaksa dengan kekerasan. Tanpa ada paksaan, orang yang dipaksa tidak akan melakukan perbuatan tersebut.
Walaupun pemerasan bagian dari tindak pidana umum, namun tindak pidana pemerasan termasuk ke dalam delik aduan (klachdelict) yang berarti tindak pidana baru bisa diproses apabila korban membuat pengaduan/laporan.
Lihat juga Video 'Ngaku Jadi Polisi, Pria di Jambi Peras Mahasiswi Bermodus VCS':
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.