Sejumlah peserta seleksi dosen CPNS Kemendikbudristek menduga ada kecurangan. Para peserta seleksi dosen merasa dieliminasi dalam tes wawancara dan microteaching, yang merupakan bagian tes Seleksi Kompetensi Bidang (SKB).
Salah satu peserta seleksi, Satrio Priyo Utomo, merasa keberatan terhadap hasil penilaian microteaching yang dijalaninya. Dia menilai ada kejanggalan karena adanya kesenjangan penilaian antar-penguji.
"Kedua penguji adalah dosen saya sewaktu menempuh studi sarjana. Total nilai microteaching saya 15,5. Saya diberi tahu bahwa satu penguji memberikan nilai saya 19. Dan penguji lainnya memberikan nilai di bawah ambang batas atau kurang, karena beliau beranggapan saya tidak menjawab pertanyaannya dengan benar," kata Satrio, Jumat (26/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengaku telah menjawab pertanyaan tersebut dengan baik dan menyelesaikan tes microteaching sampai akhir. Satrio mengatakan pemilihan materi atau mata kuliah dalam microteaching berdasarkan pada kompetensi yang dia miliki.
"Saya mengambil mata kuliah pengantar ilmu sejarah karena pada masa studi sarjana mendapatkan nilai sangat memuaskan di mata kuliah tersebut. Nilai yang sama juga didapatkan pada mata kuliah yang beririsan, yaitu metodologi sejarah saat studi master," ucap Satrio.
Dia juga menjelaskan bahwa kompetensinya ini juga telah ditunjukkan dalam berbagai pengalaman yang diakui melalui sertifikat dari berbagai instansi baik di dalam maupun di luar negeri.
Pada 2021, Satrio diakui sebagai Overseas Researcher untuk National University of Singapore (NUS) oleh Associate Professor Masuda Hajimu. Pada tahun yang sama, Lembaga Sertifikat Profesi Kebudayaan Kemendikbud mengakui bahwa Satrio berkompeten dalam bidang sejarah. Selain itu, dia dipercaya melakukan penelitian dan penulisan untuk berbagai instansi seperti Pusat Sejarah Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kemendikbud, dan lainnya.
Satrio lalu melakukan sanggah atas perolehan nilai 15,5 pada saat microteaching. Sebelumnya, dari tiga peserta di formasinya, Satrio menduduki peringkat kedua dalam perolehan nilai SKD CAT, begitupun dengan tes wawancara dan SKB CAT, dirinya selalu menduduki peringkat kedua dari jumlah kebutuhan dua formasi pada perolehan seluruh tes kecuali microteaching.
"Saya menjalani sanggah baik melalui akun SSCASN dan bersurat bukan ingin diluluskan. Tapi berharap transparansi, keadilan, dan objektivitas dalam pelaksanaan pengadaan PNS ini berjalan sebagaimana amanat undang-undang dan peraturan pemerintah yang saya tulis dalam surat sanggah," ujarnya.
Selain mengajukan sanggah melalui akun Sistem Seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (SSCASN), dia juga bersurat ke Itjen Kemendikbudristek, Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan mengadukan kepada Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) tempatnya melamar posisi dosen.
Salah satu peserta lainnya, Vina, mengaku melaporkan dugaan upaya manipulasi nilai dalam tes non-komputer ke Ombudsman RI. Dia mengaku juga mendapatkan nilai di bawah ambang batas dalam microteaching.
Namun, saat mempermasalahkan hal itu kepada penguji, dia mengaku tidak diberi ruang untuk menyanggah ataupun menyampaikan kritik. Padahal Vina merasa penilaian penguji terasa subjektif dan membutuhkan penjelasan.
"Sudah ada laporan dari beberapa orang tentang kampus yang saya tuju," ujar Vina.
Peserta lainnya, Yuni, juga merasa terdapat indikasi manipulasi dalam proses tes praktik mengajar di perguruan tinggi. Padahal dia mengaku sudah memperoleh sertifikasi dosen. Sia berpendapat, seharusnya, jika hal itu sudah didapatkan, secara otomatis nilai SKB langsung 100 serupa dengan sistem seleksi formasi guru.
"Sertifikat dosen itu supaya jadi nilai plus. Itu kita tidak gampang dapatnya. Jadi itu kalau saran saya sebagaimana guru pada formasi guru, kalau sudah ada sertifikasi itu, SKB-nya langsung 100," ucap Yuni.
Petisi Daring
Peserta seleksi dosen CPNS Kemendikbudristek 2023 membuat petisi daring atas indikasi kecurangan yang terjadi. Petisi tersebut ditujukan untuk mengkritik pelaksanaan tes SKB non-CAT yang menggugurkan peserta potensial.
Dilihat detikcom, petisi berjudul "Menuntut Keadilan dan Transparansi Sistem Seleksi Dosen CPNS Kemendikbud" ini telah diteken 1.430 orang.
Dalam salah satu pernyataan di petisi itu, pelaksanaan seleksi tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, di mana setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PNS dengan penilaian secara objektif.
Simak tanggapan Kemendikbudristek di halaman selanjutnya.