Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyebut bahwa diplomasi ekonomi merupakan salah satu fokus kebijakan luar negeri Indonesia. Retno mengatakan terdapat dua fokus dalam diplomasi ekonomi.
Retno mengatakan, kedua fokus tersebut yaitu, membuka pasar non-tradisional dan memerangi diskriminasi perdagangan terhadap produk-produk Indonesia.
Retno mengungkap pesan Presiden Jokowi untuk membuka pasar di negara-negara baru, seperti Afrika dan Uni Eropa. Lebih dari itu, Indonesia juga disebut ingin memperkuat relasi ekonomi dengan banyak negara berkembang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya, pada fokus kedua, Menurut Retno seluruh diplomat turut bekerja keras untuk mendukung kebijakan hilirisasi dalam negeri.
"Diplomasi ekonomi juga kita gunakan untuk memerangi diskriminasi terhadap produk-produk Indonesia, misalnya kelapa sawit. Dan diplomasi ekonomi ini juga untuk hilirisasi industri," kata Retno, dalam keterangan tertulis yang diterima, Sabtu (6/1/2024).
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, menyatakan bahwa perjuangan Indonesia untuk melawan diskriminasi perdagangan internasional sudah berada di jalur yang tepat. Bahkan, pemerintah diminta untuk terus konsisten dalam menyuarakan kepentingan Indonesia di kancah global.
"CPO memang tekanannya besar. Kita harus konsisten memperjuangkan CPO, terutama pada sisi penetrasi ekspor. CPO dianggap sebagai sesuatu yang tidak ramah lingkungan. Sebagian bisa jadi benar, tapi ada juga motif tersembunyi dari negara yang menolak CPO. Begitu pula dengan nikel, yang justru penolakan datang dari negara yang tidak mengimpor nikel mentah kita, yaitu Uni Eropa," kata Faisal.
"Saya rasa langkah pemerintah sudah bagus. Cuma memang ada yang perlu diperkuat, utamanya terkait trade diplomacy, untuk melawan segala tuduhan yang tidak benar. Kalau ada tuduhan yang benar, ya kita perbaiki. Supaya dalam berargumen di arbitrase kita bisa mempertahankan kepentingan kita dari negara yang merasa kebijakan Indonesia bertentangan dengan WTO," tambahnya.
(dwia/dwia)