Remaja perempuan berinisial B (13) diduga dicabuli oleh ayah kandungnya, kakak, dan dua paman korban di Tegalsari, Surabaya, Jawa Timur. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta agar empat pelaku yang telah ditetapkan sebagai tersangka itu dihukum dengan pemberatan.
Komisioner KPAI Dian Sasmita mengatakan kasus kekerasan seksual terhadap yang terjadi di Indonesia tidak ada tawar-menawar. Terutama, kata dia, kasus itu membuat anak trauma.
"Pada intinya adalah kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia, terutama pada korban anak tidak ada tawar-menawar apapun," ucap Dian di gedung KPAI, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, (22/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami juga baru saja bertemu dengan Kabareskrim untuk menegaskan bahwa tidak ada lagi kasus kekerasan seksual dengan pelaku dewasa kemudian didamaikan seperti kasus yang lalu di wilayah Kalimantan," tambahnya.
Dian mengatakan kekerasan seksual mengakibatkan penderitaan yang luar biasa terhadap anak. Tumbuh kembang anak juga akan dipengaruhi oleh kasus itu.
"Nah ini ditegaskan oleh kepolisian karena bagaimanapun juga kekerasan seksual itu adalah pidana murni yang mengakibatkan penderitaan luar biasa terhadap anak. Tidak hanya luka fisik saja tetapi luka psikis, tumbuh kembang anak juga dipengaruhi bahkan masa depan anak ini juga digadaikan oleh kasus TPKS," katanya.
Dian kemudian meminta pemerintah Surabaya memberikan pendampingan kepada korban. Hal itu, menurut dia, untuk mendukung pemulihan terhadap anak yang menjadi korban.
"Untuk itu, kasus TPKS yang terjadi di Surabaya, kami sangat mengharapkan, mendorong pada pemerintah daerah untuk segera melakukan pendampingan kepada anak dan mendukung pemulihan anak," ucapnya.
"Pendampingannya tidak hanya pada pendampingan khususnya tetapi bantuan hukum terhadap anak-anak, proses hukumnya pasti akan panjang. Kemudian kehadiran psikolog ini sangat penting sekali untuk menemani anak dalam proses hukum," tegasnya.
Lebih lanjut, Dian menekankan bahwa tak ada kata mediasi dalam kasus ini. Dia ingin kasus pencabulan bocah SMP oleh ayah, kakak, hingga paman korban ini diselesaikan lewat pengadilan.
"Kemudian penegakan hukum kembali lagi tidak ada kata mediasi atau penyelesaian di luar jalur peradilan formal untuk kasus TPKS dengan pelaku dewasa semua harus diproses lewat peradilan," katanya.
Pelaku, Dian meminta, agar dikenai dengan pasal pemberatan. Sebab, menurut dia, pelaku, yang merupakan kerabat, seharusnya memberikan perlindungan kepada korban.
"Kemudian, kasus di Surabaya pelakunya adalah kerabat anak, masih orang tua dan saudara. Berdasarkan pasal Undang-Undang TPKS perlindungan anak itu adalah pasal pemberatan, kami mendorong pada penegak hukum baik kepolisian, kejaksaan, dan hakim bisa memberikan pemberatan kepada pelaku supaya ini menjadi efek jera," katanya.
"Dan yang terpenting pemerintah daerah ini perlu didorong lebih serius lagi melakukan edukasi tentang perlindungan anak dari kekerasan supaya masyarakat lebih peka dan lebih responsif ketika ada indikasi-indikasi atau situasi yang membuat anak rentan terhadap kekerasan," tutupnya.
Lihat juga Video 'Modus Kiai Gresik Cabuli Santriwati: Minta Pijat-Bacakan Kitab':
Bocah SMP Dicabuli Ayah, Kakak dan 2 Paman
Ayah, kakak dan dua paman mencabuli anak perempuan berusia 13 tahun di Surabaya, Jawa Timur. Anak yang masih duduk di kelas I SMP berinisial B itu trauma hingga diungsikan oleh sang ibu.
Dilansir detikJatim, Sabtu (20/1), B tinggal bersama ayah, ibu, dan kakaknya di sebuah rumah dua lantai di Kecamatan Tegalsari. Rumah ini juga dihuni 3 pamannya, sang bibi, serta 3 saudara sepupunya.
Bibi korban, SN (41), mengatakan, setelah perbuatan cabul itu terungkap, AR, ibu kandung korban, langsung mengungsikan putrinya itu dari rumah. B diungsikan ke rumah neneknya di salah satu rusunawa di Surabaya.
Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Hendro Sukmono mengatakan keempat pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Dari keterangan sementara, para pelaku terakhir kali melakukan pencabulan itu pada Januari 2024 ini.
"Kejadian terakhir pada bulan Januari 2024 pada saat kakak korban dalam keadaan mabuk dan ingin menyetubuhi korban, namun korban sedang menstruasi. Setelah melakukan pemeriksaan saksi pelapor dan korban, kami menetapkan empat orang sebagai tersangka dan ditahan," ujarnya.