Pengadilan Tinggi (PT) Jambi memperberat hukuman dua gembong narkoba, Yulfadri (27) dan Candra (33), dari hukuman seumur hidup menjadi hukuman mati. Keduanya terbukti membawa 30 kg sabu dan 14.958 butir pil ekstasi.
Hal itu tertuang dalam salinan putusan PT Jambi yang dilansir website-nya, Senin (15/11/2023). Di mana kasus bermula saat Ditresnarkoba Polda Jambi mencium akan ada pengiriman narkoba yang melintasi wilayahnya.
Pada 24 Maret 2023 sore, operasi digelar menindaklanjuti informasi itu. Razia dilakukan aparat di Jalan Lintas Timur Km 112, Jembatan Palik, Muara Papalik, Tanjung Jabung Barat, Jambi. Dari arah Pekanbaru, tampak dua mobil beriringan yang akan melintas dan polisi lalu menyetopnya. Mobil pertama disopiri Zicho dan penumpang Yulfadri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ternyata pengemudi mobil yang berada di belakang panik dan tancap gas tapi lepas kendali. Bruk! Mobil menabrak truk tronton. Secepat kilat, aparat menggeledah mobil itu dan menangkap pengemudi, Beni, dan penumpang Candra.
Dari masing-masing mobil itu ditemukan tas besar yang berisi 15 kg sabu yang disarukan sebagai teh dan ribuan butir pil ekstasi. Akhirnya keempatnya diproses secara hukum dan berlanjut ke pengadilan
Pada 16 November 2023, Pengadilan Negeri (PN) Kuala Tungkap menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup bagi Yulfadri (27) dan Candra (33). Hukuman itu di bawah tuntutan jaksa yang menuntut mati. Atas hal itu, jaksa mengajukan banding dan dikabulkan.
"Menjatuhkan pidana mati," kata ketua majelis Krosbin Lumban Gaol dengan anggota Suwarno dan Nunsuhaini.
Majelis mengubah hukuman keduanya menjadi hukuman mati karena tidak menemukan hal yang meringankan dalam diri keduanya.
"Perbuatan Terdakwa telah mengabaikan kepentingan bangsa di dalam mengupayakan dan menjaga masyarakat, utamanya anak-anak dan generasi muda, terhindar dari adanya peredaran narkotika secara melawan hukum," ungkap majelis.
Dalam menjatuhkan pidana dalam perkara ini telah Hakim mempertimbangkan seluruh hak-hak terdakwa sebagaimana dijamin oleh konstitusi tertinggi di Indonesia, yakni pasal 28 i ayat (1) UUD 1945 ( perubahan kedua) yang berbunyi:
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dikurangi dalam keadaan apapun.
Namun demikian, untuk menjamin suatu kepastian hukum atas pelaksanaan UUD 1945 tersebut, hak-hak yang diberikan oleh Negara tersebut telah pula diatur secara terbatas dan limitative dalam pasal 28 i ayat (5) UUD 1945 (perubahan ke-2) yang berbunyi:
"Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang undangan".
Dan berdasar hal tersebut ternyata pidana yang akan dijatuhkan terhadap terdakwa dalam perkara ini diatur secara tegas dalam sebuah peraturan perundangan yaitu dalam Pasal 114 ayat 2 jo Pasal 132 (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika
Menimbang bahwa bersesuaian dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 23 / PUU-V/2007 tanggal 30 Oktober 2007 tentang pengujian konstitusi hukuman mati, yang pada intinya putusan tersebut menyatakan jika hukuman mati tidak bertentangan dengan konstitusi, dan selain itu Majelis Hakim telah pula mempertimbangkan seluruh aspek-aspek yang yang terkait, yaitu keadilan sosial kepastian hukum, kemanfaatan atas putusan untuk menentukan penjatuhan hukuman yang paling patut kepada pidana yang disesuaikan antara 'bentuk dan sifat hukuman yang akan dijatuhkan, perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan terdakwa, dan kemampuan pelaku tindak pidana dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya'.
(asp/imk)