Rafael Alun Trisambodo mencurahkan isi hatinya saat menyampaikan pleidoi di kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Rafael menyinggung soal kariernya di Ditjen Pajak yang berubah secara drastis akibat kasus penganiayaan yang melibatkan anaknya, Mario Dandy.
Rafael menyebut dirinya ditahan KPK bukan karena operasi tangkap tangan (OTT) ataupun perkembangan perkara dugaan korupsi, melainkan karena terdampak perkara yang menjerat anaknya. Diketahui, Mario Dandy menganiaya Cristalino David Ozora hingga memunculkan luka berat dan trauma.
"Saya ditahan oleh KPK bukan karena terlibat dalam operasi tangkap tangan atau perkembangan perkara yang sedang berjalan, saya tidak sedang menjalani pemeriksaan hukum apapun. Masalah saya mulai muncul setelah anak saya yang melakukan penganiayaan pada bulan Februari 2023, sebelumnya saya tidak terlibat dalam permasalahan apapun, bahkan saya sedang menjalani proses seleksi untuk menjabat sebagai salah satu Kepala Kanwil Provinsi Kelas A di Indonesia," kata Rafael saat membaca pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rafael mengatakan proses seleksi itu sudah hampir tahap akhir. Namun, dia tidak bisa melanjutkan karena kasus penganiayaan yang dilakukan anaknya bernama Mario Dandy Satrio.
"Proses seleksi sudah sampai tahap 5 besar calon terpilih, tinggal wawancara tahap akhir pada 22 Febuari 2023. Pada 20 Februari 2023 anak saya terlibat permasalahan hukum, sehingga mulai tanggal 21 Februari nama saya mulai diperbincangkan, menjadi perhatian publik, menjadi perhatian wakil rakyat, perhatian institusi tempat saya bekerja yaitu Kemenkeu hingga KPK juga menaruh perhatian kepada saya," katanya.
"Hukuman atas perbuatan anak saya seolah juga harus ditanggung seluruh keluarga, terutama saya sebagai kepala keluarga yang kebetulan bertatus sebagai pegawai negeri," imbuhnya.
Rafael mengaku dihakimi sejumlah orang. Dia juga mengajukan pengunduran diri, namun ditolak dan kemudian dia diberhentikan dengan hormat.
"Saya dan keluarga saya telah dihakimi, bahkan sebelum proses hukum itu ada, seketika saya dinonaktifkan dari jabatan dan dipanggil oleh Inspektorat bidang Investigasi pada Kemenkeu, saya menunjukkan surat pengunduran diri namun ditolak, dan saya diberhentikan dengan hormat. Saat ini proses pemberhentian tersebut masih saya mohonkan upaya hukum demi memperoleh asas perimbangan dan klarifikasi dari sisi saya," ucapnya.
Rafael Alun Kaget Jadi Tersangka
Rafael mengaku kaget dengan proses penetapan tersangkanya. Dia juga mengaku kaget dengan obyek gratifikasi yang didakwakan kepadanya.
"Berdasarkan laporan tindak pidana koripsi yang tercantum dalam berkas perkara saya dengan perkara saya dan kompleksitas yang dilakukan Ketua KPK saat itu bapak Firli Bahuri. Saya dituduh menerima uang USD 90 ribu, atau senilai Rp 805 juta secara langsung atau dari ARME consulting. Saat itu saya sungguh dilanda kebingungan, perihal asal muasal tersebut karena saya merasa tidak sama sekali terlibat dalan konstruksi pemberian gratifikasi baik secara langsung atau melalui ARME consulting," jelasnya.
Dia mengatakan obyek gratifikasi yang didakwakan itu berasal dari usahanya dan bukan gratifikasi. Dia mengaku telah menjalani usaha sejak lama. Karena itu, dia membantah dakwaan jaksa terkait gratifikasi.
"Obyek gratifikasi dituntut tanpa berdasarkan bukti yang tidak sesuai dengan fakta karena berwiraswasta selalu bagian dari hidup saya, dan menjadi salah satu sumber penghasilan saya, selain menjadi pegawai negeri, usaha saya cukup menghasilkan seperti kapal pancing, penangkapan ikan di Manado, berjualan gordyn, jasa pembukuan dan pengisian SPT, restoran atau kafe, hingga membangun perumahan. Usaha yang saya jalani bukan instan melainkan usaha rintisan," ujar Rafael.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya
Dalam sidang itu, Rafael juga membantah bahwa dia menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana dakwaan jaksa KPK. Rafael mengklaim dia seorang yang taat melapor SPT dan LHKPN.
"Saya beberapa kali melaporkan penerimaan gratifikasi, dan saya mendapat surat dari KPK terkait penerimaan gratifikasi tersebut antara lain saya menyerahkan hak cipta batik integritas ini," kata Rafael.
Rafael kemudian mengaku pernah membuat video pencegahan gratifikasi bersama Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Dia mengatakan tidak pernah membuat keuangan negara merugi.
"Saya juga pernah membuat film video singkat gratifikasi dengan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, dimana video tersebut saya unggah ke YouTube untuk disebarluaskan kepada media massa. Bahwa saya tidak pernah melakukan tindakan yang melibatkan dan menyebabkan kekurangan kas negara baik secara langsung atau tidak langsung, menerima gratifikasi baik yang diniatkan ataupun tidak diniatkan," ucapnya.
"Saya juga tidak pernah menerima uang atau barang apa pun dari perusahaan lain yang memiliki hubungan dengan jabatan atau pekerjaan saya sebagai PNS di DJP," imbuhnya.
Lebih lanjut, Rafael juga mengatakan tuduhan terkait tidak melapor SPT dan LHKPN itu tidak benar. Dia mengaku selalu menaati aturan.
"Semua pendapat dan pengeluaran yang telah saya laporkan di SPT dan LHKPN serta sisa penghasilan yang saya sudah laporkan, kemudian saya simpan ke SDB (safe deposit box), namun ternyata masih juga dituduh sebagai tindakan melawan hukum," katanya.
Dia pun berharap majelis hakim dalam vonisnya nanti menyatakan safe deposit box miliknya yang disita KPK itu dikembalikan. Sebab, menurutnya, uang yang ada di situ adalah uang tabungannya yang telah dia laporkan.
"Sekiranya Yang Mulia dapat memperkirakan untuk memandang SDB sebagai alat untuk melawan hukum karena segala bentuk harta telah saya laporkan sebelum sisanya saya masukan ke SDB sehingga demi hukum, sudah sepantasnya saya dinilai telah menaati peraturan dengan kebasahan harta saya," katanya.