Profesi terapis seni atau art therapist di Indonesia bisa dibilang cukup langka. Per tahun 2023, hanya terdapat enam orang terapis seni berlisensi di negeri ini. Salah satunya bernama Mutia Ribowo. Ia juga pendiri klinik terapi seni dengan nama Art+i Art Therapy Jakarta.
"Masih sangat langka ya art therapist di Indonesia ini. Karena mungkin memang bidang ilmu tersebut belum ada di sini. Baru ada di luar negeri, gitu," jelas Mutia di program Sosok detikcom.
Terapi seni merupakan bentuk psikoterapi yang menggunakan seni sebagai medium untuk berkomunikasi dan berekspresi. Terapi seni dapat mengakomodasi individu yang kesulitan mengungkapkan diri dengan kata-kata, seperti anak-anak dan orang yang mengalami trauma psikologis berat. Media yang digunakan dalam terapi seni juga bervariasi, mulai dari pensil, cat, tanah liat, hingga aplikasi menggambar digital.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama sepuluh tahun berpraktik, Mutia telah mendampingi banyak klien dalam kariernya. Mulai dari para balita, anak-anak, remaja, hingga orang lanjut usia. Hal ini dikarenakan terapi seni memang diperuntukkan untuk siapa saja, terlepas usianya.
"Jadi, sebenarnya art therapy itu adalah intervensi untuk segala umur. Dan tapi klien-klien kita kebanyakan memang berawal dari umur balita yang sudah bisa memegang alat, gitu ya. Mungkin 4-5 tahun ya. Sampai umur manula, sebenarnya," ujar Mutia.
Kini, orang yang datang padanya untuk terapi tak hanya terdiri dari mereka yang terdiagnosis dengan penyakit kejiwaan klinis. Ibarat pepatah, 'Sedia payung sebelum hujan,' kini Mutia juga kerap didatangi klien yang ingin diterapi sebagai tindakan preventif. Menurut Mutia, hal ini disebabkan oleh meningkatnya kesadaran masyarakat tentang isu kesehatan mental.
"Dulu padahal pas waktu kita mulai itu orang-orang yang datang itu yang berkasus-kasus berat. Biasanya yang sudah memiliki gangguan kejiwaan Skizofrenia gitu. Atau misalnya Bipolar Disorder, dan lain-lain. Sekarang yang belum terdiagnosa pun sudah datang ke sini untuk meminta kita untuk membantu mereka untuk lebih mengenal diri mereka sendiri," terang Mutia.
Senada dengan perubahan tersebut, Mutia menekankan makna lain dari terapi seni. Ia bertutur bahwa terapi seni tak hanya bentuk pengobatan, namun juga pemberdayaan.
"Sekarang lebih ke arah di mana mereka itu tuh mau mencari jati diri. Intinya sekarang terapi itu tuh bukan untuk pengobatan lagi, akhirnya. Terapi itu tuh untuk pemberdayaan. Terapi itu untuk membuat kita lebih rich lagi as a person, gitu," tutur Mutia.
Mutia tak ingin berhenti menjadi bagian dari perkembangan ilmu terapi seni. Oleh karenanya, ia dan Art+i Art Therapy aktif mengedukasi masyarakat mengenai terapi seni. Usaha yang dilakukan antara lain dengan produksi konten edukasi serta melakukan pelatihan terapi seni ke berbagai instansi.
"Jadi kita itu sebenarnya sudah lama melakukan edukasi. Jadi, kita melakukannya melalui social media kita, gitu ya. Dan kita juga, apa, melakukan workshop-workshop umum juga untuk psikolog atau guru dan lain-lain gitu yang agar mereka itu bisa mengerti apa itu art therapy itu sendiri. Dan kita mau lakukan kegiatan kayak movement," terang Mutia.
(nel/vys)